Bab 1 Pengantar Ilmu Fiqih

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul Buku
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Ilmu Fiqih

Penulis
Ahmad Sarwat Lc

Editor
Aini Aryani LLB

Setting & Lay out
Fatih

Desain Cover
Fayad

Penerbit
DU Publishing

Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Cetakan Pertama, September 2011



DAFTAR ISI

Pengantar

Bab 1 : Pengertian Fiqih
A. Fiqih
1. Bahasa
2. Istilah 

B. Syariah
1. Bahasa
2. Istilah 

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah
1. Ruang Lingkup Syariah
2. Syariah Bersifat Universal
3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami 

D. Fiqih di Zaman Nabi
1. Istilah Fiqih di Masa Nabi
2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi 

PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, kita meminta pertolongan dari-Nya, kita meminta hidayah dari-Nya, serta kita meminta ampunan dari-Nya juga.

Dialah tuhan yang telah menciptakan alam semesta yang luas, yang belum terukur secara pasti berapakah luas alam ini. Dialah yang telah menciptakan aneka ragam makhluk ciptaan, baik nyata maupun yang ghaib, baik makhluk yang mati mau pun yang hidup.

Dan Dia-lah yang telah menciptakan manusia dengan segala keutamaan dan kesempurnaan, dibandingkan dengan semua makhluk yang diciptakan sebelumnya.

Dia-lah yang telah mengangkat manusia menjadi khalifah di muka bumi dan menyerahkan amanat yang gunung sekali pun tidak mampu untuk memanggulnya.Berjuta shalawat, salam dan penghormatan yang tinggi dan tulus kita haturkan kehadirat Nabi Muhammad SAW, utusan Allah terakhir, yang menjadi penutup dari semua risalah samawi, dimana setelahnya tidak ada lagi risalah yang diberlakukan, tidak ada lagi nabi yang diutus, tidak ada lagi wahyu kenabian dan syariah yang diturunkan buat manusia. Kepadanya bermuara semua risalah samawi dan kepadanyalah semua nabi dan rasul akan menjadi makmum.

Semoga limpahan salam ini juga terhatur kepada keluarga beliau yang suci, para shahabat beliau yang mulia, serta para tabiin dan atbaut-tabiin yang shalih, termasuk kepada seluruh umat beliau hingga akhir zaman nanti.

Islam sebagai agama yang diturunkan Allah sebagai aqidah dan syariat terakhir bagi manusia. Karenanya, Allah menjadikan syariat lengkap, utuh dan konprehensif. Sehingga syariat yang tak lekang oleh jaman dan perubahan ini patut menjadi pegangan hidup dan undang-undang serta rujukan hukum manusia dimana pun dan kapan pun berada.

Sebab di dalam syariat ini diciptakan sedemikian rupa oleh Allah sehingga sesuai dengan kepentingan manusia dan realitas yang dihadapi.

Fiqih Islam adalah ruh dan spirit yang selama 14 abad lamanya menjaga bangunan syariat sehingga tetap utuh dan kokoh dalam kondisi apa pun. Disamping itu, selama rentang tersebut Fiqih menjadi unsur penopang dan pendukung bagi peradaban dan kemajuan ilmu pengetahun karena selalu sinkron dan selaras.

Untuk lebih mendalam, berikut uraian pengertian Fiqih Islam, karakter khusus, sejarah dan hal lain yang terkait dengannya. Pembaca sekalian yang dimuliakan Allah, Perkenankan Penulis mempersembahkan sebuah karya yang ditujukan untuk mendapatkan ridha serta limpahan rahmat dari Allah SWT, berupa penulisan apa yang menjadi daftar kehendak dan keinginan Allah SWT atas manusia, yang disarikan dari kalam-Nya, dilengkapi dengan penjelasan resmi oleh utusannya, serta yang telah diijtihadkan dengan sepenuh daya dan upaya yang tidak kenal lelah oleh para ulama para penerima warisan dari sang Rasul Muhammad SAW.

Karya ini adalah karya yang menyimpan berbagai catatan penting atas penerapan agama Islam oleh generasi terbaik, generasi para shahabat nabi yang diridhai Allah. Mereka adalah generasi yang langsung dan menjadi saksi hidup bagaimana ayat-ayat yang merupakan mukjizat itu

diturunkan dari langit. Mereka adalah generasi yang juga menjadi objek dari turunnya ayat-ayat itu.

