H. Puasa dalam Berbagai Kondisi
53. Puasa Saat Musafir
Assalamu`alaikum Wr.Wb
Langsung saja para ustad yang terhormat, mana yang kita anut , negara yang kita tinggalkan atau negara yang kita tuju saat sahur atau buka puasa, bila kita musafir dg memakai pesawat ,tetapi teap melakukan puasa. sekian terima kasih bannyak sebelumnya.
Wassalam.
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Yang paling tepat dalam masalah ini adalah mengikuti waktu dan jadwal dimana kita berada saat itu. Misalnya Anda pada saat saur ada di wilayah Indonesia atau tepatnya Jakarta, maka sahurlah pada jam sahurnya waktu Jakarta. Katakanlah jam 04.00 wib. Lalu misalnya Anda terbang ke Cairo dan tiba disana 10 jam kemudian, tapi karena ada perbedaan waktu dimana jakarta lebih dahulu 5 jam dari pada Cairo, maka Anda tiba jam 11.00 siang waktu Cairo. Sedangkan ukuran waktu jakarta, saat itu sudah jam 14.00. Bagaimana dengan jadwal buka puasa ? Apakah ikut jadwal buka puasa Jakarta atau ikut Cairo ? Kalau ikut jakarta, maka waktu berbuka tinggal 6 jam lagi (dengan anggapan bahwa maghrib di Jakarta jam 18.00). Tapi kalau ikut waktu Cairo, maka waktu berbuka masih panjang yaitu sekitar 7 jam lagi (dengan anggapan bahwa maghrib di Cairo jam 18.00 waktu cairo). Dan pada saat itu jakarta sudah jam 23.00 malam hari. Jawabannya adalah Anda harus ikut jadwal buka puasa dimana Anda sedang berada, yaitu waktru Cairo, meski untuk itu Anda harus berpuasa selama 19 jam yaitu dari jam 04.00 s/d 23.00). Tapi kalau Anda melakukan perjalanan sebaliknya, maka Anda bisa menghemat 5 jam dari waktu normal. Wallahu a`lam bishshowab.
Wassalamu `alaikum Wr. Wb.
54. Puasa Saat Musim Panas
Assalamu'alaikum
Ana mau tanya tentang bagaimana caranya puasa di saat musim panas yang lamanya bisa mencapai 19 jam dan apa hukumnya?? Jazaakallahu Khairan Katsiran Wassalamu'alaikum wr.wb
Assalamu\'alaikum wr.wb Bismillah, wal hamdulillah, Washshalatu wassalamu ala Rasulillah, wa ba`d. Para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat tentang masalah puasa di wlayah yang siangnya lebih panjang dari malammnya atau sebaliknya. Mereka telah membuat banyak pernyataan dalam kaitan perbedaan musim dan pergantiannya dikaitkan dengan datangnya bulan Ramadhan. Atas kehendak Allah SWT, perhitungan bulan-bulan Hijriyah tidak sama dengan sistem peredaran matahari dan sudut kemiringan bumi terhadap garis edarnya. Sehingga usia 1 tahun hijriyah dengan masehi akan selalu berbeda jumlah harinya. Hal ini akan mengakibatkan efek rotasi dan pergiliran musim terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah sub tropis. Sehingga datangnya bulan Ramadhan akan selalu bergantian antara musim dingin dan musim panas. Sehingga sudah wilayah tidak akan selamanya mendapati Ramadhan di musim dingin saja. Dan sebaliknya tidak selalu di musim panas saja. Selalu ada pergiliran setiap sekian tahun sekali dimana terakadang Ramadhan datang di musim dingin, tepi terkadang Ramadhan datang di musim panas. Sebagaimana kita ketahui bahwa di wilayah sub tropis atau yang lebih utara lagi atau lebih selatan lagi, musim panas akan membuat siang hari lebih lama dari malam hari. Dan musim dingin akan membuat malam menjadi lebih panjang dari siang hari. Hal ini memang akan berpengaruh kepada daya tahan seseorang yang melakukan ibadah puasa. Karena puasa itu dimulai dari masuk waktu shubuh hingga terbenam matahari Majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami pada jalsah ketiga hari Kamis 10 Rabiul Akhir 1402 H betepatan dengan tanggal 4 Pebruari 1982 M. telah menerbitkan ketetapan tentang masalah ini. Selain itu juga ada ketetapn dari Hai`ah Kibarul Ulama di Mekkah al-Mukarramah Saudi Arabia nomor 61 pada tanggal 12 Rabiul Akhir 1398 H. Kedua majelis ini membagi masalah ini menjadi tiga kasus.
