K. Zakat Rikaz


Ikhtishar
A. Pengertian
1. Bahasa
2. Istilah
3. Perbedaan Rikaz dan Ma’din

B. Masyru’iyah

C. Kriteria Harta Rikaz
1. Milik Orang Kafir
2. Pemiliknya Telah Meninggal
3. Ditemukan Bukan di Tanah Pribadi

Zakat rikaz seringkali disamakan dengan zakat ma’din. Namun sesungguhnya ada perbedaan mendasar antara keduanya menurut jumhur ulama. Memang mazhab Al-Hanafiyah menyamakan antara keduanya, namun pendapat ini tidak mewakili pendapat kebanyakan para ulama. Maka tidak ada salahnya di awal pembahasan kita kaji pengertian masing-masing, antara rikaz dan ma’din serta perbedaan esensial antara keduanya. Dan menurut hemat Penulis, akan lebih baik untuk meletakkan kedua jenis zakat ini ke dalam dua bab yang berbeda, meskipun banyak juga dari para ulama ketika menuliskan zakat rikaz, mereka menyatukannya dalam satu bab.

A. Pengertian
1. Bahasa
Secara bahasa kata rikaz ( رِكَاز ) bermakna :

اَلْمَدْفُونُ فِى الْأَرْضِ إِذَا خَفِيَ
Sesuatu yang terpendam di dalam tanah dan tersembunyi.

Ada juga yang mengatakan bahwa makna rikaz itu sama dengan makna kanz ( كَنْز ), yaitu :

اَلْمَال الَّذِى دَفَنَهُ بَنُو اٰدَمَ فِى الْأَرْضِ
Harta yang dipendam oleh manusia di dalam tanah

Selain makna itu, kata rikaz juga berasal dari kata rikz كَنْز yang artinya suara yang tersembunyi, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :

أَوْتَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا
Adakah kamu melihat seorangpun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (QS. Maryam : 98)

2. Istilah
Sedangkan secara istilah, jumhur ulama seperti mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah mendefinisikan rikaz sebagai :

مَا دَفَنَهُ أَهْل الْجَاهِلِيَّةِ
Harta benda yang dipendam oleh orang-orang jahiliyah (bukan muslilm)

Jumhur ulama menetapkan bahwa yang dimaksud dengan rikaz adalah benda-benda berharga peninggalan zaman kerajaan-kerajaan di masa lalu yang tidak memeluk agama Islam. Benda-benda itu bisa saja berbentuk emas, perak atau benda lain yang berharta seperti guci, piring, marmer, logam, permata, berlian, kuningan, tembaga, ukiran, kayu dan lainnya. Semua itu termasuk jenis harta rikaz yang ada kewajiban zakatnya. Namun mazhab Asy-Syafi’iyah dalam pendapatnya yang baru (qaul jadid) hanya mengkhususkan emas atau perak saja yang termasuk rikaz. Di luar emas dan perak dalam pandangan mazhab ini bukan termasuk harta rikaz. Alasannya, karena rikaz termasuk al-mal al-mustafad yang didapat dari dalam bumi, sehingga harus ada ketentuan dalam urusan zakatnya.

3. Perbedaan Rikaz dan Ma’din
Sedangkan secara istilah fiqih, ma’din sering didefinisikan oleh para ulama, diantaranya oleh Al-Buhuty :

كُل مَا تَوَلَّدَ فِى الْأَرْضِ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهَا لَيْسَ نَبَاتً
Semua harta yang terkandung di dalam tanah yang bukan jenis tanah dan bukan tumbuhan.

Di antara perbedaan untuk membedakan keduanya antara lain adalah

a. Cara Menemukan
bahwa rikaz itu didapat dengan cara menemukan tanpa sengaja dan tanpa usaha. Ditemukan begitu saja tanpa kebetulan dan tanpa eksplorasi. Sedangkan ma’din ditemukan dengan melalui pencaharian khusus, lewat penelitian, ekspedisi dan eksplorasi, dan tentunya semua membutuhkan biaya yang tidak kecil. Kalau seorang sedang berjalan kaki tiba-tiba tersandung emas batangan, maka harta itu disebut rikaz. Tetapi kalau emas itu dicari-cari lewat berbagai proyek penambangan, maka emas itu adalah ma’din.