Mereka juga menjadi generasi yang langsung dikaruniai seorang nabi terbesar dalam sejarah umat manusia, serta sejarah semua agama samawi. Mereka juga menjadi teman, shahabat, murid, anak buah, saudara, istri, anak, rakyat dari sosok mulia yang menerima risalah kenabian.

Di tangan mereka itulah dua sumber agama, Al-Quran dan Sunnah Nabi, dijelaskan dengan detail dan tanpa sekat. Mustahil Quran dan Sunnah bisa dipahami kalau tidak pernah dipraktekkan isinya. Dan mereka adalah generasi yang mendapatkan kehormatan untuk mempraktekkan keduanya, langsung di hadapan utusan resmi ilahi, Muhammad SAW.

Dari mereka pula catatan-catatan penting atas tiap detail ayat-ayat suci menjadi semakin jelas, karena mereka yang langsung terlibat dengan semua yang turun itu. Karya ini juga ikut mencatat bagaimana ilmu para shahabat itu kemudian dikembangkan sesuai dengan realitas kehidupan yang mereka temui sepeninggal Rasul mulia.

Dan karya para ulama semakin mencapai puncaknya ketika lahir para imam besar yang menancapkan tiang pancang kokoh serta bangunan yang kekar dan tegak di atas bumi.

Bangunan itu bukan hanya layak dihuni, melainkan menjadi pelindung umat Islam dari kemusnahan dan keropos oleh zaman. Bahkan bangunan megah itu menjadi kebanggaan umat sepanjang zaman. Kemajuan ilmu yang mereka kembangkan bahkan melebihi zaman dimana mereka hidup.

Apa-apa yang sekian abad lagi belum terpikirkan, mereka telah mengkajinya dengan detail dan cermat. Bahkan di abad ke 21 ini pun apa yang mereka wariskan masih terasa kemarin sore ditulisnya. Sayangnya, karya-karya besar para ulama itu tersimpan rapi di dalam ratusan perpustakaan besar dunia, dibaca dan ditahkik sebagainnya oleh kalangan terbatas saja, yaitu para profesor dan akademia di bidang syariah.

Indonesia Hari Ini Khusus buat keadaan Indonesia di masa sekarang, semangat berislam (baca : menjalankan aturan dan syariah Islam) di era tahun 2000-an dan seterusnya ini terasa semakin hari semakin besar. Fenomena yang nampak di banyak tempat turut membantu membuktikan hal itu. Mulai dari maraknya bank yang bernuansa syariah hingga busana muslimah yang kian membudaya setelah dahulu sempat dilarang-larang.

Dilanjutkan dengan layar kaca di bulan Ramadhan yang banyak memanfaatkan momen bulan suci itu untuk ajang menarik banyak penonton. Bahkan seorang Obama yang Presiden Amerika pun banyak melirik dan mengelus-elus Islam setelah Presiden sebelumnya lebih suka berprasangka buruk pada umat Islam. Secara otomatis berbagai upaya untuk memperdalam pemahaman atas agama Islam semakin terasa di berbagai tempat. Masjid sebagai pusat ibadah ritual di kota-kota besar semakin rajin menggelar pengajian yang intinya adalah pengajaran ilmu-ilmu keislaman. Bahkan perkantoran yang dulunya melulu urusan duniawi kini justru semakin berlomba menggelar berbagai bentuk kegiatan ke-Islaman hingga berlomba mendirikan masjid dengan bangunan yang megah nyaman dan indah.

Kebutuhan Atas Buku Rujukan
Seiring dengan itu kebutuhan umat Islam atas bukubuku rujukan tentang agama Islam semakin terasa. Terutama yang terkait dengan sumber asli ilmu-ilmu keislaman yang merupakan warisan abadi sejak awal mula dakwah Islam. Sayangnya justru kebutuhan atas buku rujukan ini yang  selalu kurang mendapat perhatian.

Sehingga mau tidak mau terpaksa untuk sementara ditutup dengan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Arab dengan segala suka dan dukanya. Suka buat para penerbit buku yang bisa menerjemahkan dengan jalan 'membajak' dari buku-buku bahasa Arab begitu saja dan dijual lalu keuntungannya masuk kantong. Duka buat para pembaca karena kualitas penerjemahan seringkali mengalami distorsi besar. Selain itu kondisi sosial dimana kitab berbahasa Arab itu ditulis dengan kondisi sosial di negeri kita terkadang sering menyisakan jurang perbedaan yang menganga. Karena itu ketidak-sambungan antara isi buku terjemahan dengan realitas sosial yang ada pada gilirannya seringkali menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Apalagi bila terkait dengan masalah pemahaman (baca: fiqih) atas teks syariah yang sangat kompleks. Boleh jadi apa yang dirasakan dan dialami oleh seorang mufti berkebangsaan Arab di negerinya seringkali sangat jauh berbeda dengan apa yang kita temui di negeri ini. Sehingga kualitas sebuah fatwa terkadang ikut terasa hambar dan hampa. Kadang apa yang dinilai sebagai sebuah kebiasaan di negeri Arab dipandang aneh oleh bangsa kita lantaran jurang perbedaan 'urf dan budaya. Sering apa yang oleh kita sesuatu yang amat biasa dan tidak masalah dipandang oleh 'beliau-beliau' di tanah Arab sana sebagai hal yang sangat aib.

