Ikhtishar
A. Pengertian
1. Bahasa
2. Istilah
B. Masyruiyah
1. Berhutang
2. Menerima Harta Zakat
C. Syarat Ibnu Sabil
1. Muslim dan Bukan Ahlul Bait
2. Di tangannya tidak harta lain
3. Bukan Perjalanan Maksiat
4. Tidak Ada Pihak Yang Bersedia Meminjamkannya
D. Contoh Nyata Di Masa Kini
1. Tenaga Kerja Indonesia Yang Terlunta-lunta
2. Perdagangan Manusia (Human Trafiking)
A. Pengertian
1. Bahasa
Secara bahasa, istilah ibnu sabil terdiri dari dua kata, yaitu ibnu yang berarti anak laki-laki, dan sabil yang berarti jalan. Namun ibnu sabil bukan berarti anak jalanan, melainkan bermakna orang yang menempuh perjalanan jauh.
2. Istilah
Sedangkan secara istilah, umumnya para ulama mendefiniskan istilah ibnu sabil sebagai :
اَلْمُنْقَطِعُ عَنْ مَالِهِ سَوَاءٌ كَانَ خَارِجَ وَطَنِهِ أَوْ بِوَطَنِهِ أَوْ مَارًّا بِهِ
Orang yang terputus dari hartanya, baik di luar negerinya, atau di dalam negerinya atau melewatinya. Jadi kira-kira dalam ungkapan yang lebih sederhana di masa sekarang ini, ibnu sabil bisa kita sebut sebagai orang yang kehabisan bekal perjalanan, khususnya harta, dan tidak mampu untuk meneruskannya atau kembali lagi ke rumahnya.B. Masyruiyah
Ibnu-sabil termasuk salah satu dari daftar delapan mustahik zakat, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِي سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللّٰهِ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. At-Taubah : 60)Para ulama sepakat bahwa bila ada seorang yang hartanya pas-pasan, lalu dia kehabisan bekal dalam
perjalanannya, maka dia termasuk orang yang berhak menerima harta zakat. Namun para ulama berbeda pendapat, bila orang yang kehabisan harta itu termasuk orang yang berkecukupan di tempat asalnya. Apakah tetap diberi dari harta zakat, ataukah sebaiknya atau seharusnya dia berhutang saja?
1. Berhutang
Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan dalam kasus ini sebaiknya orang kaya itu berhutang saja, dan tidak berhak untuk menerima harta zakat. Demikian juga mazhab Al-Malikiyah, mereka bahwa mewajibkan orang kaya itu untuk berhutang dan bukan menerima harta zakat. Sebab orang itu adalah orang kaya di tempatnya tinggal, mana mungkin zakat diberikan kepada orang kaya, dimana dia mampu untuk mengganti uang yang bisa dia pinjam dari orang-orang.
2. Menerima Harta Zakat
Sedangkan mazhab As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah tidak melarang orang yang kaya di tempat tinggalnya, untuk menerima harta dari zakat, bila dia kehabisan bekal. Meski dia kaya di tempat tinggalnya, tetapi pada saat sedang kehabisan bekal dia tidak bisa disebut kaya. Dan dia tetap butuh pertolongan dan santunan, setidaknya untuk bisa kembali ke tempat tinggalnya. Dan tidak mudah bagi seseorang yang dalam perjalanannya, untuk bisa begitu saja berhutang kepada orang lain. Sebab dimana-mana hutang itu butuh jaminan, sementara tidak ada yang bisa dijaminkan dalam keadaaan seperti itu.
C. Syarat Ibnu Sabil
Ada beberapa persyaratan yang dikemukakan oleh para ulama bagi ibnu sabil, agar berhak mendapatkan harta zakat, antara lain :
1. Muslim dan Bukan Ahlul Bait
Syarat ini adalah syarat paling standar bagi semua penerima harta zakat.
2. Di tangannya tidak harta lain
Syarat ini menegaskan bahwa bila seorang musafir masih punya harta dari jenis yang lain, yang bisa mengantarkannya sampai ke rumahnya, maka dia belum termasuk mustahik zakat.
Misalnya, seseorang kehabisan uang tunai di perjalannya, tetapi dia punya barang berharga seperti emas, berlian, pakaian, perhiasan, atau apapun yang bisa dijualnya atau dijadikan jaminan untuk hutang buat ongkos pulang, maka pada hakikatnya dia masih punya harta. Demikian juga bila masih punya kendaraan untuk pulang, entah dengan cara menjualnya atau menaikinya, maka pada dasarnya dia masih bisa pulang tanpa harus disantuni dari harta zakat.
3. Bukan Perjalanan Maksiat
Seorang yang kehabisan bekal dalam perjalanan memang berhak menerima santunan dari zakat, dengan syarat perjalanannya itu bukan perjalanan yang maksiat dan tidak diridhai Allah SWT.
