7 Fiqih Taharah - Tayammum


1. Pengertian
Secara bahasa, tayammum itu maknanya adalah (القصد) al-qashdu, yaitu bermaksud. Sedangkan secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.

Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Dan itu terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas tanah, melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus, yaitu hadats kecil dan hadats besar.

2. Masyru`iyah
Syariat Tayammum dilandasi oleh dalil-dalil syar`i baik dari Al-Quran, Sunnah dan Ijma`.

2.1. Dalil Al-Quran
Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang kebolehan bertayammum pada kondisi tertentu bagi umat Islam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُبًا إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisa : 43)

2.2. Dalil Sunnah
Selain dari Al-Quran Al-Kariem, ada juga landasan syariah berdasarkan sunnah Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang pensyariatan tayammum ini.

عَنْ أَبيِ أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ الله s قَالَ : جُعِلَتْ الأَرْضُ كُلُّهَا ليِ وَلأُِمَّتِي مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي الصَّلاَةُ فَعِنْدَهُ مَسْجِدُهُ وَعِندَهُ طَهُوْرُهُ - رواهما أحمد
Dari Abi Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Telah dijadikan tanah seluruhnya untukkku dan ummatku sebagai masjid dan pensuci. Dimanapun shalat menemukan seseorang dari umatku, maka dia punya masjid dan media untuk bersci. (HR. Ahmad 5 : 248)

2.3. Ijma`
Selain Al-Quran dan Sunnah, tayammum juga dikuatkan dengan landasan ijma` para ulama muslimin yang seluruhnya bersepakat atas adanya masyru`iyah tayammum sebagai pengganti wudhu`.

3. Tayammum Khusus Milik Umat Muhammad SAW
Salah satu kekhususan umat Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan umat lainnya adalah disyariatkannya tayammum sebagai pengganti wudhu` dalam kondisi tidak ada air atau tidak mungkin bersentuhan dengan air.
Di dalam agama samawi lainnya, tidak pernah Allah SWT mensyariatkan tayammum. Jadi tayammum adalah salah satu ciri agama Islam yang unik dan tidak ditemukan bandingannya di dalam Nasrani atau Yahudi.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ اَلنَّبِيَأ s قَالَ: أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي اَلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا, فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلاةُ فَلْيُصَلِّ –رواه البخاري ومسلم
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda,”Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang nabi sebelumku : Aku ditolong dengan dimasukkan rasa takut sebulan sebelumnya, dijadikan tanah sebagai masjid dan media bersuci, sehingga dimanapun waktu shalat menemukan seseorang, dia bisa melakukannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Hal-hal Yang Membolehkan Tayammum

4.1. Tidak Adanya Air
Dalam kondisi tidak ada air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya atau membelinya.

Dan sebagaimana yang telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan lain-lainnya. Dan di zaman sekarang ini, ada banyak air kemasan dalam botol yang dijual di pinggir jalan, semua itu membuat ketiadaan air menjadi gugur.

Bila sudah diusahakan dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak berhasil, barulah tayammum dengan tanah dibolehkan.
Dalil yang menyebutkan bahwa ketiadaan air itu membolehkan tayammum adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini :

عَنْ عُمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ :كُنَّا مَعَ رَسُولِ الله s فيِ سَفَرٍ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَإِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ فَقَالَ : مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَليِّ ؟ قَالَ : أَصَابَتْنِي جَناَبَةُ وَلاَ مَاء ، قَالَ : عَليَكَ باِلصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ - متفق عليه
Dari Imran bin Hushain ra berkata bahwa kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan. Belaiu lalu shalat bersama orang-orang. Tiba-tiba ada seorang yang memencilkan diri (tidak ikut shalat). Beliau bertanya,"Apa yang menghalangimu shalat ?". Orang itu menjawab,"Aku terkena janabah". Beliau menjawab,"Gunakanlah tanah untuk tayammum dan itu sudah cukup". (HR. Bukhari 344 Muslim 682)

Bahkan ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa selama seseorang tidak mendapatkan air, maka selama itu pula dia boleh tetap bertayammum, meskipun dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.

عَنْ أَبيِ ذَرٍّ قَالَ : اِجْتَوَيْتُ المَدِيْنَة َفَأَمَر َليِ رَسُولُ الله sبِإِبِلٍ فَكُنْتُ فِيْهَا ، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ s فَقُلْْتُ : هَلَكَ أَبُو ذَرٍّ ، قَالَ : مَا حَالُكَ ؟ قَالَ : كُنْتُ أَتَعَرَّضُ لِلجَنَابَةَ وَلَيْسَ قُرْبيِ مَاء ، فَقَالَ : إِنَّ الصَّعِيْدَ طَهُوْرٌ لِمَنْ لَمْ يَجِدْ المَاءَ عَشْرَ سِنِيْنَ - رواه أحمد وأبو داود والأثرم وهذا لفظه
Dari Abi Dzar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tanah itu mensucikan bagi orang yang tidak mendapatkan air meski selama 10 tahun". (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa`i, Ahmad).

