Z. Zakat dan Kemiskinan
Ikhtishar
A. Bisakah Zakat Mengentaskan Kemiskinan?
B. Memiskinkan Rakyat Dengan Sistematis
C. Kekayaan Alam Dijarah Asing
A. Bisakah Zakat Mengentaskan Kemiskinan?
Sejak beberapa tahun terakhir ini, seruan untuk menggalakkan zakat terasa mulai menggeliat. Di kantor-kantor dan tempat kerja, banyak umat Islam yang sudah mulai rajin menyisihkan hartanya untuk zakat. Berbagai institusi yang bergerak dalam bidang penghimpunan zakat juga mulai tumbuh disana-sini. Semua itu sungguh merupakan secercah harapan yang insya Allah bisa menjadi pertanda kebangkitan kembali agama Islam, khususnya syariah zakat. Dan kita semua wajib bersyukur atas karunia besar ini. Memang hidayah yang Allah SWT turunkan itu tidak bisa ditolak dan juga tidak bisa
dipaksakan.
Namun sembari mensyukuri fenomena ini, kita juga tidak boleh lengah. Jangan sampai semangat untuk mengajak umat Islam membayar zakat ini memasuki wilayah yang terlalu berlebihan, perlu dihindari bila sekiranya akan melewati garis-garis batas yang telah ditetapkan syariah. Salah satu bentuk agak berlebihannya ajakan kepada penunaian zakat, misalnya jargon bahwa zakat itu mengentaskan kemiskinan. Dan tidak terlalu salah kalau dibilang bahwa zakat itu memang punya tujuan untuk memerangi kemiskinan. Jargon seperti ini tentu kita hargai sebagai bentuk pemberi semangat bagi umat Islam untuk kembali kepada syariah zakat.
Namun kadang kalau kurang teliti, jargon ini agak menyesatkan, khususnya dalam kasus salah urus negara kita ini. Memang benar bahwa tujuan zakat itu memberikan perhatian kepada saudara-saudara kita yang tidak punya dan kekurangan. Tetapi dalam kasus negeri dengan prestasi sebagai negara terkorup terbesar seperti Indonesia, kefakiran dan kemiskinan itu bukan sesuatu yang bersifat alami. Oleh karenanya, syariat zakat tentu tidak bisa dipaksakan untuk mengentaskan kemiskinan, kalau kemiskinan itu memang terjadi secara sistematis. Yang selama ini terjadi adalah bahwa kefakiran dan kemiskinan di negeri ini terjadi akibat penjajahan, penjarahan, pembalakan, pengkhianatan dan juga penzaliman. Sayangnya, semua itu bukan terjadi untuk satu dua kasus, justru semua itu menjadi sebuah sistem yang tertata rapi, dilengkapi dengan perangkat hukum, dan dilindungi oleh sistem politik yang resmi. Dan mohon maaf kalau sampai kita harus mengatakan bahwa memiskinkan rakyat secara sistematis ini terkadang terasa sebagai mazhab resmi negara.
Lalu bagaimana rakyat yang telah dimiskinkan sampai ke tingkat ke sengsaraan yang paling parah, akibat sistem negara bejat ini, bahkan menduduki rangking teratas sebagai negara terkorup di dunia, tiba-tiba mau dientaskan kemiskinannya dengan syariat zakat? Tentu bukan pada tempatnya bila kita membebankan zakat untuk menanggulangi kemiskinan di negeri ini, mengingat bahwa penyebab kemiskinan sudah menjadi sistem dan berlangsung dalam skala mafia international.
Zakat memang bisa mengentaskan kemiskinan untuk suatu negeri, namun zakat hanya ditugaskan untuk mengentaskan kemiskinan di negeri yang normal kemiskinannya. Sedangkan untuk negeri yang dijarah secara sistematis oleh sistem perpolitikan yang memang 100% berniat memiskinkan rakyat, rasanya terlalu jauh bila tugas mengentaskan kemiskinan harus dibebankan kepada zakat. Ibarat menambal baju yang bolong, tugas menambal sesungguhnya terbatas hanya bila bajunya memang ada, lalu ada sedikit bolong di satu atau dua tempat. Tetapi kain penambal baju tidak akan ada artinya bila bajunya saja tidak ada. Kalau bajunya tidak ada, lalu apa yang mau ditambal? Tidak mungkin kita membuat baju dari potonganpotongan kain perca yang disambung-sambung, lalu kita mimpi tiba-tiba terciptalah pakaian yang indah dengan warna dan model yang menarik hati.
B. Memiskinkan Rakyat Dengan Sistematis
Urusan memiskinkan rakyat secara sistematis ini sudah banyak dibahas para ahli ekonomi yang punya hati nurani. Dan sayangnya diantara sekian banyak negara yang rakyatnya dimiskinkan secara sistematis adalah negara kita tercinta Indonesia.
Ada banyak indikasi yang bisa dengan mudah kitab baca sebagai orang awam. Salah satunya adalah kebijakan untuk terus menerus berhutang kepada negara lain. Entah ini ide siapa, yang jelas bangsa kita adalah bangsa yang selalu rajin berhutang dan tidak pernah berniat untuk mengurangi jumlah hutang-hutangnya.
