R. Miskin



Ikhtishar
A. Pengertian
1. Bahasa
2. Istilah

B. Pengemis Belum Tentu Miskin

C. Standar Kemiskinan

D. Ketidakadilan : Sumber Kemiskinan


A. Pengertian
Untuk mengetahui hakikat miskin, kita perlu membuka kamus terlebih dahulu untuk mengetahui makna miskin secara bahasa. Tentu saja kita juga perlu membuka kitab-kiab fiqih yang muktamad untuk juga mengenal makna miksin secara istilah.

1. Bahasa
Secara bahasa, menurut Ibnul Manzdhur dalam kamus Lisanul Arab, kata miskin itu berasal dari kata al-maskanah ( المسكنة ) yang artinya kerendahan, al-khudhu’ ( الخضوع ) yang artinya sub-ordinasi dan adz-dzull ( الذل ) yang bermakna juga kerendahan. 64

Al-Fairuz Abadi dalam kamus Al-Muhith menyebutkan bahwa miskin adalah orang yang tidak punya harta apapun 64 Lisanul Arab oleh Ibnul Mandzhur jlid 3 halaman 216 ( من لا شىء له ). Miskin juga bermakna kerendahan dan kelemahan.65

2. Istilah
Sedangkan secara istilah dalam disiplin ilmu fiqih, kata miskin didefinisikan dengan beberapa ungkapan yang berbeda-beda oleh para ulama.

a. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah
Kedua mazhab ini menyebutkan bahwa makna istilah miskin maksudnya adalah orang yang tidak punya harta apa pun ( من لا یملك شیئا ).

b. Mazhab Asy-Syafi’iyah
Mazhab ini mengungkapkan istilah miskin sebagai orang yang memiliki sekadar harta atau penghasilan, yang bisa menutup kebutuhan tertentu tetapi belum mencukupi.67

c. Mahzab Al-Hanabilah
Mazhab ini mengungkapkan istilah miskin sebagai orang dengan kategori sudah punya harta dan hartanya itu bisa mencukupi banyak hal dari kebutuhannya meski belum semua, setidaknya di atas 50 persen dari kebutuhan.68

Orang yang tidak punya harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, namun masih ada sedikit kemampuan untuk mendapatkannya. Dia punya sesuatu yang bisa menghasilkan kebutuhan dasarnya, namun dalam jumlah yang teramat kecil dan jauh dari cukup untuk sekedar menyambung hidup dan bertahan. Dari sini bisa kita komparasikan ada sedikit perbedaan antara faqir dan miskin, yaitu bahwa keadaan orang faqir itu lebih buruk dari orang miskin. Sebab orang miskin masih punya kemungkian pemasukan meski sangat kecil dan tidak mencukupi. Sedangkan orang faqir memang sudah tidak punya apa-apa dan tidak punya kemampuan apapun untuk mendapatkan hajat dasar hidupnya.

65 Qamus Al-Muhith oleh Al-Fairuz Abadi
66 Hasyyatu Ibnu Abidini jilid 2 halaman 59
67 Mughni Muhtaj jilid 3 halaman 108
68 Kasysyaf Al-Qinaa’ jilid 2 halaman 282


Pembagian kedua istilah ini bukan sekedar mengadaada, namun didasari oleh firman Allah SWT berikut ini :

أَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِيْنَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut. (QS. Al-Kahfi : 79)

Di ayat ini disebutkan bahwa orang-orang miskin itu masih punya pekerjaan yaitu mencari ikan di laut. Artinya meski mereka miskin, namun mereka masih punya hal yang bisa dikerjakan, masih punya penghasilan dan pemasukan, meski tidak mencukupi apa yang menjadi hajat kebutuhan pokoknya.

Namun Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah menyatakan sebaliknya, bahwa orang miskin itu lebih buruk keadaannya dari orang faqir. Hal ini didasarkan kepada makna secara bahasa dan juga nukilan dari ayat Al-Quran juga.

أَوْمِسْكِيْنًا ذامَتْرَبَةٍ
atau kepada orang miskin yang sangat fakir.(QS. Al-Balad : 16)

B. Pengemis Belum Tentu Miskin
Seringkali orang mengira bahwa orang miskin itu adalah para peminta-minta yang berkeliaran di jalan. Padahal Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang meminta-minta itu belum tentu sebenarnya dia orang miskin.

لَيْسَ الْمِسْكِيْنُ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَنتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ وَلَكِنَّ الْمِسْكِيْنَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى غْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُومُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Bukanlah orang yang miskin itu orang yang meminta-minta kepada manusia untuk diberi satu atau dua suap makanan, dan satu atau dua butir kurma. Akan tetapi orang yang miskin itu adalah orang yang tidak memiliki (rasa cukup dalam hatinya yang membuat dirinya tidak memintaminta kepada orang lain) dan orang yang tidak menyembunyikan keadaannya, sehingga orang bersedekah kepadanya tanpa dia meminta-minta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Nyaris di setiap kota besar selalu ada pengemis, jumlahnya bukan satu dua, tetapi bisa ratusan bahkan ribuan. Mereka berkeliaran di berbagai tempat strategis, seperti perempatan jalan, toko, pasar bahkan masjid dan kuburan.

Sudah bukan rahasia bahwa para pengemis ini tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan menjadi sebuah jaringan besar, lengkap dengan para koodinator lapangan, pimpinan dan jaminan keamanan dari berbagai pihak. Setiap pengemis yg tergabung dalam suatu kelompok, wajib menyetorkan pendapatan hasil mengemisnya kepada sang koordinator (mafia).