Semua itu akan bermuara kepada satu alternatif kita butuh jawaban dan solusi syariah tidak hanya sekedar produk impor dari luar. Kita butuh sebuah kajian yang ikut memasukkan faktor-faktor lokal di dalamnya.

Dan sayangnya untuk ukuran negeri kita hal itu masih terasa kosong Kita punya banyak ustadz yang melek syariah sayangnya kita belum lagi mendapatkan hadiah karya tulis mereka yang bisa langsung kita nikmati. Kita cenderung lebih menikmati pekerjaan menerjemahkan karya orang lain ketimbang memproduksi sendiri sebuah karya. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi. Buku yang di tangan Anda ini barangkali diniatkan untuk menjawab pertanyaan besar itu. Ini adalah karya asli seorang Indonesia yang hidup di Indonesia dengan realitas sosial yang juga sangat Indonesia.

Buku ini insya Allah diniatkan untuk dijadikan salah satu rujukan melengkapi sekian banyak rujukan ilmu fiqih yang sudah ada sebelumnya dalam bahasa Indonesia dengan taste Indonesia. Buku ini direncanakan akan terbit dalam edisi 18 jilid, sesuai urutan menjadi :

Seri Fiqih Kehidupan (1) : Ilmu Fiqih
Seri Fiqih Kehidupan (2) : Thaharah
Seri Fiqih Kehidupan (3) : Shalat
Seri Fiqih Kehidupan (4) : Zakat
Seri Fiqih Kehidupan (5) : Puasa
Seri Fiqih Kehidupan (6) : Haji
Seri Fiqih Kehidupan (7) : Muamalat
Seri Fiqih Kehidupan (8) : Nikah
Seri Fiqih Kehidupan (9) : Kuliner
Seri Fiqih Kehidupan (10) : Pakaian & Rumah
Seri Fiqih Kehidupan (11) : Sembelihan
Seri Fiqih Kehidupan (12) : Masjid
Seri Fiqih Kehidupan (13) : Kedokteran
Seri Fiqih Kehidupan (14) : Seni Olahraga dan Hobi
Seri Fiqih Kehidupan (15) : Mawaris
Seri Fiqih Kehidupan (16) : Jinayat
Seri Fiqih Kehidupan (17) : Jihad
Seri Fiqih Kehidupan (18) : Negara

Namun seberapapun luhur niat dan cita-cita, Penulis tetap sadar bahwa buku ini hanyalah sebuah catatan kecil dari ilmu fiqih yang sedemikian luas. Para ulama pendahulu kita telah menuliskan ilmu ini dalam ribuan jilid kitab yang menjadi pusaka dan pustaka khazanah peradaban Islam. Sebuah kekayaan yang tidak pernah dimiliki oleh agama manapun yang pernah muncul di muka bumi. Sayangnya kebanyakan umat Islam malah tidak dapat menikmati warisan itu salah satunya karena kendala bahasa. Padahal tak satu pun ayat Al-Quran yang turun dari langit kecuali dalam bahasa Arab tak secuil pun huruf keluar dari lidah nabi kita SAW kecuali dalam bahasa Arab. Maka upaya menuliskan kitab fiqih dalam bahasa Indonesia ini menjadi upaya seadanya untuk mendekatkan umat ini dengan warisan agamanya. Tentu saja buku ini juga diupayakan agar masih dilengkapi dengan teks berbahasa Arab agar masih tersisa mana yang merupakan nash asli dari agama ini.

Buku ini hanya buku kecil dibandingkan kitab-kitab fiqih yang telah pernah ditulis para ulama. Meski kalau ditotal dari jilid 1 hingga jilid 18 mencapai 5000 halaman lebih, namun angka ini yang belum ada apa-apanya dibandingkan dengan kitab-kitab yang telah ditulis oleh para ulama terdahulu.

