Ikhtishar
A. Pengertian
1. Bahasa
2. Istilah
B. Jenis Ma’din
1. Bisa Diolah dan Dibentuk
2. Bentuk Cair
3. Selain Keduanya
C. Masyru’iyah Zakat Ma’din
A. Pengertian
1. Bahasa
Istilah ma’din (مَعْدِن) adalah bentuk mufrad (tunggal) dari ma’adin ( مَعَادِن ), di dalam kamus diartikan :
مَوْضِعُ اسْتِخْرَاجِ الْجَوْهَرِ مِنْ ذَهَبٍ وَنَحْوِهِ
Tempat dikeluarkannya perhiasan baik berupa emas atau yang lainnya.2. Istilah
Sedangkan secara istilah fiqih, ma’din sering didefinisikan oleh para ulama, diantaranya oleh Al-Buhuty :
كُل مَا تَوَلَّدَ فِي الْأَرْضِ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهَا لَيْسَ نَبَاتًا
Semua harta yang terkandung di dalam tanah yang bukan jenis tanah dan bukan tumbuhan. Maksudnya ma’din adalah benda atau barang berharga dari hasil tambang yang di dapat dari dalam tanah.
B. Yang Termasuk Ma’din
Ketika menetapkan benda apa saja yang termasuk ke dalam kategori ma’din yang terkena kewajiban zakat dan benda apa saja yang tidak terkena kewajiban zakat, para ulama sedikit berbeda pendapat.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa ma’din itu terdiri dari tiga jenis benda. Pertama, benda-benda yang bisa dibentuk dengan cara dilelehkan atau dicairkan dengan api, seperti besi, emas, kuningan, tembaga dan sejenisnya. Kedua, yang berwujud benda cair bernilai ekonomis yang dikeluarkan dari dalam bumi seperti minyak bumi dan aspal. Menurut mazhab ini, jenis yang kedua ini tidak ada kewajiban zakat atasnya. Ketiga, yang bukan termasuk kategori pertama dan kedua, seperti permata, batu rubi, mutiara, fairuz, celak kapur, gips, dan yang lainnya.
2. Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah
Sedangkan mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah membagi barang yang termasuk ke dalam kategori ma’din ini menjadi dua. Pertama adalah ma’din zhahir (المعدن الظاهر), yaitu barang tambang yang keluar dari dalam bumi tanpa memerlukan proses panjang langsung bisa dimanfaatkan, seperti minyak bumi dan belerang. Kedua adalah ma’din bathini (المعدن الباطني), yaitu barang tambang yang keluar dari dalam bumi, namun belum bisa langsung bermanfaat kecuali setelah melalui proses pengolahan yang panjang. Misalnya emas, perak, besi, tembaga dan sebagainya.
Kedua mazhab ini sepakat dalam istilah ma’din, namun tidak sepakat pada penetapan jenis ma’din yang manakah yang wajib dizakati. Dalam pandangan mazhab Asy-Syafi’iyah, jenis ma’din yang wajib dikeluarkan zakatnya terbatas hanya pada dua benda, yaitu emas dan perak saja. Itu pun tidak berlaku manakala jumlahnya tidak mencapai nisab, yaitu minimal seberat 85 gram. Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Hanabilah, semua jenis ma’din di atas itu mewajibkan zakat, tanpa dibeda-bedakan. Mazhab ini menggunakan ayat Al-Quran Al-Kariem dalam makna yang umum, yaitu :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. At-Taubah : 34)3. Pendapat Al-Qaradawi
Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam kitab Fiqhuzzakah, menyebutkan tiga kriteria benda yang bisa dimasukkan ke dalam zakat ma’din. Pertama, ma’din yang bisa diolah bentuknya dengan dilelehkan atau dicairkan. Kedua, ma’din yang berbentuk cair dan yang ketiga adalah ma’din yang selain dari keduanya.
a. Bisa Diolah dan Dibentuk
Jenis yang pertama ini di antaranya adalah emas (Au), perak (Ag), Tembaga (Cu), besi (Fe), timbal (Pb), timah (Sn), nikel (Ni) dan lainnya. Umumnya jenis ini merupakan logam yang bisa dibentuk sesuai dengan keinginan, tentunya punya nilai jual tersendiri.
b. Bentuk Cair
Diantara contoh ma’din yang cair dan berharga terutama adalah minyak bumi, yang di masa sekarang ini sejajar dengan nilai emas. Sebab minyak bumi sampai hari ini masih menjadi andalan sebagai sumber energi yang paling utama di muka bumi. Perang di masa modern ini bukan lagi memperebutkan emas tetapi memperebutkan minyak bumi. Orang mengatakan bahwa minyak bumi adalah emas hitam, karena wujud fisiknya ketika baru keluar dari dalam perut bumi berwarna hitam.