Perjalanan itu tidak harus merupakan perjalanan ibadah seperti haji atau menuntut ilmu, asalkan perjalanan itu mubah, seperti tamasya, silaturahim atau bisnis yang halal, maka sudah termasuk memenuhi syarat. Sebaliknya, bila niat besar perjalanan itu adalah untuk merampok, mencuri, korupsi, atau bermabuk-mabukan bahkan berzina, maka bila dia kehabisan bekal dan uang, tidak boleh disantuni dari harta zakat.
4. Tidak Ada Pihak Yang Bersedia Meminjamkannya
Syarat ini khusus hanya diajukan oleh mazhab Al-Malikiyah saja. Bila orang itu kaya di tempat tinggalnya, dan dia bisa berhutang untuk nantinya diganti dengan hartanya setelah kembali, maka menurut Al-Malikiyah, orang itu tidak berhak menerima santunan dari harta zakat.
D. Contoh Nyata Di Masa Kini
1. Tenaga Kerja Indonesia Yang Terlunta-lunta
Di antara mereka yang termasuk ke dalam kelompok ibnu sabil di masa kita sekarang ini adalah para tenaga kerja Indonesia yang terlunta-lunta di negeri orang. Diperkirakan jumlah buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri sebesar 4,5 juta orang. Sebagian besar diantara mereka adalah perempuan (sekitar 70 %) dan bekerja di sektor domestik (sebagai PRT) dan manufaktur. Dari sisi usia, sebagian besar mereka berada pada usia produktif (diatas 18 tahun sampai 35 tahun), namun ditengarai banyak juga mereka yang sebenarnya berada pada usia anak-anak. Kenyataan ini terjadi karena mereka banyak yang dipalsukan identitas dokumen perjalanannya.
Selebihnya, sekitar 30 % adalah laki-laki, bekerja sebagai buruh perkebunan, konstruksi, transportasi dan jasa. Nasib mereka sungguh menyedihkan dengan sejuta kisah sedih. Di negeri sendiri tidak bisa mencari nafkah halal dan cukup, lalu merantau ke mancanegara dengan harapan bisa memperbaiki kehidupan. Namun alih-alih bisa memperbaiki nasib, yang terjadi justru badai derita yang tak ada habisnya. Sudah disiksa hingga cacat seumur hidup, diperkosa beramai-ramai, bahkan tidak sedikit yang meregang nyawa karena kerasnya siksaan, gaji mereka tidak dibayarkan, lalu dikejar-kejar polisi di negara setempat, diadili dengan cara zalim karena tidak ada paham bahasanya, tanpa pembela dan tanpa tahu cara membela diri.
Kisah sedih pada TKW ini ternyata bukan baru terjadi sekarang, sejak awal tahun 70-an sudah terjadi, dan hari ini, tahun 2010 masih terjadi, bahkan trendnya cenderung terus naik. Sayangnya, tidak ada satu pun pihak baik dari instansi pemerintah atau pun perusahaan swasta yang mengaku bertanggung-jawab. Semua saling melempar kesalahan dan tanggung-jawab, termasuk pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara tempat para TKI itu disiksa sampai mati.
Bahkan sekelas jabatan Presiden Republik Indonesia yang sudah ganti berkali-kali, belum pernah satu pun dari orag-orang yang pernah menduduki kursi jabatan empuk itu yang mengaku bersalah dan lalu dengan jantan bertanggungjawab atas nasib buruk mereka. Namun pengiriman TKI kita keluar negeri terus mengalir dan terus bertambah. Konon nyaris semua maskapai penerbangan luar negeri di negeri kita, dijejali dengan TKI. Singapore Airline yang konon dulu tidak mau mengangkut TKI, kini sudah berubah pikiran, setealah JAL nyaris tutup. Bandara Abu Dhabi dan lainnya nyaris jadi terminal transit TKI. Pemandangan itu masih bisa kita saksikan sekarang ini. Bahkan Bandara Jakarta pun menambah satu terminal lagi khusus untuk para TKI.
Pada masa bekerja sebagaian besar buruh migran bekerja disektor-sektor yang penuh resiko (3D: Dark, Dirty, Dangerous) namun minim proteksi. Di timur Tengah (terutama Arab saudi), buruh migran indonesia yang menjadi korban perkosaan dan kekerasan majikan mencapai jumlah ribuan. Data resmi yang yang dikeluarkan pihak KBRI Arab Saudi dan KBRI Kuwait, jumlah buruh migran yang
melarikan diri ke KBRI untuk mencari perlindungan dari tindak kekerasan dan perkosaan majikan mencapai sekitar. 627 orang pertahun. Puluhan mayat buruh migran Indonesia yang meninggal di Arab Saudi masih terlantar belum dikuburkan dan tidak bisa segera di kirim ke ahli waris Indonesia.
