25. Dari Cirebon ke Banten : Langkah Dakwah Sunan Gunung Jati
Putera Sri Baduga Maharaja Raja Padjadjaran (Sunda-Galuh) yaitu Sang Surasowan di angkat menjadi raja di daerah (bupati) Banten pesisir yang berkuasa atas pelabuhan perdagangan yang ramai. Sang Surasowan memiliki 2 anak yaitu Sang Arya Surajaya dan Nyi Kawunganten.
Pada masa pemerintahnnya, dakwah Islam berkembang yang mulai dikembangkan oleh seorang ulama muda dari Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulloh. Sang Surasowan sangat toleran terhadap perkembangan Islam di daerahnya. Bahkan ketika Syekh Syarif Hidayatullah melamar puterinya Nyi Kawunganten, Sang Surasowan menerimanya dengan senang hati. Apalagi ia mengetahui, bahwa Syekh Syarif Hidayatullah adalah putera Rara Santang saudara seayahnya.
Dari pernikahan Nyi Kawunganten dengan Syekh Syarif Hidayatulloh, Sang Surasowan mempunyai cucu yang lahir pada tahun 1478 M. oleh Ayahnya diberi nama Hasanudin, sedangkan oleh kakeknya diberi gelar Pangeran Sebakingkin.
Ketika Sang Surasowan meninggal tahtanya diwariskan kepada puteranya Sang Arya Surajaya. Pada masa pemerintahan Arya Surajaya, Syekh Syarif Hidayatulloh sudah kembali ke Cirebon menjadi Susuhunan Jati.
Pangeran Sebakingkin melanjutkan misi dakwah ayahnya, mendirikan pesantren, yang selanjutnya lebih dikenal dengan Syekh Hasanudin. Ketenaran Syekh Hasanudin telah mengalahkan kharisma uwa-nya Arya Surajaya, sehingga hubungan dengan uwanya itu tidak harmonis. Syekh Hasanudin sering mengunjungi ayahnya di Cirebon untuk bersilaturahmi dan bertukar informasi.
Suatu ketika, Syekh Hasanudin sedang berada di Banten Pesisir, Syekh menerima informasi dari kurir ayahnya, bahwa pasukan gabungan Cirebon-Demak yang dipimpin Panglima Fadillah Khan sedang berlayar, ditugaskan untuk merebut Banten Pesisir.
Sebelum armada laut Cirebon-Demak tiba, Syekh Hasanudin mengerahkan santri-santrinya, mengadakan huru-hara terselubung di berbagai tempat. Sang Arya Surajaya mengerahkan pasukan untuk menumpas “pasukan misterius” yang tidak dapat dilacak identitasnya. “Gerilyawan” santri-santri Syekh Hasanudin, sempat membinasakan puluhan pasukan Sang Arya Surajaya.
Ketika Sang Arya Surajaya dan pasukannya disibukan oleh “pasukan gerilyawan misterius”, serangan mendadak pasukan gabungan Cirebon-Demak, secepat kilat membinasakan dan menduduki keraton Banten Pesisir.
Setelah Banten Pesisir berhasil direbut oleh Panglima Fadillah Khan dan pasukannya, pada saat itu juga , Syekh Hasanudin diangkat menjadi Bupati Banten Pesisir, pada usia 48 tahun.
Ketika Pangeran Hasanudin menjadi Bupati Banten Pesisir, wilayah Banten Girang yang mendukung “gerakan huru-hara” menggabungkan diri dengan Banten Pesisir. Maka Pangeran Hasanudin menjadi penguasa Banten Pesisir dan Banten Girang, dan hampir semua penduduk beralih keyakinan menjadi Islam. Ia dinobatkan menjadi Panembahan Hasanudin. Nama resmi kerajaan Islam di Banten ini adalah Negeri Surasowan (mengambil nama kakeknya yang menyayanginya)
Dari Cirebon Ke Sumedanglarang
Kerajaan Sumedanglarang didirikan oleh Praburesi Tajimalela, berkedudukan di Gunung Tembong Agung antara tahun 1340 – 1350.
Dakwah Islam di Sumedanglarang dilakukan oleh Maulana Muhammad (Pangeran Palakaran), putera Maulana Abdurahman (Pangeran Pananjung) atau cucu dari Syekh Datuk Kahfi perintis dakwah di Cirebon. Perkiraan mulai dakwah Pangeran Palakaran sejak masa awal Negara Islam Cirebon berdiri, ini dilihat dari telah menetapnya Pangeran Palakaran di Sumedanglarang sekitar tahun 1500-an. Dimungkinkan Pangeran Palakaran ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati untuk berdakwah di wilayah ini.
Pada tahun 1504 M, Pangeran Palakaran menikah dengan seorang puteri Sindangkasih. Dari perkawinan tersebut lahir Ki Gedeng Sumedang atau dikenal dengan Pangeran Santri pada tahun 1505 M. Duapuluhlima tahun kemudian tepatnya 1530 M, Pangeran Santri berjodoh dengan Ratu Satyasih penguasa Sumedanglarang saat itu.
Pangeran Santri kemudian dinobatkan sebagai penguasa Sumedanglarang pada tahun 1530 M, ia menjadi penguasa Sumedanglarang berkedudukan sebagai bawahan Negara Islam Cirebon. Wilayah kekuasaan Sumedanglarang meliputi Sumedang, Garut, Tasikmalaya dan Bandung.
0 Response to "25. Dari Cirebon ke Banten : Langkah Dakwah Sunan Gunung Jati"
Posting Komentar