b. Yang Memendam
Rikaz adalah harta yang dipendam oleh manusia, sedangkan ma’din adalah harta yang dipendam oleh Allah SWT. Maksudnya, rikaz itu dulunya ada pemiliknya, yaitu orang-orang jahiliyah, lalu harta itu hilang atau terpendam dalam tanah dalam waktu yang lama, lalu di zaman berikutnya ditemukan oleh seorang muslim. Sedangkan ma'din adalah harta benda yang tidak merupakan milik seseorang di masa lalu, dia merupakan harta asli alami (tabi'i) yang memang terpendam di dalam tanah begitu saja, lalu ditemukan.

c. Nilai Zakat
Rikaz berbeda dengan ma'din dari nilai yang wajib dikeluarkan zakatnya. Besar nilai zakat rikaz itu 20% atau seperlima dari nilai harta yang ditemukan. Sedangkan besar nilai zakat ma'din itu hanya 1/40 atau 2,5% dari nilai harta yang didapat.

d. Haul
Rikaz itu termasuk jenis harta yang wajib dizakatkan tanpa menunggu haul. Jadi tidak harus menunggu dimiliki selama setahun penuh. Begitu ditemukan maka langsung harus dikeluarkan zakatnya saat itu juga. Kasusnya mirip dengan zakat hasil pertanian, dimana zakatnya dikeluarkan pada saat panen. Sedangkan zakat ma'din tidak dikeluarkan kecuali setelah dimiliki selama satu tahun atau disyaratkan adanya haul.

e. Nishab
Rikaz itu tidak mensyaratkan nishab, sehingga berapa pun nilai harta yang ditemukan, langsung terkena zakat. Sedangkan zakat ma'din mensyaratkan nishab, yang nilainya sama dengan zakat emas, yaitu 85 gram. Bila harta yang ditemukan nilainya kurang dari nilai 85 gram emas, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya.

B. Masyru’iyah
Syariah Islam telah menetapkan bahwa zakat untuk rikaz adalah seperlima bagian, atau senilai 20 % dari total harta yang ditemukan.

Dasanya sebagaimana sabda Rasulullah SAW

وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Zakat rikaz adalah seperlima (HR.Bukhari)

C. Kriteria Harta Rikaz
Tidak semua benda berharga yang ditemukan begitu saja termasuk harta rikaz, kecuali setelah terpenuhi beberapa kriteria berikut :

1. Harta Yang Ditemukan
Rikaz adalah harta yang milik pihak lain yang ditemukan, baik secara sengaja atau pun secara tidak sengaja. Baik dengan biaya modal atau hanya karena tidak sengaja tersandung dan tiba-tiba menemukan. Tetapi yang menjadi prinsip utama adalah bahwa harta itu bukan harta pemberian orang yang diserahkan kepada yang menerimanya. Prinsipnya dalam harta rikaz, tidak ada serah-terima harta dari satu pihak ke pihak lain. Yang ada, seseorang menemukan harta yang sudah tidak lagi menjadi milik suatu pihak.

2. Asalnya Milik Orang Kafir
Para ulama sepakat bahwa harta rikaz itu asalnya milik orang kafir (jahiliyah). Sedangkan harta yang di masa lalu milik umat Islam, atau termasuk peninggalan umat muslim terdahulu, tidak termasuk rikaz. Maka bila seseorang menemukan harta karun dalam peti, namun kemudian diketahui bahwa harta itu milik peninggalan kerajaan Islam di masa lalu, misalnya dari zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid, maka harta itu bukan termasuk rikaz. Harta itu dahulu milik umat Islam, maka barang itu menjadi luqathah atau barang temuan, dimana ada ketentuan hukum tersendiri tentang masalah ini dalam syariah Islam. Tetapi intinya, tidak ada ketentuan zakat dalam luqathah atau barang temuan.

3. Pemiliknya Telah Meninggal
Syarat kedua adalah pemilik asli harta itu sudah meninggal dunia, sehingga hak kepemilikan atas harta itu sebenarnya sudah hilang dengan kematiannya. Demikian juga para ahli warisnya sudah tidak ada lagi. Sedangkan harta berharga milik orang kafir yang ditemukan seorang muslim, namun diketahui bahwa pemiliknya masih hidup, bukan termasuk rikaz. Secara hukum syariah, harta itu milik yang bersangkutan. Namun apakah boleh dimiliki, tergantung dari keadaannya. Bila orang kafir pemiliknya termasuk kafir zimmi yang telah terikat perjanjian damai dan hidup berdampingan, maka haram hukumnya bagi seorang muslim untuk mengambil benda milik mereka, walaupun sempat hilang. Sebaliknya, bila status kekafirannya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang menghunuskan pedang untuk membunuh kita, maka bukan hanya harta mereka yang halal bagi umat Islam, nyawa mereka pun juga halal. Sebab yang sedang terjadi adalah peperangan yang masyru’, dimana peperangan itu memang menghalalkan darah dan harta. Kalau harta itu dirampas lewat pertempuran langsung, maka harta itu disebut ghanimah. Sedangkan bila tanpa pertempuran fisik, harta itu disebut fai’.

