A. Pengertian Zakat


1. Bahasa
Secara bahasa, kata zakat punya beberapa makna, antara lain bermakna kesucian, pujian ( تزكية ), bertambah ( الزِّيَادَهُ ) tumbuh ( النَّمَاءُ ), perbaikan ( صَلاح ) dan barakah atau keberkahan ( بَرَكة )

Zakat dengan makna kesucian beberapa kali disebutkan di dalam Al-Quran :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
Beruntunglah orang yang mensucikannya. (QS. Asy-Syams : 9)

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى
Beruntunglah orang yang mensucikan dirinya (QS. Al-A'la : 14)

Zakat dalam makna perbaikan ( صلاح ) disebutkan contohnya oleh Al-Farra' di dalam Al-Quran pada ayat berikut :

فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًامِنْهُ زَكَاةً
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik sebagai perbaikan (QS. Al-Kahfi : 81)

Dan akar kata zakat dari zakka – yazukku ( زكّى – يَزُكُّو ) juga bermakna pujian, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :

فَلَاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ
Maka janganlah kalian memuji diri kalian sendiri (QS. An-Najm : 32)

Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Hawi mengatakan bahwa istilah zakat adalah istilah yang telah dikenal secara ‘urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam datang. Dan bahkan sering disebut-sebut dalam syi’ir-syi’ir Arab jahili sebelumnya.

Hal yang sama dikemukakan oleh Daud Az-Zhahiri yang mengatakan bahwa kata zakat itu tidak punya sumber makna secara bahasa. Kata zakat itu merupakan 'urf dari syariat Islam.

2. Istilah
Dari mazhab-mazhab ulama yang empat, kita menemukan definisi zakat dalam kitab-kitab muktamad mereka, dengan definisi dan batasan yang berbeda-beda.

a. Al-Hanafiyah
Secara pemahaman dalam ilmu syariah, mazhab Al-Hanafiyah mempunyai batasan tentang istilah zakat dengan definisi berikut :

تَمْلِيْكُ جُزْءِ مَالٍ مَخْصُوصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوصٍ لِشَخْصٍ مَخْصُوصٍ عَيَّنَهُ الشَّارِعُ لِوَجْهِ اللّٰهِ تَعَالَى
Pemilikan bagian harta tertentu dari harta tertentu kepada orang-orang tertentu yang telah ditetapkan pembuat syariah (Allah) dengan mengharapkan keridhaan-Nya.

Definisi dari al-Hanafiyah ini memang terasa masih agak kurang spesifik, karena hanya menyebutkan bahwa unsurunsurnya harus khusus, tanpa menyebutkan apa yang dimaksud dengan khusus itu sendiri.

b. Al-Malikiyah
Definisi zakat dalam mazhab Al-Malikiyah sudah agak lumayan lengkap. Intinya mazhab ini menekankan keharusan adanya nishab dan kesempurnaan status kepemilikan harta dari orang yang mengeluarkan zakat serta ketentuan adanya haul (putaran setahun) yang harus dilewati, sebelum zakat dikeluarkan. Bahkan mazhab ini juga menekankan sumber harta yaitu dari barang tambang dan sawah.
Maka dalam mazhab ini pengertian zakat seakan ingin menegaskan kesemuanya menjadi :

إِخْرَاجُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَلٍ بَلَغَ نِصَابًا لِمُسْتَحِقِّهِ إِنْتَمَّ المِلْكُ وَالحَوْل غَيْرِ مَعْدِنٍ وَحَرْثٍ
Mengeluarkan sebagian tertentu dari harta yang telah mencapai nishab kepada mustahiq, bila sempurna kepemilikannya dan haulnya selain barang tambang dan sawah

c. As-Syafi'iyah
Mazhab Asy-Syafi'iyah mendefinisikan zakat secara istilah dalam fiqih sebagai :

اِسْمٌ لِمَا يُخْرَجُ عَنْ مَالٍ وَبَدَنٍ عَلَى فَجْهٍ مَخْصُوصٍ
Nama untuk sesuatu yang dikeluarkan dari harta dan badan dengan cara tertentu.