Dr. Wahbah Az-Zuhaili menulis kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu yang fenomenal itu sebanyak 11 jilid atau lebih dari 8.000 halaman. Beliau bahkan menulis banyak kitab. Total halaman yang pernah beliau tulis tidak kurang dari 50.000 ribu halaman buku. 

Manhaj Muqaranah dan Wasathiyah
Sedikit berbeda dengan umumnya kitab fiqih, manhaj yang kami gunakan adalah manhaj muqaranah(perbandingan) dan wasathiyah (pendapat yang tengahtengah.Yang Penulis maksud dengan manhaj muqaranah adalah memberikan perbandingan mazhab dalam berbagai perbedaannya. Penulis berusaha untuk jujur dalam menyampaikan amanat ilmu, dengan tidak hanya mencantumkan pendapat yang sekiranya sesuai dengan selera, keinginan atau mazhab Penulis, tetapi pendapatpendapat dari mazhab-mazhab atau ulama yang lain dimana mungkin Penulis tidak suka pun tetap dituliskan.

Hal itu mengingat bahwa ilmu fiqih adalah padang pasir yang amat luas, sehingga Penulis berpandangan bahwa akan menjadi sangat berharga bila kita bisa mempersembahkannya secara apa adanya di tengah khazanah umat. Apapun yang pernah diijtihadkan oleh para ulama, suka atau tidak suka, cocok atau tidak cocok, tidak menjadi masalah. Tuliskan saja apa adanya secara jujur, toh tidak ada ruginya. Yang penting, apa yang Penulis sampaikan itu memang benar-benar hasil ijtihad para ulama yang original dan telah memenuhi semua persyaratan sebagai mujtahid.

Maka kalau ada diantara pembaca yang sampai rada pusing membacanya karena ternyata dalam satu masalah terdapat begitu banyak pandangan hukum dan mazhab, rasanya memang Penulis harus meminta maaf. Penulis bermaksud tidak hanya memberikan satu pendapat saja, tapi berupaya memberikan beberapa pendapat bila memang ada khilaf di antara para ulama tentang hukumhukum tertentu dengan usaha untuk menampilkan juga hujjah masing-masing. Lalu pilihan akan Penulis serahkan kepada para pembaca.

Dan yang Penulis maksud dengan manhaj washathiyah atau pendapat tengah-tengah adalah Penulis tidak ingin membela mati-matian salah satu pendapat dengan menafikan atau malah menjelekkan pendapat yang lain. Sebab karakteristik fiqih Islam memang tidak saling mencerca pendapat yang berbeda, sebaliknya justru saling menghargai bahkan memuji pendapat yang berbeda. Toh tidak ada untungnya menjelekkan pendapat fiqih orang lain sebagaimana tidak ada ruginya merendahkan hati untuk tidak memaksakan pendapat kita kepada orang lain.

Memang tidak mudah bersikap tengah-tengah di tengah arus kuat yang inginnya membawa kepada satu pendapat saja. Tetapi rasanya memang harus segera diperkenalkan manhaj pertengahan ini, mengingat umat Islam tumbuh dengan berbagai mazhab dan pendapat para ulama. Penulis ingin agar umat Islam bisa mendapatkan bacaan yang sekiranya dapat memberikan horizon pandangan yang agak luas. Bukan hanya sekedar membela pendapat kelompok sendiri, tetapi juga belajar untuk bisa membaca dan menganalisa, bahkan kalau perlu, meminjam jalan berpikir saudara sendiri sesama muslim.

Dahulu cara pandang seperti inilah yang diajarkan oleh para mujtahid dan fuqaha. Semakin tinggi dan luas ilmu mereka, semakin tawadhu' dan rendah hati. Sebuah sikap yang agak jarang kita temukan di masa sekarang ini.

Semoga buku ini bisa memberikan manfaat berlipat buat kita semua, bukan karena sekedar dimengerti isinya, tetapi yang lebih penting dari itu dapat diamalkan sebaik-baiknya dengan hati yang ikhlas karena Allah SWT. Semoga buku ini bisa menjadi penambah berat amal Penulis serta menjadi hujjah di depan mahkamah ilahiyah di hari kiamat bahwa sebagian dari kewajiban yang ada di pundak penulis sebagai thalibul-ilm telah dilaksanakan.