Di Malaysia, buruh migran Indonesia diperlakukan sebagai ''persona non grata''. Politik anti migran pemerintah Malaysia merepresi buruh migran Indonesia yang tidak berdokumen di Malaysia. Padahal sebelumnya merekalah yang menjadi tulang punggung perekonomian Malaysia. Untuk mengusir buruh migran Indonesia tak berdokumen, pemerintah Malaysia tak hanya menerbitkan Akta Imigresen 1154 tahun 2002 tetapi juga melancarkan Ops-Nyah yang mengerahkan tentara dan polisi Malaysia bersenjatakan lengkap. Malaysia pun menggunakan milisi sipil RELA untuk menangkapi buruh migran Indonesia. Di Malaysia persoalan perdagangan perempuan juga menjadi masalah besar.
Di negara-negara lain buruh migran mengalami aneka ragam persoalan. Di Hongkong buruh migrant menerima gaji dibawah standar. Di Taiwan banyak gaji yang tidak dibayar dan PHK sepihak. Taiwan juga menjadi tujuan perdagangan perempuan Indonesia khususnya dari Kalimantan untuk tujuan kawin kontrak. Di Singapura, selain penyelundupan (smuggling in person), kerentanan yang dialami oleh buruh migran ditunjukkan dengan banyaknya angka kematian. Semester pertama tahun 2007 ini, sudah 120 buruh migran Indonesia meninggal dunia.
Pulang ke tanah air, bukan berarti penderitaan berakhir. Mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng sudah harus siap-siap masuk sarang penyamun, Terminal III. Di Terminal khusus buruh migran Indonesia, praktek pemerasan berlangsung secara sistematik, baik yang bersifat resmi maupun liar. Monopoli angkutan pemulangan buruh migran Indonesia ditetapkan secara sepihak oleh Depnakertrans dan BNP2TKI yang secara terang-terangan memark-up ongkos angkutan pulang berlipat-lipat melebihi tarif normal. Tak ada kebebasan bagi buruh migran Indonesia memilih angkutan yang disukai.
Mereka itu kemudian mengalai nasib paling buruk di negera tempat mereka bekerja, lari dari majikan dan jadi buronan polisi, kadang ditampung di KBRI setempat atas kebaikan hati dan rasa kemanusiaan. Tanpa harta tanpa dokumen, tanpa harapan. Yang tersisa hanya tubuh saja. Menurut hemat penulis, mereka inilah salah satu dari sekian banyak pihak yang berhak untuk mendapatkan santunan dari dana zakat, lewat jalur ibnu sabil.
2. Perdagangan Manusia (Human Trafiking)
Perdagangan Manusia atau human trafiking adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. Perdagangan manusia di masa sekarang ini cukup marak, karena bagi pelakunya, orang-orang yang menjadi korban eksploitasi ini bermanfaat antara lain untuk dijadikan budak, atau untuk dijadikan pelacur serta juga dijadikan tenaga kerja paksa.
Koran Republika pada tanggal 7 Juni 2011 melaporkan bahwa sedikitnya ada tiga juta rakyat Indonesia menjadi korban perdagangan manusia (human traficking) secara internasional dan 1,5 juta orang di antaranya berusia bawah 18 tahun.
Data tersebut terungkap dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Australia, David Wyatt, yang mengambil tugas akhir program Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (6/6).
David mengatakan, faktor penyebab utama perdagangan manusia yang ada di Indonesia adalah kemiskinan dan pendidikan. Selain itu lemahnya lembaga hukum hingga perekrut perdagangan manusia itu mudah berkeliaran. "Para perekrut itu mudah berkeliaran karena lemahnya hukum dan rendahnya pendidikan. Sementara metode perekrutan yakni dengan menggunakan penawaran yang
menggiurkan, memaksa, dan menipu calon korban," katanya.
Sementara dalam penelitian itu, ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah korban perdagangan manusia, di antaranya menciptakan kementerian khusus untuk menyelesaikan masalah perdagangan manusia, menaikkan kesadaran pendidikan masyarakat, melarang pengiriman TKI, banyak melakukan riset, dan melakukan registrasi kelahiran yang sistematis.
Setiap tahunnya, diperkirakan 600.000 sampai 800.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak diperdagangkan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional (beberapa organisasi internasional dan organisasi swadaya masyarakat mengeluarkan angka yang jauh lebih tinggi), dan Perdagangan terus berkembang. Angka ini merupakan tambahan untuk angka lain yang jauh lebih tinggi yang belum dapat dipastikan jumlahnya berkenaan dengan korban-korban perdagangan manusia di dalam berbagai negara.
Para korban dipaksa untuk bekerja pada tempat pelacuran, atau bekerja di tambang-tambang dan tempat kerja buruh berupah rendah, di tanah pertanian, sebagai pelayan rumah, sebagai prajurit di bawah umur dan, dalam banyak bentuk perbudakan di luar kemauan mereka. Pemerintah AS memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari para korban yang diperdagangkan secara internasional diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual.
0 Response to "X. Ibnu Sabil"
Posting Komentar