Definisi mazhab ini rasanya agak kurang lengkap, mirip dengan definisi dari mazhab Al-Hanafiyah di atas.

d. Al-Hanabilah

حَقٌّ وَاجِبٌ فِي مَالٍ مَخْصُوصٍ لِطَاىِٔفَةٍ مَخْصُوصَةٍ فِيْ وَقْتٍ مَخْصُوصٍ
Hak yang wajib dikeluarkan dari harta tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu pada waktu tertentu.

e. Al-Qaradawi
Rasanya kurang adil bila kita hanya menyebutkan definisi zakat menurut empat mazhab yang muktamad bila tidak mengutipkan juga definisi zakat menurut ulama kontemporer, biar ada sedikit keseimbangan.

Dan Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang punya dua jilid kitab khusus membahas masalah zakat sehingga mencapai gelar doktor, rasanya cukup berhak untuk ditampilkan definisinya pada bagian ini.

Menurut ulama asal Mesir yang tinggal di Qatar ini, definisi zakat sebagaimana beliau tuliskan dalam kitab Fiqhuz Zakah adalah :

Bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah wajibkan untuk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat)

B. Istilah Zakat Infaq Shadaqah
Zakat, infaq dan shadaqah disingkat menjadi ZIS, ketiga istilah ini memang sangat akrab di telinga kita, seolah sudah menjadi satu kesatuan. Tetapi apa makna masing-masing istilah itu? Sama sajakah ataukah masing-masing punya makna sendirisendiri? Jawabnya tentu tidak sama. Sehingga masing-masing perlu disebut sendiri-sendiri, walaupun sering digabungkan dan disebut bersama, namun sesungguhnya masing-masing istilah itu punya hakikat dan pengertian sendiri-sendiri yang cukup spesifik.

Yang jelas ketiga istilah itu, zakat-infaq-sodaqah, bukan sinonim, karena memang tidak sama, masing-masing punya pengertian yang berbeda. Tidak ada salahnya bila kita bedah satu per-satu ketiga istilah ini di awal buku ini :

1. Infaq
Penulis akan mulai dari istilah infaq (إنفاق). Karena istilah infaq ini boleh dibilang merupakan induk dari ketiga istilah tadi. Asal kata infaq dari bahasa arab, yaitu ( أنفق - ينفق - إنّاقا ) yang bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Berbeda dengan yang sering kita pahami dengan istilah infaq yang selalu dikaitkan dengan sejenis sumbangan atau donasi, istilah infaq dalam bahasa Arab sesungguhnya masih sangat umum, bisa untuk kebaikan tapi bisa juga digunakan untuk keburukan.

Intinya, berinfaq itu adalah membayar dengan harta, mengeluarkan harta dan membelanjakan harta. Tujuannya bisa untuk kebaikan, donasi, atau sesuatu yang bersifat untuk diri sendiri, atau bahkan keinginan dan kebutuhan yang bersifat konsumtif, semua masuk dalam istilah infaq. Kalau kita rinci lagi, istilah infaq itu bisa diterapkan pada banyak hal :

a. Membelanjakan Harta
Mari kita lihat istilah infaq dalam beberapa ayat quran, misalnya :

لَوْ أَنْفَقْتَ مَافِي الأَرْضِ جَمِيْعًا مَّا أَلَّفَتْ بَيْنَ قُلُوبِهِم
Walaupun kamu membelanjakan semua yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati

Dalam terjemahan versi Departemen Agama RI tertulis kata anfaqta dengan arti : "membelanjakan", dan bukan menginfaqkan. Sebab memang asal kata infaq adalah mengeluarkan harta, mendanai, membelanjakan, secara umum meliputi apa saja. Kata infaq tidak hanya terbatas berbuat baik di jalan Allah, tetapi untuk urusan sosial atau donasi, bahkan apapun belanja dan pengeluaran harta disebut dengan infaq.

b. Memberi Nafkah
Kata infaq ini juga berlaku ketika seorang suami membiayai belanja keluarga atau rumah tangganya. Dan istilah baku dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan nafkah. Kata nafkah tidak lain adalah bentukan dari kata infaq. Dan hal ini juga disebutkan di dalam Al-Quran :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُم عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34)

Jadi waktu seorang suami memberikan gaji kepada istrinya, pada hakikatnya dia juga sedang berinfaq.