Al-Faqir ilallah Ahmad Sarwat Lc bin KH. Machfudz Basir 

A. Fiqih
1. Bahasa
Kata fiqih فقھ secara bahasa punya dua makna. Makna pertama adalah al-fahmu al-mujarrad الفھم المجرّد , yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja.1 Makna yang kedua adalah al-fahmu ad-daqiq الفھم الدقیق yang artinya adalah mengerti atau memahami secara Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah : fiqih Al-Mishbah Al-Munir mendalam dan lebih luas.Kata fiqih yang berarti sekedar mengerti atau memahami, disebutkan di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, ketika Allah menceritakan kisah kaum Nabi Syu’aib alaihissalam yang tidak mengerti ucapannya.

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيْرًا مِمَّا تَقُولُ


“Mereka berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu (QS. Hud: 91)

Di ayat lain juga Allah SWT berfirman menceritakan tentang orang-orang munafik yang tidak memahami pembicaraan. 
فَمَالِ هُؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيْثًا
 Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS. An Nisa: 78)


Sedangkan makna fiqih dalam arti mengerti atau memahami yang mendalam, bisa temukan di dalam Al-Quran Al-Karim pada ayat berikut ini :


وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَاىٔفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْ مَهُمْ إِذَا رَجَقُوا إِلَيْهِم لَعَلَّهُم يَحْذَرُونَ

 Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya.Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 122) 

Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk ilmu agama secara umum, dimana seorang yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai faqih, sedangkan seorang yang ahli di bidang ilmu yang lain, kedokteran atau arsitektur misalnya, tidak disebut sebagai faqih atau ahli fiqih. 

2. Istilah
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Sebagiannya lebih merupakan ungkapan sepotong-sepotong, tapi ada juga yang memang sudah mencakup semua batasan ilmu fiqih itu sendiri. Al-Imam Abu Hanifah punya definisi tentang fiqih yang unik, yaitu :
مَعْرِفَةُ النَّفْسِ مَالَهَا وَمَا عَلَيْهَا
Mengenal jiwa manusia terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya. 

Sebenarnya definisi ini masih terlalu umum, bahkan masih juga mencakup wilayah akidah dan keimanan bahkan juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga fiqih yang dimaksud oleh beliau ini disebut juga dengan istilah Al-Fiqhul Akbar. Ada pun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup istilah fiqih yang dikenal para ulama adalah :

اَلْعِلْمُ بِا لَّا حْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبُ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ

”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci,”


Penjelasan definisi:
a. Ilmu
Fiqih adalah sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah, logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni yang lebih bermain dengan rasa dan keindahan. Fiqih adalah sebuah cabang ilmu yang bisa dipelajari, didirikan di atas kaidah-kaidah yang bisa dipresentasikan dan diuji secara ilmiyah. Selama ini fiqih sudah menjadi fakultas yang diajarkan di berbagai universitas sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bersifat akademis dan diakui secara ilmiyah di dunia international.


b. Hukum-hukum
Ilmu fiqih adalah salah satu cabang ilmu, yang secara khusus termasuk ke dalam cabang ilmu hukum. Jadi pada hakikatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum. Kita mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu hukum, misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang pada suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga mengenal hukum barat yang umumnya hasil dari penjajahan Belanda.


c. Syariat
Hukum yang menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang bersumber dari Allah SWT serta telah menjadi ketetapan-Nya, dimana kita sebagai manusia, telah diberi beban mempelajarinya, lalu menjalankan hukum-hukum itu, serta berkewajiban juga untuk mengajarkan hukum-hukum itu kepada umat manusia.

Dengan kata lain, ilmu fiqih bukan ilmu hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat, dimana hukum itu 100% dipastikan berasal dari Allah SWT.

Keterlibatan manusia dalam ilmu fiqih hanyalah dalam menganalisa, merinci, memilah serta menyimpullkan apa yang telah Allah SWT firmankan lewat Al-Quran Al-Kariem dan juga lewat apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan berupa sunnah nabawiyah atau hadits nabawi.


d. Amaliyah
Yang dimaksud dengan amaliah adalah bahwa hukum fiqih itu terbatas pada hal-hal yang bersifat amaliyah badaniyah, bukan yang bersifat ruh, perasaan, atau wilayah kejiwaan lainnya.

Sebagaimana kita tahu hukum syariah itu cukup banyak wilayahnya, ada wilayah akidah yang lebih menekankan pada wilayah keyakinan dan pondasi keimanan. Ada hukum yang terkait dengan akhlak dan etika.