1. Pertama : Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada waktu tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam sehari. Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa dan juga shalat disesuaikan dengan jadwal puasa dan shalat wilayah yang terdekat dengannya dimana masih ada pergantian siang dan malam setiap harinya.
2. Kedua : wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat `isya`nya saja dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilannya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu.
3. Ketiga : Wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam kaondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. ... Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri\'tikaf dalam mesjid... (QS. Al-Baqarah : 187).
Sedangkan bila berdasarkan pengalaman berpuasa selama lebih dari 19 jam itu menimbulkan madharat, kelemahan dan membawa kepada penyakit dimana hal itu dikuatkan juga dengan keterangan dokter yang amanah, maka dibolehkan untuk tidak puasa. Namun dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Dalam hal ini berlaku hukum orang yang tidak mampu atau orang yang sakit, dimana Allah memberikan rukhshah atau keringan kepada mereka. "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur\'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda . Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan , maka , sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah : 185).
PENDAPAT LAIN :
Namun ada juga pendapat yang tidak setuju dengan apa yang telah ditetapkan oleh dua lembaga fiqih dunia itu. Diantaranya apa yang dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqo rahimahullah.
Alasannya, apabila perbedaan siang dan malam itu sangat mencolok dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang hanya terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan ? Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di musim dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit ? Karena itu pendapat yang lain mengatakan bahwa di wilayah yang mengalami pergantian siang malan yang ekstrim seperti ini, maka pendapat lain mengatakan :
a. Mengikuti Waktu HIJAZ Jadwal puasa dan shalatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yang paling lama di wilayah itu untuk dijadikan patokan mereka yang ada di qutub utara dan selatan.
b. Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa dan shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yang terdekat. Dimana di negeri ini bertahta Sultan / Khalifah muslim. Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena keduanya adalah hasil ijtihad para ulama.
Wassalamu'alaikum wr.wb
55. Sholat & Puasa Di Alaska
Assalamu'alaikum wr wb Ustad,
saya mempunyai suadara, dia ditugaskan ke Alaska. Disana jadwal sholat susah didapat dan jika dibandingkan dengan di indonesia kelihatannya sangat menyusahkan. Dia pernah merasakan, puasa dimana shubuh jatuh pukul 02.30 pagi dan maghrib pukul 22.00. dan isya jatuh pada pukul 23.00. Saudara saya, tidak kuat melaksanakan puasa pada saat itu, bahkan untuk sholat saja, sering kali berlubang... Mohon pencerahan atas masalah tersebut ? Jazakallah
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Masalah ini telah pernah kami bahas dalam konsultasi sebelumnya. Intinya, khusus untuk mereka yang tinggal di wilayah kutub utara, selatan dan sekitarnya, ada tiga kategori bentuk penentuan jadwal shalat dan puasa. Untuk lebih rincinya, kami kutipkan pembahasan masalah ini :
Para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat tentang masalah puasa di wlayah yang siangnya lebih panjang dari malammnya atau sebaliknya. Mereka telah membuat banyak pernyataan dalam kaitan perbedaan musim dan pergantiannya dikaitkan dengan datangnya bulan Ramadhan. Atas kehendak Allah SWT, perhitungan bulan-bulan Hijriyah tidak sama dengan sistem peredaran matahari dan sudut kemiringan bumi terhadap garis edarnya.