Negara penghasil minyak bumi terbesar saat ini (data 2006) adalah Saudi Arabia, dengan total porduksi mencapai 10 jutaan barrel (10,665) dalam sehari. Dan Saudi Arabia juga sekaligus menjadi negara pengekspor minyak terbesar di dunia, yaitu mencapai 8 jutaan barrel sehari. Nomor dua adalah Rusia dengan total produksi kurang lebih 9,667 juta barrel perhari, dan yang mereka ekspor sekitar 6,565 juta barret perhari. Menempati ranking ketiga adalah Amerika Serikat dengan total jumlah produksi mencapai 8,331 juta barrel perhari, tetapi seluruh produksi itu digunakan sendiri untuk kepentingan rakyatnya. Amerika tidak mengekspor minyak ke luar negeri. Yang mereka ekspor antara lain adalah senjata pembunuh nyawa manusia, baik secara legal maupun lewat pasar gelap (black market).
c. Selain Keduanya
Misalnya pasir, lumpur, dan bebatuan lainnya, termasuk bebatuan yang berharga, seperti berlian, batu rubi, mutiara, pirus dan lainnya. Benda-benda ini sepanjang zaman telah dijadikan sebagai koleksi para orang kaya, diperjual-belikan dengan harga yang tinggi. Yang cukup mahal harganya sekarang adalah batubara. Batu ini adalah salah satu bahan bakar yang konon terbentuk dari fosil di zaman purbakala. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Para ahli memperkirakan bahwa nilai energi cadangan dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules. Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt, terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun. British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 × 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi).
Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru. Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).
C. Masyru’iyah Zakat Ma’din
Di dalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan tentang kewajiban untuk membayar zakat atas apa-apa yang dihasilkan dari dalam bumi.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. At-Taubah : 34)Ma’din adalah apa-apa yang telah Allah SWT keluarkan dari perut bumi. Maka ada kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya, sesuai dengan ayat ini.
D. Kadar Zakat
Para ulama tidak mencapai kata sepakat tentang berapa besaran kewajiban zakat atas benda-benda yang termasuk ma’din ini. Sebagian menyebutkan 1/5 bagian atau 20 % seperti zakat rikaz, sebagian lagi menyebutkan 1/40 bagian atau 2,5% seperti zakat emas. Dan ada juga kalangan yang menafikan adanya zakat ma’din ini, dengan alasan bahwa benda-benda seperti itu menjadi hak negara dan bukan hak orang per orang.
1. Pendapat 20%
Kalangan yang berpendapat bahwa zakat ma’din ini besarnya adalah 1/5 atau 20 %, sebagaimana zakat rikaz di antaranya adalah mazhab Al-Hanafiyah. Dasarnya karena mereka menyamakan antara harta yang termasuk ma’din ini dengan harta rikaz. Sehingga dalil yang mereka gunakan adalah dalil zakat rikaz, yaitu sabda Rasulullah SAW :
وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Zakat rikaz adalah seperlima (HR.Bukhari)Dengan menggunakan dalil ini, siapa saja yang punya pemasukan dengan usaha menambang emas, perak, tembaga, besi, timbal, timah , nikel dan sejenisnya, maka wajib dikeluarkan sebesar 20% dari nilai total yang didapat. Demikian juga bila hartanya berbentuk minyak bumi, pasir dan apa pun yang termasuk kriteria harta ma’din. Namun dalam mazhab Al-Hanafiyah, ma’din dalam bentuk cair seperti minyak bumi dan aspal tidak ada kewajiban zakatnya. Mazhab Al-Hanafiyah juga tidak mensyaratkan haul untuk zakat ma’din. Maka zakatnya langsung dikeluarkan begitu seseorang mendapatkannya, tanpa harus menunggu masa kepemilikan selama satu tahun, seperti layaknya zakat emas dan perdagangan.