Dalam hal ini ilmu hukum fiqih hanya membahas hukum-hukum yang bersifat fisik berupa perbuatanperbuatan manusia secara fisik lahiriyah. Tegasnya, fiqih itu hanya menilai dari segi yang kelihatan saja, sedangkan yang ada di dalam hati, atau di dalam benak, tidak termasuk wilayah amaliyah.


e. Yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci
Banyak orang beranggapan bahwa ilmu fiqih itu sekedar karangan atau logika para ulama, yang menurut mereka bahwa ulama itu manusia juga. Sedangkan yang berasal dari Allah hanyalah Al-Quran, dan yang berasal dari Rasulullah SAW adalah Al-Hadits.

Cara pemahaman seperti ini mungkin maksudnya benar tetapi agak kurang tepat dalam memahaminya. Sesungguhnya ilmu fiqih itu 100% diambil dari Al-Quran dan Sunnah nabiwiyah, sebagai sumber rujukan utama. Rasanya tidak ada yang menyalahi hal prinsip ini. Namun kita tahu bahwa tidak mudah memahami Al-Quran atau hadits begitu saja, khususnya buat orang-orang yang awam dan tidak mengerti ilmu-ilmu dalam memahami keduanya.

Kalau yang melakukannya orang awam atau orang ajam, apalagi jarak antara kita hidup dengan masa turunnya Al-Quran sudah terpaut 14 abad lamanya. Ditambah lagi kita punya perbedaan budaya dengan Rasulullah SAW.

Maka harus ada ilmu dan metode yang baku dan bisa dipertanggung-jawabkan untuk bisa mengeluarkan kesimpulan hukum dari Al-Quran dan Sunnah. Kalau boleh dibuat perumpamaan, ilmu fiqih itu ibarat ilmu tentang prakiraan cuaca. Ilmu ini tentu bukan ilmu ramal meramal dengan menggunakan kekuatan ghaib. Ilmu ini mengandalkan data dan fakta dari gejala-gejala di alam, yang sebenarnya semua orang bisa melihat atau merasakannya. Misalnya arah hembusan angin dan kecepatannya, kelembaban udara, suhu, dan lainnya.

Bagi orang awam, walaupun mereka bisa melihat atau merasakannya semua gejala alam itu, namun mereka tidak akan bisa mengetahui bagaimana mengolah data-data gejala alam itu secara akurat. Yang bisa mengolah data-data itu hanya mereka yang belajar ilmu itu secara serius. Kalau kita buka kitab suci Al-Quran dan atau membolakbalik kitab shahih Bukhari, sebenarnya yang kita lakukan barulah membaca data mentah.

Kalau kita tidak mengerti bahasa Arab dengan seluk beluk sastranya, maka kita tidak akan mengerti makna setiap ayat dan hadits sebagai mendasar.

Kalau kita tidak tahu latar belakang kenapa ayat itu turun, dan juga tidak punya informasi kenapa nabi SAW bersabda, tentu saja kita tidak punya pegangan dasar tentang tujuan masing-masing dalil itu.

Satu hal lagi yang amat fatal, yaitu seringkali secara sekilas kita melihat atau menyangka telah terjadi ketidaksingkronan antara satu ayat dengan ayat lainnya, juga antara hadits yang satu dengan hadits lainnya. Bahkan antara ayat dan hadits pun terkadang terjadi hal yang sama. Maka buat orang awam, seringkali terjadi kekeliruan yang amat fatal.

Padahal yang sesungguhnya terjadi bukan tidak singkron, tetapi karena kita tidak tahu konteks dari masingmasing dalil. Atau boleh jadi Nabi SAW berbicara dalam waktu dan situasi yang berbeda.

Nabi SAW pernah ditanya shahabat, amal apa yang paling utama di sisi Allah. Jawaban beliau adalah jihad di jalan Allah. Tetapi pada kesempatan yang lain, ketika diajukan pertanyaan yang sama, jawaban beliau adalah berbakti kepada orang tua. Bahkan pernah juga beliau hanya berpesan untuk tidak pernah berdusta selama-lamanya.

Tentu saja orang awam akan bingung kalau membaca hadits-hadits yang sekilas kelihatan berbeda itu. Tetapi dengan ilmu fiqih, kita jadi tahu bahwa jawaban yang berbeda-beda itu ternyata disebabkan orang yang bertanya berbeda-beda.

Ternyata beliau SAW menjawab setiap pertanyaan itu berdasarkan kondisi subjektif masing-masing penanya. Mereka yang kurang berbakti kepada orang tua, maka nasihat beliau adalah disuruh berbakti. Buat mereka yang rada pengecut dan kurang punya nyali, beliau anjurkan untuk berjihad di jalan Allah. Sedangkan buat pedagang yang sering kalau berdagang banyak bohongnya, nasehat beliau adalah jangan berdusta. 