Sehingga usia 1 tahun hijriyah dengan masehi akan selalu berbeda jumlah harinya. Hal ini akan mengakibatkan efek rotasi dan pergiliran musim terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah sub tropis. Sehingga datangnya bulan Ramadhan akan selalu bergantian antara musim dingin dan musim panas. Sehingga sudah wilayah tidak akan selamanya mendapati Ramadhan di musim dingin saja.
Dan sebaliknya tidak selalu di musim panas saja. Selalu ada pergiliran setiap sekian tahun sekali dimana terakadang Ramadhan datang di musim dingin, tepi terkadang Ramadhan datang di musim panas. Sebagaimana kita ketahui bahwa di wilayah sub tropis atau yang lebih utara lagi atau lebih selatan lagi, musim panas akan membuat siang hari lebih lama dari malam hari.
Dan musim dingin akan membuat malam menjadi lebih panjang dari siang hari. Hal ini memang akan berpengaruh kepada daya tahan seseorang yang melakukan ibadah puasa. Karena puasa itu dimulai dari masuk waktu shubuh hingga terbenam matahari Majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami pada jalsah ketiga hari Kamis 10 Rabiul Akhir 1402 H betepatan dengan tanggal 4 Pebruari 1982 M.
Telah menerbitkan ketetapan tentang masalah ini. Selain itu juga ada ketetapn dari Hai`ah Kibarul Ulama di Mekkah al-Mukarramah Saudi Arabia nomor 61 pada tanggal 12 Rabiul Akhir 1398 H. Kedua majelis ini membagi masalah ini menjadi tiga kasus.
1. Pertama : Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada waktu tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam sehari. Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa dan juga shalat disesuaikan dengan jadwal puasa dan shalat wilayah yang terdekat dengannya dimana masih ada pergantian siang dan malam setiap harinya.
2. Kedua : wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat `isya`nya saja dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilannya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu.
3. Ketiga : Wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam kaondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. ... Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri\'tikaf dalam mesjid... (QS. Al-Baqarah : 187).
Sedangkan bila berdasarkan pengalaman berpuasa selama lebih dari 19 jam itu menimbulkan madharat, kelemahan dan membawa kepada penyakit dimana hal itu dikuatkan juga dengan keterangan dokter yang amanah, maka dibolehkan untuk tidak puasa. Namun dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Dalam hal ini berlaku hukum orang yang tidak mampu atau orang yang sakit, dimana Allah memberikan rukhshah atau keringan kepada mereka. \"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur\'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda . Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan , maka , sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah : 185).
PENDAPAT LAIN :
Namun ada juga pendapat yang tidak setuju dengan apa yang telah ditetapkan oleh dua lembaga fiqih dunia itu. Diantaranya apa yang dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqo rahimahullah. Alasannya, apabila perbedaan siang dan malam itu sangat mencolok dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang hanya terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan ? Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di musim dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit ? Karena itu pendapat yang lain mengatakan bahwa di wilayah yang mengalami pergantian siang malan yang ekstrim seperti ini, maka pendapat lain mengatakan :
a. Mengikuti Waktu HIJAZ Jadwal puasa dan shalatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yang paling lama di wilayah itu untuk dijadikan patokan mereka yang ada di qutub utara dan selatan.
b. Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa dan shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yang terdekat. Dimana di negeri ini bertahta Sultan / Khalifah muslim. Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena keduanya adalah hasil ijtihad para ulama.
Wallahu a`lam bis-shawab. Wassalamu `alaikum Wr. Wb.
56. Berpuasa Di Daerah Kutub
Assalaamu`alaikum warahamatullaahi wabarakatuh,
alhamdulillah, ana mau tanya, bagaimanakah puasa muslim yang berada di belahan bumi yang siangnya sangat panjang atau sebaliknya malam yang sangat panjang, misalnya di daerah kutub? apakah ada ketentuan lain? tolong dengan dalil yang rinci.