Sebaliknya, justru hutang-hutang bangsa ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun tanpa terkendali. Sayangnya, derasnya kucuran hutang luar negeri itu oleh para penguasa yang bermazhab neolib ini justru sering dijadikan tolok ukur keberhasilan rezim mereka. Ini sungguh aneh bin ajaib. Ada orang semakin banyak hutangnya, dibilang semakin sukses? Kita agak susah memahami alur logikanya, apanya yang sukses? Seharusnya, dengan logika sederhana semua orang tahu bahwa semakin sedikit kita berutang, kita akan dinilai semakin sukses. Sebab yang namanya hutang itu beban.
Apalagi kita tahu benar bahwa hutang itu tidak masuk ke negeri ini dengan gratis, semua pakai konsekuensi, termasuk beban bunga (baca : riba) yang harus dibayarkan. Selama sepuluh tahun terakhir ini saja, bangsa yang sudah menjadi bangsa termiskin di dunia, semakin bertambah besar hutangnya.
Ini adalah catatan utang pemerintah pusat sejak tahun 2000 berikut rasio utangnya terhadap PDB. Pada tahun 2000, utang bangsa ini sebesar Rp1.234,28 triliun dengan rasio 89%, dan tahun-tahun berikutnya hutang-hutang itu terus melesat naik tak terkendali.
. 2001 Rp1.273,18 triliun (77%)
. 2002 Rp1.225,15 triliun (67%)
. 2003 Rp1.232,04 triliun (61%)
. 2004 Rp1.299,50 triliun (57%)
. 2005 Rp1.313,29 triliun (47%)
. 2006 Rp1.302,16 triliun (39%)
. 2007 Rp 1.389,41 triliun (35%)
. 2008 Rp1.636,74 triliun (33%)
. 2009 Rp1.590,66 triliun (28%)
. 2010 Rp1.618,24 triliun (27%)
Ternyata bangsa ini bukan hanya miskin tetapi banyak hutang. Dan hutang itu berbanding lurus dengan ketergantungan kepada bangsa lain, yang juga merupakan saudara kandungnya imperialisme.
Dengan demikian, utang luar negeri jadi beban tambahan lagi bagi rakyat yang memang sangat sudah menderita. Sialnya, semua hutang-hutang itu dilakukan secara resmi, legal dan sah, oleh satu pihak yang mengatasnamakan diri sebagai pemerintah.
Para teknokrat neoliberalisme yang menjadi mazhab resmi negara selalu menimbun utang untuk membuat Indonesia tergantung kepada asing tanpa pernah bisa lepas. Kalau syariat zakat dipaksa-paksa untuk berperan mengentaskan masalah kemiskinan di negeri ini, tentu saja ini sebuah pemerkosaan atas agama. Sebab zakat tidak pernah didesain untuk mengatasi kemiskinan di negeri yang sistem ekonominya rusak parah seperti ini.
Kita tidak boleh membebani zakat dengan tugas-tugas di luar kemampuannya. Kita tidak bisa memaksa mobil mewah yang kita punya untuk bisa terbang ke angkasa. Meski mobil itu mahal harganya dengan merk terkenal, tetapi biar bagaimana pun yang namanya mobil tidak pernah didesain untuk bisa terbang. Kita butuh pesawat terbang untuk naik ke angkasa, dan bukan dengan mobil.
Kita butuh perbaikan sistem ekonomi negara dulu untuk keluar dari jerat kemiskinan, dan jangan bebankan semua itu kepada zakat.
Selama mazhab ekonomi Indonesia masih mengagungkan kapitalisme predator yang telah membawa kemelaratan bagi bangsa ini menjadi kemiskinan abadi, maka ekonomi negara ini masih sakit. Dalam keadaan sakit parah ini, zakat bukan obat yang tepat. Kalau pun dipaksakan dan hasilnya tidak kelihatan, bukan karena obatnya tidak mempan, tetapi memang salah minum obat.
Dalam kondisi sistem yang parah seperti ini, jelas sekali zakat tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan bangsa. Tetapi ingat, yang salah bukan zakatnya, melainkan mazhab resmi negara itu sendiri. Namun bila negara ini –entah kapan- secara resmi telah meninggalkan rezim kapitalisme pasar bebas dan mulai melakukan nasionalisasi terhadap korporasi yang telah menguasai hajat hidup orang banyak, pada saat itulah iklim yang baik akan menyuburkan zakat, dan zakat akan terus berkembang mengentaskan kemiskinan. Pendeknya, zakat akan mengentaskan kemiskinan, asalkan bukan kemiskinan yang diproduksi secara sistematis.
C. Kekayaan Alam Dijarah Asing
Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alam, berupa hutan, hasil laut, bahan tambang (migas dan non migas), dan lain-lain. Kenapa kekayaan yang melimpah ini tidak mampu membiayai pembangunan? Dan tidak membuat rakyatnya sejahtera?Ada apa dengan kekayaan alam kita?