Kesimpulan :
Secara sederhana kita bisa simpulkan bahwa fiqih adalah kesimpulan hukum-hukum bersifat baku hasil ijtihad ulama yang bersumber dari Al-Quran, sunnah, ijma, qiyas dan dalildalil yang ada. 

B. Syariah
Selain istilah fiqih, kita juga sering mendengar istilah yang mirip dan dekat sekali, yaitu syariah. Seringkali orang menyamakan antara fiqih dan syariah. Dan hal itu wajar karena keduanya memang punya arti yang dekat sekali.

Bila masing-masing disebutkan terpisah, maknanya bisa saja sama. Tetapi ketika keduanya dipertemukan, ternyata keduanya punya perbedaan yang nyata.

Kira-kira mirip dengan penyebutan antara faqir dan miskin. Keduanya nyaris serupa, tapi ternyata tetap berbeda.

Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa fakir itu orang yang sama sekali tidak punya pemasukan, sedangkan miskin adalah orang yang kekurangan tetapi masih punya pekerjaan atau penghasilan.

Untuk mengetahui apa persama dan perbedaan antara fiqih dan syariah, sebaiknya kita bahas dulu pengertian istilah syariah itu :


1. Bahasa
Makna syariah secara bahasa Arab, adalah sebagaimana orang-orang Arab di masa lalu memaknai kata syariah ini sebagai metode atau jalan yang lurus
الطریقة المستقیة


Di dalam Lisanul Arab, kata syariah bermakna :

مَوْرِدُ الْمَاءِ الَّذِي يُقْصَدُ لِشُّرْبِ

Sumber mata air yang dijadikan tempat untuk minum

2. Istilah
Secara istilah dalam ilmu fiqih, Syariah didefinisikan oleh para ulama sebagai

مَا شَرَعَهُ اللّٰهُ لِعِبَادِهِ مِنَ الْأَ حْكَامِ الَّتِي جَاءَ بِهَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ سَوَاءٌ مَا يَتَعَلَّقُ بِالِا عْتِقَادِ وَالْعِبَادَتَ وَالْمُعَا مَلَاتِ وَالْأَ خْلَاقِ وَنِظَامِ الْحَيَاةِ

Apa yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh nabi dari para nabi, baik yang terkait dengan keyakinan, ibadah muamalah, akhlaq dan aturan dalam kehidupan.

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah
Dari definisi tentang syariah, secara sekilas kita bisa lihat perbedaan antara fiqih dan syariah.

1. Ruang Lingkup Syariah
Ruang lingkup syariah lebih luas dari ruang lingkup fiqih. Syariah mencakup masalah akidah, akhlaq, ibadah, muamalah, dan segala hal yang terkait dengan ketentuan

Allah SWT kepada hambanya. Sedangkan ruang lingkup fiqih terbatas masalah teknis hukum yang bersifat amaliyah atau praktis saja, seperti hukum-hukum tentang najis, hadats, wudhu’, mandi janabah, tayammum, istinja’, shalat, zakat, puasa, jual-beli, sewa, gadai, kehalalan makanan dan seterusnya.

Objek pembahasan fiqih berhenti ketika kita bicara tentang ha-hal yang menyangkut aqidah, seperti kajian tentang sifat-sifat Allah, sifat para nabi, malaikat, atau hari qiyamat, surga dan neraka.

Objek pembahasan fiqih juga keluar dari wilayah hati serta perasaan seorang manusia, seperti rasa rindu, cinta dan takut kepada Allah. Termasuk juga rasa untuk berbaik sangka, tawakkal dan menghamba kepada-Nya dan seterusnya.

Objek pembahasan fiqih juga keluar dari pembahasan tentang akhlaq mulia atau sebaliknya. Fiqih tidak membicarakan hal-hal yang terkait dengan menjaga diri dari sifat sombong, riya’, ingin dipuji, membanggakan diri, hasad, dengki, iri hati, atau ujub.

Sedangkan syariah, termasuk di dalamnya semua objek pembahasan dalam ilmu fiqih, plus dengan semua hal di atas, yaitu masalah aqidah, akhlaq dan juga hukum-hukum fiqih.


2. Syariah Bersifat Universal
Syariah adalah ketentuan Allah SWT yang bersifat universal, bukan hanya berlaku buat suatu tempat dan masa, tetapi syariah menembus ruang dan waktu.