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d
Masalah ini telah pernah kami bahas dalam konsultasi sebelumnya. Intinya, khusus untuk mereka yang tinggal di wilayah kutub utara, selatan dan sekitarnya, ada tiga kategori bentuk penentuan jadwal shalat dan puasa. Untuk lebih rincinya, kami kutipkan pembahasan masalah ini :
Para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat tentang masalah puasa di wilayah yang siangnya lebih panjang dari malammnya atau sebaliknya. Mereka telah membuat banyak pernyataan dalam kaitan perbedaan musim dan pergantiannya dikaitkan dengan datangnya bulan Ramadhan. Atas kehendak Allah SWT, perhitungan bulan-bulan Hijriyah tidak sama dengan sistem peredaran matahari dan sudut kemiringan bumi terhadap garis edarnya. Sehingga usia 1 tahun hijriyah dengan masehi akan selalu berbeda jumlah harinya. Hal ini akan mengakibatkan efek rotasi dan pergiliran musim terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah sub tropis. Sehingga datangnya bulan Ramadhan akan selalu bergantian antara musim dingin dan musim panas. Sehingga sudah wilayah tidak akan selamanya mendapati Ramadhan di musim dingin saja. Dan sebaliknya tidak selalu di musim panas saja. Selalu ada pergiliran setiap sekian tahun sekali dimana terakadang Ramadhan datang di musim dingin, tepi terkadang Ramadhan datang di musim panas. Sebagaimana kita ketahui bahwa di wilayah sub tropis atau yang lebih utara lagi atau lebih selatan lagi, musim panas akan membuat siang hari lebih lama dari malam hari. Dan musim dingin akan membuat malam menjadi lebih panjang dari siang hari. Hal ini memang akan berpengaruh kepada daya tahan seseorang yang melakukan ibadah puasa. Karena puasa itu dimulai dari masuk waktu shubuh hingga terbenam matahari Majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami pada jalsah ketiga hari Kamis 10 Rabiul Akhir 1402 H betepatan dengan tanggal 4 Pebruari 1982 M. telah menerbitkan ketetapan tentang masalah ini. Selain itu juga ada ketetapn dari Hai`ah Kibarul Ulama di Mekkah al-Mukarramah Saudi Arabia nomor 61 pada tanggal 12 Rabiul Akhir 1398 H. Kedua majelis ini membagi masalah ini menjadi tiga kasus.
1. Pertama : Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada waktu tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam sehari. Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa dan juga shalat disesuaikan dengan jadwal puasa dan shalat wilayah yang terdekat dengannya dimana masih ada pergantian siang dan malam setiap harinya.
2. Kedua : wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat `isya`nya saja dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilannya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu.
3. Ketiga : Wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam kondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri\'tikaf dalam mesjid... (QS. Al-Baqarah : 187).
Sedangkan bila berdasarkan pengalaman berpuasa selama lebih dari 19 jam itu menimbulkan madharat, kelemahan dan membawa kepada penyakit dimana hal itu dikuatkan juga dengan keterangan dokter yang amanah, maka dibolehkan untuk tidak puasa. Namun dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Dalam hal ini berlaku hukum orang yang tidak mampu atau orang yang sakit, dimana Allah memberikan rukhshah atau keringan kepada mereka. "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda . Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan , maka , sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah : 185).
PENDAPAT LAIN :
Namun ada juga pendapat yang tidak setuju dengan apa yang telah ditetapkan oleh dua lembaga fiqih dunia itu. Diantaranya apa yang dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqo rahimahullah. Alasannya, apabila perbedaan siang dan malam itu sangat mencolok dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang hanya terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan ? Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di musim dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit ? Karena itu pendapat yang lain mengatakan bahwa di wilayah yang mengalami pergantian siang malan yang ekstrim seperti ini, maka pendapat lain mengatakan :
a. Mengikuti Waktu HIJAZ
Jadwal puasa dan shalatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yang paling lama di wilayah itu untuk dijadikan patokan mereka yang ada di qutub utara dan selatan.
b. Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat
Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa dan shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yang terdekat. Dimana di negeri ini bertahta Sultan / Khalifah muslim. Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena keduanya adalah hasil ijtihad para ulama.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
0 Response to "H. Puasa dalam Berbagai Kondisi"
Posting Komentar