Disebut mafia karena melibatkan banyak pihak namun secara hukum sulit untuk menjeratnya. Dan biasanya mereka berdalih membantu dan menolong para pengemis dengan menyediakan transfortasi, pemondokan, dan lainnya.

Maka uang setoran yg dikutip, alasannya adalah sebagai pengganti biaya akomodasi dan biaya lainnya. Kemudian, alasan mengemis ini juga bermacam ragamnya. Ada yg mengusung orang cacat, bantuan masjid, bantuan anakyatim, dan sebagainya.Dan tidak jarang pula yg sekedar berpurapura cacat.

Pernah ketahuan seorang pemuda yang ganti profesi menjadi pengemis, padahal sebelumnya orang tahu dia bekerja sebagai kuli bangunan. Dan pemuda itu sehat tanpa penyakit berat. Ketika ditanya kepadanya kenapa ia berganti profesi menjadi seorang pengemis, jawabannya ternyat mengagetkan.

Bekerja sebagai kuli cuma maksimal Rp. 20.000,-, sedangkan menjadi pengemis, jumlah Rp. 20.000 itu adalah penghasilan seminim-minimnya. Biasanya bisa dapat tiga atau empat kali lipat lebih banyak. Sementara mengemis itu tidak menguras tenaga.

Kenapa pula mesti kerja keras dengan cucuran keringat, jika penghasilan yang didapat lebih kurang dengan yang didapat cuma dengan duduk-duduk sambil mengulurkan tangan?

C. Standar Kemiskinan
Dalam skala Indonesia, negeri ini punya prestasi kemiskinan yang lumayan parah. Ada banyak stantar yang kita bisa pakai, seperti Biro Pusat Statistik, Bank Dunia dan lainnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2006 menunjukkan bahwa orang miskin berjumlah 39,05 juta jiwa. Jumlah ini sama dengan 17% dari jumlah penduduk. Kriterianya, orang miskin itu adalah mereka yang berpenghasilan di bawah Rp. 153 ribu rupiah per bulan.

Lembaga Indonesia Bangkait sedikit menaikkan standar kemiskinan itu menjadi Rp. 159 ribu rupiah. Dengan standar itu, jumlah orang miskin di negeri muslim terbesar ini berubah menjadi 45,9 juta jiwa. ank Dunia mempunyai standar bahwa orang miskin adalah mereka yang berpenghasilan di bawah 2 USD per hari atau 60 USD dalam sebulan. Kalau pakai standar itu, maka jumlah orang miskin di negeri ini bertambah menjadi 100 juta jiwa.

Sebenarnya Bank Dunia punya dua kategori dalam mendefinisikan kemiskinan, yaitu kemiskinan dan kemiskinan menengah. Kemiskinan absolut dirumuskan sebagai hidup dengan pendapatan di bawah 1 USD per hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari Dengan batasan ini maka pada tahun 2001 ada sekitar 1,1 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari 1 USD hari
dan 2,7 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari 2 USD per hari.69

Berdasarkan standar tersebut, berarti ada sekiar 21% dari penduduk dunia ini yang berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.70 Dalam kalau menggunakan pendapat sebagian ulama yang menyebutkan orang yang hartanya belum mencapai nishab adalah termasuk orang miskin, maka di negeri tercinta ini jumlah orang miskin menjadi 200 juta jiwa.

D. Ketidakadilan : Sumber Kemiskinan
Banyak kalangan ilmuwan barat menuding bahwa jumlah populasi manusia menjadi penyebab tingginya angka 69 The World Bank, 2007, Understanding Poverty 70
http://www.developmentgoals.org/Poverty.htm#percapita

kemiskinan. Berangkat dari teori seorang pendeta Kristen yang bernama Thomas Robert Malthus, yang menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, atau tingkat geometric, yaitu (1, 2, 4, 8, 16, 32 dst…), sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung atau tingkat aritmetik, yaitu (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 …).

Tentu saja teori sang Pendeta ini sudah tumbang dan tidak lagi dipakai di masa kini. Sebab ternyata ketersediaan pangan di dunia ini sangat besar, apalagi dunia teknologi sudah merambah teknologi pangan. Di masa lalu, untuk bisa makan daging ayam, kita perlu menunggu berbulan-bulan dari anak ayam yang menetas dari telurnya sampai bisa disembelih. Tetapi hari in, hanya butuh 30 hari saja, seekor ayam dari telur sudah bisa dimakan.

Kemiskinan di dunia bukan karena jumlah populasi manusia semakin meningkat, melainkan karena berbagai praktek ketidak-adilan yang dipamerkan oleh sistem kapitalis yang semakin menjadi trend dari berbagai pemerintahan dunia.

Sebuah studi dari World Institute di United Nations University melaporkan njomplangnya kondisi Afrika dibandingkan belahan bumi lainnya. Sebanyak 1 persen orang terkaya dunia menguasai 40 persen aset global, bahkan 10 persen orang terkaya dunia menguasai 85 persen aset dunia.

Sebaliknya, Bank Dunia mencatat pada 2008 sebanyak 1,4 miliar orang hidup dengan US$1,25 per hari. Itu mencakup hampir 15 persen dari populasi dunia atau hampir 1 miliar orang. Meski begitu, sejak 2001 sebanyak 192 negara anggota PBB mulai mengikuti program "Millennium Development Goal" dengan tujuan memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan.

Metode yang digunakan untuk menentukan kekayaan negara adalah membandingkan standar hidup penduduk satu negara secara keseluruh dengan menggunakan produk domestik bruto (PDB) per kapita yang didasarkan pada paritas atau keseimbangan daya beli secara internasional.



Related Posts:

0 Response to "R. Miskin"

Posting Komentar