Kita menyebut ketentuan dan peraturan dari Allah SWT kepada Bani Israil di masa nabi-nabi terdahulu sebagai syariah, dan tidak kita sebut dengan istilah fiqih.

Misalnya ketika mereka melanggar aturan yang tidak membolehkan mereka mencari ikan di hari Sabtu. Aturan itu di dalam Al-Quran disebut dengan istilah syurra’a شُرَّع yang akar katanya sama dengan syariah.

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْمَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِدْ تَأْ تِيْهِمْ حِيْتَا نُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu. (QS. Al-A’raf : 163)


Di dalam ayat yang lain juga disebutkan istilah syariah dengan pengertian bahwa Allah SWT menetapkan suatu aturan dan ketentuan kepada para nabi di masa lalu.

شَرَعَلَكُم مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصَّ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوسَ وَعِيْسَ
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa. (QS. As-Syura : 13)


Karena itulah maka salah satu istilah dalam ilmu ushul fiqih, dalil syar’u man qablana, bukan fiqhu man qablana.


3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami

Perbedaan yang juga sangat prinsipil antara fiqih dan syariah, adalah bahwa fiqih itu merupakan apa yang dipahami oleh mujtahid atas dalil-dalil samawi dan bagaimana hukumnya ketika diterapkan pada realitas kehidupan, pada suatu zaman dan tempat.

Jadi pada hakikatnya, fiqih itu adalah hasil dari sebuah ijtihad, tentunya yang telah lulus dari penyimpangan kaidahkaidah dalam berijtihad, atas suatu urusan dan perkara.

Sehingga sangat dimungkin hasil ijithad itu berbeda antara seorang mujtahid dengan mujtahid lainnya.

Sedangkan syariah lebih sering dipahami sebagai hukumhukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam kehidupan ini. Pembicaraan tentang syariah belum menyentuh wilayah perbedaan pendapat dan pemahaman dari para ahli fiqih.


D. Fiqih di Zaman Nabi

1. Istilah Fiqih di Masa Nabi
Istilah fiqih yang kita kenal dalam ilmu fiqih memang berbeda penggunanaan dengan di masa Nabi SAW. Jika kita temui istilah fiqih فِفْھ di masa Rasulullah SAW dan masa generasi pertama Islam, maka yang dimaksud adalah ilmu agama secara keseluruhan.

Seorang faqih فَقِیھ adalah orang memiliki ilmu yang mendalam dalam agamanya dari teks-teks agama yang ada dan ia mampu menyimpulkan menjadi hukum-hukum, pelajaran-pelajaran, faidah yang terkandung dalam teks agama tersebut. Disebutkan dalam salah satu hadits shahih bahwa ciri luar seorang ahli fiqih adalah :


إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَىِٔنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ
Panjangnya shalat seseorang dan singkatnya khutbahnya adalah bagian dari fiqihnya (HR. Muslim)

Jadi makna fiqih di masa pertama Islam mencakup seluruh masalah dalam agama Islam, baik yang mencakup masalah akidah, ibadah, muamalat dan lain-lain. Karenanya, Abu Hanifah menamai tulisannya tentang akidah dengan “Al Fiqhul Akbar”.


2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi
Seperti yang diuraikan di atas, bahwa fiqih adalah ilmu yang membahas bidang amali dalam syariat Islam. Syariat itu sendiri adalah tuntutan Allah kepada untuk hamba-Nya baik melalui Al-Quran atau Sunnah, baik dalam bentuk keyakinan (akidah) atau mekanisme mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah.

Fiqih sudah ada sejak zaman Rasulullah saw, masa sahabat dan seterusnya hingga kini. Di zaman sahabat fiqih berkembang karena kebutuhan manusia untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari realitas yang mereka hadapi saat itu.

Sejak saat itu fiqih menjadi kebutuhan manusia hingga saat sekarang. Sebab setiap manusia membutuhkan kepastian hukum dalam menyikapi kenyataan hidup mereka. Sehingga fiqih menjadi sistem yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan manusia dan makhluk lainnya, setiap manusia mengetahui hak dan kewajibannya, memenuhi hal-hal yang bermaslahat dan menolak yang memadlaratkan.

Selama 14 abad Fiqih Islam menjadi referensi hukum dan akan berlangsung hingga hari kiamat. Ini karena Fiqih memiliki sifat universal dan konprehensip sebab syariat Islam merupakan agama terakhir di bumi.

Related Posts:

0 Response to "Bab 1 Pengantar Ilmu Fiqih"

Posting Komentar