4. Ditemukan Bukan di Tanah Pribadi
Syarat ketiga adalah harta itu ditemukan di tanah yang bukan aset milik pribadi seorang muslim, misalnya di jalanan umum, atau tanah yang tidak bertuan, atau sebuah desa yang telah ditinggalkan penghuninya. Bila seorang punya tanah pibadi yang luas, lalu di dalamnya dia menemukan harta peninggalan dari zaman dahulu, maka dalam hal ini bukan termasuk harta rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya.

D. Rikaz Tidak Sama Dengan Zakat Hadiah
Sebagian kalangan ada yang terlalu bersemangat untuk menarik dana umat lewat zakat yang dibuat-buat, seperti zakat atas hadiah yang diterima, baik hadiah karena menang arisan, undian, atau hadiah atas tercapainya prestasi tertentu. Seorang yang mendapat bonus uang sebagai tunjangan hari raya (THR)dari perusahaan, tiba-tiba diwajibkan untuk membayar zakat, dengan alasan itu termasuk zakat rikaz. Seorang yang berhasil menang dalam lomba tujuhbelasan di kampungnya dan menggondol uang hadiah, tibatiba juga ditagih untuk bayar zakat. Alasannya hadiah itu sama saja dengan seseorang yang menemukan harta karun, alias harta rikaz.

Seorang ibu yang menang arisan dan dapat Padahal antara hadiah dengan rikaz sama sekali tidak
identik, sehingga terlalu kalau mau diqiyaskan antara keduanya, kelihatan sekali bahwa hal itu terlalu dipaksakan. Dan tentunya akan menjadi sangat tidak proporsional.

1. Hadiah Itu Diserahkan
Berbeda dengan harta rikaz yang didapat dengan cara ditemukan, sebuah hadiah itu pada hakikatnya adalah sesuatu yang diserahkan oleh satu pihak ke pihak lain. Artinya, dalam hadiah, ada dua pihak yang saling memberi dan menerima. Sedangkan dalam harta rikaz, tidak ada yang memberi dan tidak ada yang menerima. Harta itu hanya ditemukan saja. Tentu antara serah terima dan ditemukan adalah dua hal yang jauh berbeda. Sehingga mengqiyaskan rikaz dengan hadiah adalah sebuah tindakan qiyas yang terlalu memaksakan diri dan kurang tepat dalam mengambil istimbath hukum.

2. Sumber Hadiah Belum Tentu Milik Orang Kafir
Hadiah yang biasa kita terima, seringkali bukan berasal dari harta orang kafir. Misalnya, karyawan yang berprestasi ketika mendapat hadiah dari perusahaannya, atau siswa berprestasi yang mendapat hadiah dari gurunya. Belum tentu kantor atau pihak sekolah itu adalah orang kafir. Sementara dalam kriteria harta rikaz di atas, jelas sekali bahwa sumber harta rikaz itu adalah milik orang-orang kafir di masa lalu. Apabila yang harta yang ditemukan itu milik orangorang Islam di masa lalu, maka harta itu bukan termasuk harta rikaz, melainkan menjadi luqathah atau barang temuan milik umat Islam. Harta luqathah tentu ada ketentuan hukumnya tersendiri, di luar urusan zakat.

3. Pemberi Hadiah Belum Tentu Sudah Meninggal
Yang juga membedakan zakat rikaz dengan hadiah adalah fakta bahwa biasanya orang yang memberikan hadiah itu masih hidup. Kalau dia sudah meninggal, bagaimana caranya memberikan hadiah. Padahal kriteria zakat rikaz di atas jelas menyebutkan bahwa pemilik harta itu sudah meninggal dunia, keberadaannya sudah tidak ada lagi di dunia. Sehingga oleh karena itulah maka harta miliknya ditemukan, bukan diterima sebagai pemberian. Adapun hadiah, biasanya didapat dengan jalan diteriam dari yang memberi hadiah, yang tentu sang pemberi hadiah itu masih hidup. Ketika seseorang mennemukan harta berharga di dalam tanah yang terkubur, tentu tidak kita katakan bahwa dia menerima pemberian hadiah dari pemiliknya yang sudah mati.



Related Posts:

0 Response to "K. Zakat Rikaz"

Posting Komentar