C. Paradigma Negara Penjajah
Menikmati ‘Sepotong Kue’ Wilayah Dunia Timur (Paradigma Negara Penjajah)
Suatu babak baru dalam sejarah dunia – dan juga dalam sejarah Indonesia — timbul pada tahun 1494, sewaktu Paus Alexander VI Borgia mengeluarkan Dekrit Tordesilas, dua tahun setelah ‘ditemukannya’ benua Amerika oleh Christophorus Columbus. Dalam Dekrit ini secara jelas dinyatakan bahwa dunia sebelah timur pulau Tordesilas di Samudera Atlantik diberikan kepada kerajaan Portugal, dan sebelah baratnya kepada kerajaan Sepanyol. Dengan ‘kekuatan’ Dekrit inilah kedua superpower abad ke 15 tersebut menjelajahi seluruh dunia, untuk mewujudkan claim mereka ke dalam kenyataan.
Dekrit Tordesilas 1494 ini dijabarkan lebih lanjut oleh para ahli hukum internasional, antara lain oleh Hugo de Groot atau Grotius, dengan konsep rex nullius, yang menyatakan bahwa muka bumi ini tidak ada yang punya dan dapat direbut oleh siapa saja. Seiring dengan itu dikembangkan konsep rex regalia, bahwa wilayah yang direbut oleh suatu ekspedisi suatu kerajaan, wilayah tersebut secara yuridis dinyatakan menjadi milik dari raja dari pasukan ekspedisi tersebut dan bukan milik mereka. Konstruksi domein verklaring dalam Agrarische Wet tahun 1870 secara konseptual bersumber dari teori ini.
Demikianlah, pada tahun 1511, pelaut Portugis di bawah komando Alfonso d’Albuquerque datang di Melaka, untuk disusul oleh pelaut dari kerajaan-kerajaan Eropa lainnya, yang ingin menikmati ‘sepotong kue’ wilayah dunia Timur.
Kerajaan Belanda adalah kerajaan Eropa yang paling sukses dalam merebut wilayah masyarakat hukum adat, suku bangsa, serta kerajaan –kerajaan di kepulauan Indonesia ini, dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan mengadu-domba sesama masyarakat hukum adat, suku-suku bangsa serta kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia sendiri. Bersama dengan kerajaan Portugal, kerajaan Belanda telah ‘menyumbangkan’suatu jargon politik yang bukan saja sangat terkenal tetapi juga sangat efektif dalam menghadapi suatu bangsa yang bermasyarakat majemuk, yaitu divide et impera. Dengan strategi divide et impera itulah Kerajaan Belanda membangun Pax Neerlandica di Indonesia selama 300 tahun (bukan menjajah selama 300 tahun tetapi usaha untuk menguasai kepulauan nusantara (Pax Neerlandica) yang membutuhkan waktu 3 abad), berhasil menyatukan dan menundukkan seluruh Kepulauan Indonesia di bawah kedaulatan Kerajaan Belanda sampai tahun 1942, sewaktu Panglima KNIL Jenderal Ter Poorten mengadakan kapitulasi tanpa syarat kepada Balatentara Jepang di lapangan Kalijati, Bandung.
‘Kinerja’ rezin kolonial Hindia Belanda tersebut lumayan relevan dalam proses pertumbuhan bangsa dan negara di kepulauan Indonesa. Sewaktu para Pendiri Negara mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, para beliau [akhirnya] bersepakat bahwa wilayah negara [kesatuan] Republik Indonesia yang akan dibentuk itu adalah eks wilayah Hindia Belanda dahulu, walau ada gagasan untuk mencakup kawasan yang lebih luas, sampai di Madagaskar, Malaya, dan Filipina.
Dinyatakannya seluruh wilayah eks Hindia Belanda sebagai wilayah Republik Indonesia, apakah dengan sendirinya berarti juga diambil alihnya konstruksi penguasaan dunia a la Deklarasi Tordesilas 1494, atau konstruksi rex nullius dan rex regalia dari Huogo de Groot serta domein verklaring Hindia Belanda?
Dan apakah negara [kesatuan] Republik Indonesia kelanjutan dari kaulanegara dan pseudo-negara Hindia Belanda?
0 Response to "C. Paradigma Negara Penjajah"
Posting Komentar