c. Mengeluarkan Zakat
Dan kata infaq di dalam Al-Quran kadang juga dipakai untuk mengeluarkan harta zakat atas hasil kerja dan panen hasil bumi.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا أَنْفِقُوْا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الْأَرْضِ
Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. Al-Baqarah: 267)

Jadi kesimpulannya, istilah infaq itu sangat luas cakupannya, bukan hanya dalam masalah zakat atau sedekah, tetapi termasuk juga membelanjakan harta, memberi nafkah bahkan juga mendanai suatu hal, baik bersifat ibadah atau pun bukan ibadah. Termasuk yang halal atau yang haram, asalkan membutuhkan dana dan dikeluarkan dana itu, semua termasuk dalam istilah infaq.

Tidak salah kalau dikatakan bahwa orang yang membeli khamar atau minuman keras yang haram hukumnya, disebut mengifaqkan uangnya. Orang yang membayar pelacur untuk berzina, juga bisa disebut menginfaqkan uangnya. Demikian juga orang yang menyuap atau menyogok pejabat, juga bisa disebut menginfaqkan uangnya.

d. Diikuti Dengan Fi Sabilillah
Ketika yang dimaksud dengan infaq adalah infak yang baik dan untuk jalan kebaikan, Al-Quran tidak menyebutnya dengan istilah infaq saja, tetapi selalu menambahinya dengan keterangan, yaitu dengan kata fi sabilillah ( في سبيل اللّه ) Maka tidak cukup hanya disebut infaq saja, sebab infaq saja baru sekedar mengeluarkan harta. Coba perhatikan ayatayat berikut ini :

وَأَنْفِقُوْا فِي سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَاتُلْقُوا بِأَيْدِيْكُم إِلَى التَّهْلُكَةِ
Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah : 195)

مَّثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُونَ أَمْوَ الَهُم فِي سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir (QS. Al-Baqarah : 261)

وَمَا تُنْفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيْلِ اللّٰهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُم لَا تُظْلَمُونَ
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya. (QS. Al-Anfal : 60)

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنْفِقُوا فِي سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? (QS. Al-Hadid : 10)

2. Sedekah
Istilah sedekah dalam teks Arab tertulis ( صدقة ), punya kemiripan makna dengan istilah infaq di atas, tetapi lebih spesifik. Sedekah adalah membelanjakan harta atau mengeluarkan dana dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, yaitu maksudnya adalah ibadah atau amal shalih. Ar-Raghib al-Asfahani mendefiniskan bahwa sedekah adalah :

مَايُخْرِجُهُ الإِنْسَانُ مِنْ مَالِهِ عَلَى وَجْهِ الْقُربَةِ
Harta yang dikeluarkan oleh seseorang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah

Jadi beda antara infaq dan sedekah terletak pada niat dan tujuan, dimana sedekah itu sudah lebih jelas dan spesifik bahwa harta itu dikeluarkan dalam rangka ibadah atau mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan infaq, ada yang sifatnya ibadah (mendekatkan diri kepada Allah) dan juga termasuk yang bukan ibadah, bahkan ada yang di jalan yang haram. Jadi jelas sekali bahwa istilah sedekah tidak bisa dipakai untuk membayar pelacur, atau membeli minuman keras, atau menyogok pejabat. Sebab sedekah hanya untuk kepentingan mendekatkan diri kepada Allah alias ibadah saja.

Lebih jauh lagi, istilah sedekah yang intinya mengeluarkan harta di jalan Allah itu, ada yang hukumnya wajib dan ada yang hukumnya sunnah. Ketika seorang memberikan hartanya kepada anak yatim, atau untuk membangun masjid, mengisi kotak amal yang lewat, atau untuk kepentingan pembangunan mushalla, pesantren, perpustakaan, atau memberi beasiswa, semua itu adalah sedekah yang hukumnya bukan wajib. Termasuk sedekah yang hukumnya sunnah adalah ketika seseorang mewakafkan hartanya di jalan Allah, bisa disebut dengan sedekah juga.

Di dalam hadits nabi SAW, waqaf juga disebut dengan istilah sedekah.

تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ لَايُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَايُورَثُ
Bersedekahlah dengan pokoh harta itu (kebun kurma), tapi jangan dijual, jangan dihibahkan dan jangan diwariskan.(HR. Bukhari)

Padahal waqaf itu spesifik sekali dan berbeda karakternya dengan kebanyakan sedekah yang lain. Namun waqaf memang bagian dari sedekah dan hukumnya sunnah. Sedekah itu memang amat luas dimensinya, bahkan terkadang bukan hanya terbatas pada wilayah pengeluaran harta saja. Tetapi segala hal yang berbau kebaikan, meski tidak harus dengan harta secara finansial, termasuk ke dalam kategori shadaqah.

Misalnya Nabi SAW pernah bersabda bahwa senyum adalah sedekah. Memerintahkan kebaikan dan mencegah kejahatan juga sedekah. Menolong orang tersesat atau orang buta, juga sedekah. Bahkan membebaskan jalanan dari segala rintangan agar orang yang lewat tidak celaka juga merupakan sedekah. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini :

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَة وَأَمْرُكَ بِالَمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَة وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَة وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَدِيءِ البَصَرِ لَكَ صَدَقَة وَإِمَاطَتُكَ الحَجَرَ وَالشَّوكَ وَالْعِظَمَ عَنِ الطَّرِيْقِ لَكَ صَدَقَةِ
Senyummu pada wajah saudaramu adalah sedekah, amar makruf dan nahi munkar adalah sedekah, penunjuki orang yang tersesat adalah sedekah, matamu untuk menunjuki orang buta adalah sedekah, membuang batu, duri atau tulang dari jalanan adalah sedekah HR. At-Tirmizy)

Tetapi lazimnya istilah shadaqah adalah infaq fi sabilillah, yaitu mengeluarkan harta di jalan Allah, yang dikhususkan hanya untuk kebaikan, ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT.

3. Zakat
Dengan membandingkan dengan pengertian dan ruang lingkup infaq dan sedekah di atas, maka zakat itu bisa kita definisikan sebagai :
Ibadah di jalan Allah yang berbentuk harta finansial, dimana zakat itu termasuk kewajiban agama dan menempati posisi sebagai salah satu dari rukun Islam

a. Ibadah di Jalan Allah
Zakat adalah bagian dari sedekah, yaitu merupakan ibadah di jalan Allah. Artinya zakat itu selalu dan dipastikan hanya untuk di jalan Allah SWT saja. Kita tidak mengenal zakat yang diserahkan di jalan kemaksiatan, keburukan atau kezaliman.

b. Berbentuk Harta Finansial
Dan zakat itu selalu diberikan dalam bentuk harta secara finansial. Baik berupa uang tunai, hasil panen, hasil pertanian, atau pun emas perak yang ditimbun. Sedangkan istilah sedekah memang bisa mencakup segala bentuk kebaikan, termasuk yang bersifat non-materil, seperti jasa, empati dan bahkan senyum. Namun kalau sudah bicara zakat, tentu kita tidak bisa berzakat hanya dengan jasa baik kepada orang lain, walaupun jasa itu termasuk sedekah. Maka orang yang banyak memberi senyum kepada orang lain tidak boleh merasa bahwa dirinya sudah tidak perlu berzakat, mentang-mentang senyum itu shadaqah juga.

c. Hukumnya Wajib
Dan satu lagi yang unik dan membedakan zakat ini dengan sedekah harta di jalan Allah yang masih umum, hanya saja zakat ini adalah sedekah yang hukumnya wajib.

Sedangkan jenis-jenis sedekah yang hukumnya sunnah, namun tetap mendatangkan pahala besar antara lain :

Santunan Anak Yatim
Memberi santunan kepada anak-anak yatim, adalah perbuatan yang amat mulia dan dijanjikan posisi yang dekat dengan Rasulullah SAW di surga. Perbuatan ini termasuk sedekah yang hukumnya sunnah.

Menyumbang Masjid
Menyumbang pembangunan masjid atau mengisi kotak amal yang beredar seusai shalat, hukumnya sedekah yang sunnah.

Menyerahkan Harta Wakaf
Menyerahkan tanah wakaf untuk dikelola dengan baik dan selalu memberi manfaat yang terus dipetik, termasuk ke dalam jenis sedekah, namun hukumnya sunnah

Program Bea Siswa
Membiayai siswa berprestasi dalam program bea siswa termasuk sedekah yang hukumnya sunnah.