4.2. Sakit
Kondisi yang lainnya yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai penggati wudhu` adalah bila seseorang terkena penyakit yang membuatnya tidak boleh terkena air. Baik sakit dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya.

Tidak boleh terkena air itu karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya oleh sebab air itu. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum.

Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW berikut ini :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ : خَرَجْنَا فيِ سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَر فَشَجَّهُ فيِ رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ ، فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ هَلْ تَجِدُونَ ليِ رُخْصَةً فيِ التَّيَمُّم ؟ فَقَالُوا : مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلى المَاء ، فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ ، فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلىَ رَسُولِ اللهِ s أَخْبَرَ بِذَلِكَ ، فَقَالَ : قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ الله ، أَلاَ سَأَلُوا إِذَا لَم يَعْلَمُوا ؟ فَإِنَّمَا شِفَاءُ العَيِّ السُّؤَال ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ, وَيَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً, ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ رواه أبو داود والدارقطني
Dari Jabir ra berkata,"Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya,"Apakah kalian membolehkan aku bertayammum ?". Teman-temannya menjawab,"Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air". Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau,"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu ? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum ...(HR. Abu Daud 336, Ad-Daruquthuny 719).

4.3. Suhu Sangat Dingin
Dalam kondisi yang teramat dingin dan menusuk tulang, maka menyentuh air untuk berwudhu adalah sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa menimbulkan madharat yang tidak kecil. Maka bila seseorang tidak mampu untuk memanaskan air menjadi hangat walaupun dengan mengeluarkan uang, dia dibolehkan untuk bertayammum.

Di beberapa tempat di muka bumi, terkadang musim dingin bisa menjadi masalah tersendiri untuk berwudhu`, jangankan menyentuh air, sekedar tersentuh benda-benda di sekeliling pun rasanya amat dingin. Dan kondisi ini bisa berlangsung beberapa bulan selama musim dingin.

Tentu saja tidak semua orang bisa memiliki alat pemasan air di rumahnya. Hanya kalangan tertentu yang mampu memilikinya. Selebihnya mereka yang kekurangan dan tinggal di desa atau di wilayah yang kekurangan, akan mendapatkan masalah besar dalam berwudhu` di musim dingin. Maka pada saat itu bertayammum menjadi boleh baginya.

Dalilnya adalah taqrir Rasulullah SAW saat peristiwa beliau melihat suatu hal dan mendiamkan, tidak menyalahkannya.

عَنْ عَمْرُو بن العَاص أَنَّهُ لَمَّا بُعِثَ فيِ غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلاَسِل قَالَ : اِحْتَلَمْتُ فيِ لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ البَرْد ، فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَن أَهْلَك فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابيِ صَلاَةَ الصُّبْحِ ، فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلىَ رَسُول اللهِ s ذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ : يَا عَمْرُو صَلَّيتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُب؟ فَقُلْتُ : ذَكَرْتُ قَوْلَ اللهُ تَعَالىَ (وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُم إِنَّ اللهُ كَانَ بِكُم رَحِيْمًا) فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ ، فَضَحِكَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلم وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا - رواه أحمد وأبو داود والدارقطني
Dari Amru bin Al-`Ash ra bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzatus Salasil berakta,"Aku mimpi basah pada malam yang sangat dingin. Aku yakin sekali bila mandi pastilah celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh mengimami teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah SAW, mereka menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya,"Wahai Amr, Apakah kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?". Aku menjawab,"Aku ingat firman Allah [Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepadamu], maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu) Rasulullah SAW tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad, Al-hakim, Ibnu Hibban dan Ad-Daruquthuny).

4.4. Air Tidak Terjangkau
Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa dijangkau. Meskipun ada air, namun bila untuk mendapatkannya ada resiko lain yang menghalangi, maka itupun termasuk yang membolehkan tayammum.

Misalnya takut bila dia pergi mendapatkan air, takut barang-barangnya hilang, atau beresiko nyawa bila mendapatkannya. Seperti air di dalam jurang yang dalam yang untuk mendapatkannya harus turun tebing yang terjal dan beresiko pada nyawanya.

Atau juga bila ada musuh yang menghalangi antara dirinya dengan air, baik musuh itu dalam bentuk manusia atau pun hewan buas. Atau bila air ada di dalam sumur namun dia tidak punya alat untuk menaikkan air. Atau bila seseorang menjadi tawanan yang tidak diberi air kecuali hanya untuk minum.