Kekayaan alam di Kalimantan Selatan saja, produksi batu bara pada tahun 2004 mencapai 45.032.100 m3 ton dengan peningkatan mencapai 7% dari tahun 2003 yang hanya mencapai 41.344.695 m³ ton, sedangkan produksi minyak mentah 394.976.000 ton dan produksi gas alam sebanyak 23.240,50 ton.
Potensi tambang di Kalimantan Selatan dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: tambang golongan A, tambang golongan B, dan tambang golongan C. Kelompok tambang golongan A antara lain terdiri dari batubara dengan potensi cadangan sebanyak 5,6 miliar ton, Minyak bumi dengan potensi cadangan sebanyak 101.974.400 m³, dan biji nikel dengan potensi cadangan sebesar 42.242.000 ton.
Kelompok tambang golongan B antara lain terdiri dari biji besi dengan potensi cadangan sebanyak 194.817.800 ton, biji mas dengan potensi cadangan sebanyak 23.227.517 ton, krikil berintan dengan potensi cadangan sebanyak 23.154.000 ton.
Kelompok tambang golongan C antara lain terdiri dari batu gamping dengan potensi cadangan sebanyak 10.291.116.760 ton, marmer dengan potensi cadangan sebanyak 1.236.097.000 m³ , kaolin dengan potensi cadangan sebanyak 194.187.800 ton Indonesia juga penghasi dan pengekspor terbesar kayu lapis (plywood), yaitu sekitar 80% di pasar dunia.
Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua.
Kilang LNG Arun (Aceh) memiliki cadangan 17,1 triliun kubik gas dengan kapasitas produksi 220 kargo atau 6,5 juta ton pertahun Blok Cepu memiliki cadangan minyak 781 juta barel (versi Exxon mobil). Produksi puncak 165 ribu barel perhari, dengan potensi pendapatan (kotor) US$ 700 juta – 1,2 miliar pertahun.
Tambang Emas (Papua) yang di kuasai PT. Freeport (81,28%) memiliki cadangan emas terbesar kedua di dunia, berupa 86,2 juta ons emas; 32,2 juta ton tembaga; 154,9 juta ons perak. Total pendapatan Freeport : US$ 2,3 miliar (2004), US$ 4,2 miliar(2005) sementara setoran ke pemerintah hanya US$ 308 juta (2004) dan US$ 1,16 miliar (2005).
Tambang emas dan tembaga (Nusa Tenggara), pemilik terbesar Newmont Indonesia Ltd (45%) memiliki cadangan 11,9 juta ons emas dan 10,6 juta ton tembaga. Tambang emas di Minahasa, pemilik terbesarnya Newmont Mining Corp (80%). Tambang itu memiliki cadangan 2 juta ons emas.
Kontrak Blok gas Tangguh yang berpotensi merugikan Negara 750 triliun (25 tahun) diberikan ke Cina
Sayangnya, nyaris hampir semua kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat itu diserahkan begitu saja kepada pihak swasta bahkan swasta asing atas nama swastanisasi dan privatisasi yang berdalih investasi.
Jelas sekali ada kekeliruan dalam pengelolaan negara ini. Misalnya, untuk mengelola sumber daya alam pemerintah membuka begitu lebar pintu masuk investor asing, contohnya di sektor pertambangan. Perusahaan pertambangan terkaya versi Forbes 500, sebagian besar beroperasi di Indonesia. Di antara perusahaan itu yakni antara lain :
Exxon Mobil : 390.3 billion dolar AS/tahun
Shell : 355.8 billion dolar AS/tahun
British Petrolium : 292 billion dolar AS/tahun
Total S.A : 217.6 billion dolar AS/tahun
Chevron Corp : 214.1 billion dolar AS/tahun
Saudi Aramco : 197.9 billion dolar AS/tahun
ConocoPhillips : 187.4 billion dolar AS/tahun
Perusahaan pertambangan itu diperkirakan mengelola kekayaan alam Indonesia dengan nilai 1.655 miliar dolar AS atau sekitar 17.000 triliun/tahun. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2009 yang hanya mencapai Rp 1.037 triliun.
Seandainya semua potensi sumber daya alam milik umum ini dikelola Negara tidak diserahkan kepada swasta sebagaimana dalam sistem ekonomi Islam, maka pendapatan negara akan sangat mampu mencukupi pembiayaan pembangunan sehingga pemerintah tidak perlu berutang dan memungut pajak dari rakyat.
Bayangkan juga seandainya pendapatan perusahaan pertambangan yang nilainya sekitar 17.000 triliun/tahun menjadi milik Negara, sangat mungkin sekali kita mengentaskan kemiskinan.
Bahkan boleh jadi baitulmal yang kita punya akan berlebih, lantaran sudah tidak ada lagi orang yang miskin. Dan pada saat itu, zakat akan bisa menjadi solusi tambahan seandainya ada disana-sini tersisa orang-orang fakir dan miskin.
0 Response to "Z. Zakat dan Kemiskinan"
Posting Komentar