Biaya Dakwah
Membiayai berbagai program dan kegiatan dakwah, seperti majelis taklim, pengajian, tabligh akbar dan sejenisnya, juga merupakan sedekah yang hukumnya sunnah.

Memberi Makan Hewan
Bahkan memberi makan hewan-hewan juga termasuk sedekah. Diriwayatkan ada orang masuk surga karena memberi minum anjing yang kehausan.

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطْشُ فَنَزَلَ بِىْٔرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطشِ فَقَالَ : لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِٰثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي. فَمَلأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيْهِ ثُمَّ رَقِى فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللّٰهُ لَهُ فَغَفَرَلَهُ فَغَفَرَلَهُ. قَالُوا : يَارَسُولَ اللّٰهِ إِنَّ لَنَا فِي الْبَهَاىِٔمِ أَجْرًا ؟ قَالَ : فِ كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Ketika sedang melakukan perjalanan, seorang lelaki merasa haus, lalu ia masuk ke sebuah sumur dan minum air. Setelah ia keluar, ternyata ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dan memakan pasir karena kehausan. Lelaki itu menggumam, ‘Anjing ini telah merasa kehausan seperti yang telah aku rasakan.’ Ia pun masuk sumur itu lagi dan memenuhi sepatunya dengan air, lalu menggigit sepatu itu dengan mulutnya seraya memanjat hingga sampai ke permukaan. Ia pun memberi minum anjing tersebut, maka Allah SWT berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya." Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita akan mendapat pahala dengan memberi minum binatang ternak kita?’ Beliau menjawab, ‘Pada setiap hati yang basah terdapat pahala" (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan sebaliknya ada wanita mati masuk neraka karena berlaku zalim kepada hewannya. Ada seorang wanita yang disiksa disebabkan kucing yang ia kurung sampai mati. Dia masuk neraka karena itu. Ia tidak memberinya makan dan minum tatkala mengurungnya dan tidak pula membebaskannya agar bisa memakan serangga bumi. " (HR. Bukhari)

d. Bagian Dari Rukun Islam
Sedekah yang hukumnya wajib itu banyak, misalnya seseorang bernadzar untuk sedekah atau menyembelih qurban. Kalau sudah dinadzarkan dan apa yang menjadi doanya telah dikabulkan Allah SWT, tentu wajib dilaksanakan. Bila seorang muslim tidak mengeluarkan zakat dan mengingkari kewjibannya, status keislamannya bisa gugur. Yang menarik, di dalam Al-Quran dan hadits nabawi, seringkali istilah zakat disebut dengan sedekah saja. Dan penyebutan ini tidak salah, karena zakat pada dasarnya juga bagian dari sedekah. Tentu dalam detail hukum, kita harus lebih teliti untuk membedakan mana yang sesungguhnya sedekah dengan makna zakat dan mana yang sedekah di luar zakat.

Sebenarnya sedekah yang wajib bukan hanya zakat, masih ada beberapa sedekah lain yang jatuh hukumnya wajib, misalnya sedekah yang menjadi nadzar dan berbagai denda kaffarah yang wajib dibayarkan adalah contoh dari sedekah yang hukumnya wajib.

4. Diagram
Infaq adalah mengeluarkan harta, baik di jalan Allah atau di jalan setan. Infaq yang khusus di jalan Allah disebut dengan sedekah. Sedekah sendiri adalah segala kebaikan, baik dalam bentuk jasa atau barang atau harta pemberian. Dan dilihat dari segi hukumnya, sekedar ada yang hukumnya sunnah dan ada yang hukumnya wajib. Sedekah yang hukumnya wajib diantaranya adalah zakat. Tetapi selain itu juga ada nadzar dan kaffarah. Sedangkan sedekah yang hukumnya sunnah, di antaranya adalah santunan buat anak-anak yatim, sumbangan buat pembangunan, perawatan dan operasional masjid, harta yang diserahkan sebagai wakaf, program bantuan beasiswa, pembiayaan operasional dakwah dan bahkan memberi makan hewan pun juga terhitung sebagai sedekah.


Maka kesimpulannya : zakat adalah bagian dari sedekah wajib, dimana sedekah itu bagian dari infaq.