4.5. Air Tidak Cukup
Kondisi ini juga tidak mutlak ketiadaan air. Air sebenarnya ada namun jumlahnya tidak mencukupi. Sebab ada kepentingan lain yang jauh lebih harus didahulukan ketimbang untuk wudhu`. Misalnya untuk menyambung hidup dari kehausan yang sangat.

Bahkan para ulama mengatakan meski untuk memberi minum seekor anjing yang kehausan, maka harus didahulukan memberi minum anjing dan tidak perlu berwudhu` dengan air. Sebagai gantinya, bisa melakukan tayammum dengan tanah.

4.6. Habisnya Waktu
Dalam kondisi ini, air ada dalam jumlah yang cukup dan bisa terjangkau. Namun masalahnya adalah waktu shalat sudah hampir habis. Bila diusahakan untuk mendaptkan air, diperkirakan akan kehilangan waktu shalat. Maka saat itu demi mengejar waktu shalat, bolehlah bertayammum dengan tanah.

5. Tanah Yang Bisa Digunakan Untuk Tayammum
Dibloehkan betayammum dengan menggunakan tanah yang suci dari najis. Dan semua yang sejenis dengan tanah seperti batu, pasir atau kerikil. Sebab di dalam Al-Quran disebutkan dengan istilah sha`idan thayyiba (صعيدا طيبا) yang artinya disepakati ulama sebagai apapun yang menjadi permukaan bumi, baik tanah atau sejenisnya.

6. Cara Bertayammum
Cara tayammum amat sederhana. Cukup dengan niat, lalu menepukkan kedua tapak tangan ke tanah yang suci dari najis. Lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan sampai batas pergelangan. Selesailah rangkaian tayammum. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika Ammar bertanya tentang itu.

عَنْ عَمَّار قَالَ : أَجْنَبْتُ فَلَم أَصُب المَاء ، فَتَمَعَّكْتُ فيِ الصَّعِيدِ وَصَليَّتُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلَّنِبي s فَقَالَ : إِنَّمَا يَكْفِيْكَ هَكَذَا ، وَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ وَنَفَخَ فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيهِ - متفق عليه . وفي لفظ : إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَضْرِبَ بِكَفَّيكَ فيِ التُّرَابِ ، ثُمَّ تَنْفُخُ فِيْهِمَا ، ثُمَّ تَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ إِلىَ الرِصْغَيْنِ رواه الدارقطني
Dari Ammar ra berkata,"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau bersabda,"Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam lafadz lainnya disebutkan :
Cukup bagimu untuk menepuk tanah lalu kamu tiup dan usapkan keduanya ke wajah dan kedua tapak tanganmu hingga pergelangan. (HR. Ad-Daruquthuny)

7. Batalnya Tayammum

7.1. Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.

7.2. Bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.

7.3 Bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
Bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah selesai dari shalatnya, tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih ada. Apa yang harus dilakukannya ?

Para ulama mengatakan bahwa tayammum dan shalatnya itu sudah syah dan tidak perlu untuk mengulangi shalat yang telah dilaksanakan. Sebab tayammumnya pada saat itu memang benar, lantaran memang saat itu dia tidak menemukan air. Sehingga bertayammumnya sah. Dan shalatnya pun sah karena dengan bersuci tayammum. Apapun bahwa setelah itu dia menemukan air, kewajibannya untuk shalat sudah gugur.

Namun bila dia tetap ingin mengulangi shalatnya, dibenarkan juga. Sebab tidak ada larangan untuk melakukannya. Dan kedua kasus itu pernah terjadi bersamaan pada masa Rasulullah SAW.

عَنْ عَطَاء بنِ يَسَار عَنْ أَبيِ سَعِيْدٍ الخُدْرِي قَالَ خَرَجَ رَجُلاَنِ فيِ سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءُ فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا المَاءَ فيِ الوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الوُضُوءَ وَالصَّلاَةَ ، وَلَم يُعِد الآخَر ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللهِ s فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِد : أَصَبْتَ السُّنَّة وَأَجْزَأْتَكَ صَلاَتَكَ ؛ وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَأَعَادَ : لَكَ الأَجْر مَرَّتَينِ
Dari Atha' bin Yasar dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa ada dua orang bepergian dan mendapatkan waktu shalat tapi tidak mendapatkan air. Maka keduanya bertayammum dengan tanah yang suci dan shalat. Selesai shalat keduanya menemukan air. Maka seorang diantaranya berwudhu dan mengulangi shalat, sedangkan yang satunya tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah SAW dan menceritakan masalah mereka. Maka Rasulullah SAW berkata kepada yang tidak mengulangi shalat,"Kamu sudah sesuai dengan sunnah dan shalatmu telah memberimu pahala". Dan kepada yang mengulangi shalat,"Untukmu dua pahala". (HR. Abu Daud 338 dan An-Nasa`i 431)


Related Posts:

0 Response to "7 Fiqih Taharah - Tayammum"

Posting Komentar