2. Pendapat 2,5%
Sedangkan pendapat para ulama di kalangan mazhab Asy-Syafi’iyah agak terbelah. Sebagian berpendapat sebagaimana disebutkan oleh Al-Mawardi, cenderung menetapkan zakat atas barang-barang yang termasuk ma’din ini sebesar 2,5% atau 1/40. Namun dalam mazhab ini juga ada para ulama yang menetapkan 20% atau 1/5 buat zakat ma’din.
3. Tergantung Cara Mendapatkannya
Pendapat ketiga adalah pendapat yang menyebutkan bahwa besar prosentase zakat ma’din kadang-kadang 20% dan kadang-kadang 2,5%. Semua tergantung dari bagaimana cara mendapatkannya. Kalau untuk mendapatkannya harus melalui proses yang menyulitkan atau memberatkan (ta’ab), maka kadar zakatnya cukup 2,5% atau 1/40 bagian saja. Sebaliknya, bila cara mendapatkan manfaatnya tidak menyulitkan dan juga tidak memberatkan, kadar zakatnya adalah 20% atau 1/5 bagian.
E. Ma’din Laut
Para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban zakat atas ma’din yang bersumber dari laut.
1. Jumhur
Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan sebagian dari ulama Al-
Hanabilah berpendapat bahwa semua barang ma’din yang bersumber dari laut itu tidak ada kewajiban zakat atasnya. Yang juga ikut mendukung fatwa ini adalah Umar bin Abdul Aziz, dan Al-Hasan Al-Bashri Dasarnya adalah fatwa dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu yang menyebutkan bahwa tidak ada zakat atas ‘anbar atau ikan paus. Oleh karena itu, semua hasil laut berupa ma’din pun ikut juga hukumnya, yaitu tidak ada zakatnya.
إِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ دَسَرَهُ الْبَحْرُ لَيْسَ فِيْهِ شَيْءٌ
Ikan paus itu adalah sesuatu yang dihempaskan laut, tidak ada kewajiban zakat atasnya.Selain itu juga ada fatwa dari Jabir bin Abdullah radhiyallahuanhu :
لَيْسَ الْعَنْبَرُ بِغَنِيْمَةٍ هُوَ لِمَنْ أَخَذَهُ
Ikan paus itu bukan termasuk harta rampasan perang. Ikan itu sepenuhnya menjadi hak yang menemukannya.2. Sebagian Mazhab Al-Hanabilah
Sementara sebagian ulama di kalangan mazhab Al-Hanabilah dan juga Abu Yusuf dari mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa ma’din dari hasil laut tetap ada kewajiban zakatnya. Yang menarik, dalil yang mereka gunakan juga samasama fatwa dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu juga.
إِنْ كَانَ فِيْهِ شَيْءٌ فَفِيْهِ الْخُمُس
Bila di dalamnya ada sesuatu, maka ada kewajiban zakatnya sebesar seperlimaDr. Yusuf Al-Qaradawi menyebutkan boleh jadi adanya dua fatwa yang berbeda dari seorang shahabat Nabi SAW adalah karena beliau mengubah pendiriannya, lantaran menemukan dalil dan fakta yang berbeda di dua waktu yang berbeda. Selain itu juga ada fatwa dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu, ketika menjawab pertanyaan seseorang tentang ikan paus yang terdampar di pantai, apakah ada kewajiban untuk membayar zakatnya. Dan jawaban dari Umar saat itu adalah :
أَنَّهُ مَال اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَفِيْهِ الْخُمُسُ
Ikan paus itu termasuk harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan ada kewajiban zakat seperlimaF. Ikan Hasil Tangkapan Laut
Sebagian ulama yang memandang adanya kewajiban zakat atas ma’din yang bersumber dari laut, juga memandang bahwa selain ikan paus, ikan-ikan selain paus pun terkena kewajiban zakat, apabila ditangkap dan memberikan pemasukan. Adalah Umar bin Abdul Aziz yang diriwayatkan telah menetapkan zakat atas ikan-ikan hasil tangkapan, yaitu apabila jumlah yang ditangkap melebihi 200 dirham. Dan diriwayatkan hal yang sama dari Al-Imam Ahmad. Dr. Yusuf Al-Qaradawi juga berpendapat yang kurang lebih sama, dimana beliau menekankan kewajiban zakat atas hasil tangkapan ikan, bagi nelayan besar yang diback-up oleh perusahaan ikan yang besar.
0 Response to "L. Zakat Ma'din"
Posting Komentar