C. Perbedaan Zakat dan Sedekah
Dari pengertian di atas kita tahu bahwa istilah zakat ternyata sangat berbeda dengan istilah sedekah secara umum. Dan kalau mau kita rinci lebih jauh dan lebih dalam lagi, kita bisa perbedaannya dengan melihat dari sisi hukum, waktu, kriteria, mustahik, dan prosentase yang dikeluarkan.

1. Hukum
Dari segi hukum, zakat adalah ibadah yang hukumnya wajib, bila dikerjakan berpahala dan bila ditinggalkan berdosa bahkan bisa sampai kepada kekafiran. Sedangkan istilah sedekah secara umum, ada sedekah yang hukumnya sunnah dan ada yang hukumnya wajib. Sebagai ilustrasi misalnya, wakaf di jalan Allah. Wakaf termasuk sedekah juga, tetapi kita tidak memvonis kafir orang yang tidak mewakafkan hartanya. Begitu juga, senyum kepada sesama saudara muslim itu bagian dari sedekah. Itu perbedaan paling mendasar antara keduanya, meski sama-sama di jalan Allah dan pasti berpahala. Zakat merupakan bagian dari rukun Islam, yang bila ditinggalkan termasuk dosa besar. Bahkan kalau diingkari kewajibannya, bisa berakibat runtuhnya status keislaman
seseorang.

Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu sebagai kepala negara secara resmi mengeluarkan vonis kafir buat para pengingkar zakat dan memaklumatkan perang kepada mereka. Sedangkan sedekah yang hukumnya sunnah, tentu tidak ada paksaan untuk dijalankan. Dan tidak ada sanksi baik di dunia atau pun di akhirat.

2. Waktu
Dari segi waktu, ibadah zakat hanya dikeluarkan pada waktunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada jenis harta. Sedangkan ibadah sedekah tidak ada ketentuan waktu pelaksanaannya, bisa dilakukan kapan saja. Zakat Fithr dikeluarkannya hanya pada Hari Raya Iedul Fithr, atau boleh beberapa hari sebelumnya menurut sebagian ulama. Namun bila telah lewat shalat Iedul Fithr, makanya sudah bukan zakat Fitrh lagi, melainkan sedekah biasa.

Zakat emas, perak, uang tabungan, perniagaan, peternakan dikeluarkan pada saat telah dimiliki genap satu tahun terhitung sejak mencapai jumlah minimal (nishab). Zakat pertanian, zakat rikaz dan zakat profesi dikeluarkan pada saat menerima harta. Sedangkan membantu anak yatim, menyumbang masjid, menolong orang yang kesusahan, memberi makan orang yang kelaparan, meringankan beban orang yang menderita penyakit dan semua ibadah malilyah lainnya, boleh dilakukan kapan saja.

3. Kriteria Harta Zakat
Tidak semua harta yang merupakan kekayaan wajib dikeluarkan zakatnya. Aset yang berupa benda, seperti rumah, tanah, kendaraan, apabila tidak produktif tidak diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya. Namun hasil panen, ternak, emas dan perak yang disimpan, barang-barang perniagaan dan lainnya, semua ada ketentuan zakat dengan kewajibannya. Semua itu harus dikeluarkan zakat pada waktu yang telah ditetapkan. Sebaliknya, dalam urusan sedekah sunnah, tidak ada kriteria dan ketentuan yang berlaku. Bila seseorang ingin bersedekah atas harta yang dimilikinya, meski belum ada nishab, haul dan lainnya, tentu tidak terlarang bahkan berpahala juga.

4. Mustahik
Harta zakat tidak boleh diberikan kepada sembarang orang, sebab ketentuannya telah ditetapkan hanya untuk 8 kelompok saja. Dan hal itu Allah SWT tegaskan di dalam Al-Quran :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُم وَفِي الرَّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِي سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّٰهِ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. At-Taubah : 60)

Kalau kita perhatikan ayat di atas, mereka yang berhak atas harta zakat itu tidak termasuk anak yatim, para janda, para siswa berperestasi, atau korban bencana. Sebab mereka itu tidak disebutkan dalam jajaran para mustahiq, padahal ayat di atas dimulai dengan kata ( إنَّمَا ), yang fungsinya membatasi, dimana selain yang disebutkan, tidak berhak dan haram unmtuk menerima harta zakat.
Maka dana zakat juga haram untuk membangun masjid, mushalla, pesantren, jalan, jembatan, juga tidak dibenarkan untuk dijadikan modal pembiayaan sebuah usaha walau misalnya untuk rakyat kecil. Sedangkan dalam hal sedekah sunnah, kita boleh memberikan kepada siapa saja, asalkan mereka membutuhkan, bermanfaat dan tepat guna.

5. Prosentase
Ketentuan harta yang wajib dikeluarkan dalam zakat itu pasti, besarannya ada yang 1/40 atau 2,5 % dari jumlah harta, seperti zakat emas, perak, uang tabungan, perniagaan atau profesi. Ada juga yang besarnya 1/20 atau 5% dari jumlah harta, seperti zakat panen hasil bumi yang butuh biaya pengairan. Dan ada yang 1/10 atau 10% seperti zakat panen hasil bumi yang tidak butuh biaya pengairan. Bahkan ada
juga yang besarnya 1/5 atau 20% seperti zakat rikaz.
Sedangkan sedekah yang hukumnya sunnah tidak ditetapkan berapa besarnya. Seseorang boleh menyedekahkan berapa saja dari hartanya, seikhlasnya dan sesukanya. Boleh lebih dari zakat atau juga boleh kurang.

6. Perantaraan Amil
Yang juga cukup unik dari zakat adalah disebutkan adanya orang-orang yang secara khusus bekerja untuk mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya. Istilah amil zakat dalam disiplin ilmu fiqih zakat bermakna :

الْمُتَوَلِّي عَلَى الصَّدَقَةِ وَالسَّاعِي لِجَمْعِهَا مِنْ أَرْبَابِ الْمَال وَالْمُفَرِّقُ عَلَى أَصْنَافِهَا إِذَا فَوَّضَهُ الْإِمَامُ بِذَلِكَ
Orang yang diberi kewenangan untuk mengurus shadaqah (zakat) dan bertugas untuk berjalan dalam rangka mengumpulkannya dari para pemilik harta, dan yang mendistribusikannya kepada pihak yang berhak bila diberi kuasa oleh penguasa.

Istilah amil zakat ini punya beberapa istilah lain yang sama, diantaranya :

.su'aat lli jibayatizzakah ( سعاة لجباية الزكاة ), yang artinya adalah orang yang berkeliling untuk mengumpulkan zakat.

.al-jihaz al-idari wal mali liz-zakah, yaitu perangkat administratif dan finansial atas harta zakat (الإداري والمالي للزكاة الجهاز ) sebagaimana yang dipakai oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam disertasi beliau Dan untuk semua tugas berat dan mulia itu Allah SWT secara resmi memberikan hak yang legal kepada amil dan jajarannya untuk mendapat kompensasi dari harta zakat. Dan kalau dihitung-hitung, kompensasi yang Allah berikan itu cukup besar, yaitu maksimal boleh sampai 1/8 atau 12,5% dari total penerimaan dana zakat. Sedangkan untuk berbagai jenis sedekah sunnah yang lain, Allah SWT tidak secara tegas menyebutkan harus lewat amil. Seseorang kalau mau bersedekah kepada orang yang dia anggap berhak menerima, silahkan saja secara spontan dilakukan, tetapi tidak demikian dengan zakat.


Zakat tidak diberikan secara spontan, begitu seseorang merasa terharu atau trenyuh melihat sekilas sebuah pemandangan. Tantangan dari zakat adalah jangan sampai jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Semua orang tahu tentang mafia pengemis yang begitu lihainya menipu publik dengan penampilan yang compang camping, wajah lusuh, luka-luka palsu yang dibalut, apalagi ditambah dengan asesori menggendong bayi, di bawah terik matahari. Harta zakat tidak boleh jatuh ke tangan mafia pengemis. Karena itulah dibutuhkan peran amil zakat, untuk melawan mafia pengemis itu. Amil zakat itulah yang memastikan apakah harta zakat itu benar-benar diterima oleh mereka yang berhak, atau musnah sia-sia karena tidak sampai kepada yang berhak, justru semakin membesarkan para penipu yang membangun kerajaan mafia.


Related Posts:

0 Response to "A. Pengertian Zakat"

Posting Komentar