Nabi Ishaq As

Nabi Ishaq (Ishak) bin Ibrahim

Garis Keturunan: Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as ⇒ Ishaq as

Usia: 180 tahun

Periode sejarah: 1897 - 1717 SM

Tempat diutus (lokasi): Kota al-Khalil (Hebron) di daerah Kan'an (Kana'an)

Jumlah keturunannya (anak): 2 anak

Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron)

Sebutan kaumnya: Bangsa Kan'an

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 17 kali

Kisah Nabi Ishaq (Ishak)

Ishaq (Standar Yiz.h.aq, Tiberian Yis.h.a-q) adalah putra kedua Nabi Ibrahim setelah Ismail. Ibunya bernama Sarah yang juga merupakan orang tua dari Nabi Yaqub. Nabi Ishaq diutus untuk masyarakat Kana'an, khususnya di kota Hebron (al-Khalil), karena kaumnya tidak mengenal Allah. Kisah Nabi Ishaq sangat sedikit diceritakan dalam Al-Qur'an. Nabi Ishaq disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 17 kali.

Nama Ishaq berasal dari bahasa Yahudi Yis.h.a-q yang berarti tertawa/tersenyum. Kata itu didapatkan dari ibunya, Sarah yang tersenyum tidak percaya ketika mendapatkan kabar gembira dari malaikat Jibril.

Sebelum kelahiran Ishaq, Sarah dan suaminya, Ibrahim, mendapat kabar gembira dari Allah melalui malaikat Jibril. Dalam pesan itu malaikat Jibril menyampaikan bahwa Sarah akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ishaq yang kelak akan menjadi seorang nabi. Namun, Sarah tersenyum karena merasa heran dan aneh. Dia merasa aneh karena tidak mungkin dia dan suaminya dapat memberi keturunan jika usia mereka sudah cukup tua, yaitu Sarah berusia 90 tahun dan Nabi Ibrahim 120 tahun. Ishaq pun akhirnya terlahir di kota Hebron di daerah Kana'an pada tahun 1897 SM.

Ishaq merupakan anak kedua dari Nabi Ibrahim dan Sarah setelah Ismail. Bersama Ismail, ia mejadi penerus ayahnya untuk berdakwah di jalan Allah. Ketika Ibrahim telah sangat tua, Ishaq belum juga menikah. Ibrahim tidak mengizinkan Ishaq menikah dengan wanita Kana'an karena masyarakatnya tidak mengenal Allah dan asing terhadap keluarganya. Karena itu, Ibrahim memerintah seorang pelayan untuk pergi ke Harran, Irak dan membawa seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dimaksud itu adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur, saudara Ibrahim yang kemudian dinikahkan dengan Ishaq.

Setelah 10 tahun Ishaq menikah dengan Rafqah, lahirlah dua anak kembar. Anak pertama diberi nama Al-Aish dan anak kedua Yaqub yang lahir dengan memegang kaki saudaranya. Dari Ishaq-lah kemudian terlahir nabi-nabi Bani Israil.

Ishaq meninggal pada tahun 1717 SM, pada usia 180 tahun.



Sumber :
http://alvinarea.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-dan-kisah-25-rasul.html

Related Posts:

Nabi Ismail As

Nabi Ismail bin Ibrahim

Garis Keturunan:

Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as

⇒ Ismail as


Usia: 137 tahun

Periode sejarah: 1911 - 1774 SM

Tempat diutus (lokasi): Mekah al-Mukarramah

Jumlah keturunannya (anak) 12 anak

Tempat wafat: Mekah al-Mukarramah

Sebutan kaumnya: Amaliq dan Kabilah Yaman

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 12 kali

Kisah Nabi Ismail

Nabi Ibrahim, istrinya Hajar, dan anak mereka yang masih menyusu, Ismail, berjalan ke suatu tempat yang diperintahkan Allah. Ibrahim diperintahkan untuk berhenti di sebuah lembah yang tandus. Hal itu dilakukan setelah beliau menunaikan kewajiban dan mensyukuri semua nikmat Allah. Beliau lalu kembali pulang ke kota al-Khalil (Hebron) di Palestina dengan meninggalkan Hajar dan anaknya di lembah tersebut. Dengan bertawakal, berharap Allah melindungi anak dan istrinya, Ibrahim berdoa seperti yang tertuang dalam firman Allah, "Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur," (QS. Ibrahim [14]: 37).

Allah mengeringkan air di tempat Hajar dan bayinya berada hingga mereka sangat kehausan. Hajar segera mencari air dari sumber yang ada. Dia bolak-balik antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Saat dia kembali menemui Ismail, dia melihat percikan air dari bawah tungkai kaki anaknya. Air tersebut terpancar melalui perantara Jibril.

Abu Syuhbah berkata dalam bukunya, "Jibril turun menyerupai seekor burung. Dia lalu mengepakkan sayapnya ke bumi, ada juga yang berpendapat dengan tungkainya, maka keluarlah air Zamzam. Karena sangat senangnya, Hajar lalu mengumpulkan tanah untuk membendung aliran air itu seraya berseru, 'Zami zami ('Berkumpullah, berkumpullah').' Dia dan bayinya pun lantas minum hingga dahaga mereka hilang dan tidak merasakan haus lagi setelah itu. Pada saat demikian, Hajar mendengar suara yang berkata, 'Janganlah kamu takut terlantar. Sebab, di sini akan ada Baitullah yang hendak dibangun anak ini beserta ayahnya. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya.'"

Setelah itu, datanglah sekelompok kabilah Jurhum yang merantau dari Yaman. Mereka tinggal di dekat tempat yang kemudian menjadi kota Mekah dan minta izin kepada Hajar agar diperbolehkan tinggal di sana. Hajar senang dan tidak lagi merasa sepi di tempat yang gersang itu. Mereka bermukim di sana dan membangun tempat tinggal. Ketika Ismail beranjak dewasa, dia mampu berbahasa Arab sehingga menjadi leluhur orang-orang Arab Musta'rabah (pendatang). Hal ini seperti yang disebutkan Ibnu Syuhbah di dalam kitabnya.

Al-Azraqi berkata dalam Tarikh Makkah, "Setelah peristiwa banjir besar, lokasi Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna merah yang tidak terjangkau oleh aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu bahwa di sana ada tempat yang amat bernilai, tanpa mengetahui pasti lokasinya. Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizhalimi, menderita, dan butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa, dan doa mereka pun dikabulkan. Manusia pun selalu mengunjunginya hingga Allah memerintahkan Ibrahim untuk membangun Ka'bah kembali. Sejak Nabi Adam diturunkan ke bumi, Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus oleh setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat itu juga selalu dikunjungi para malaikat sebelum Nabi Adam turun ke bumi."

Nabi Ibrahim berulang kali mengunjungi keluarganya. Suatu hari, beliau bermimpi menyembelih putranya, Ismail. Ismail pun memenuhi perintah itu, Namun, Allah menggantikannya dengan seekor sembelihan yang besar seperti tercantum dalam firman-Nya, "Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! ' Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. 'Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu Kami panggil dia, 'Wahai Ibrahim, sungguh, engkau membenarkan mimpi itu. 'Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 'Selamat sejahtera bagi Ibrahim. 'Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman," (QS. As-Shaffat [37]: 102-111).

Ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun Ka'bah, beliau bergegas ke Mekah. Saat itu, Ibrahim melihat Ismail tengah meruncingkan anak panah di dekat sumur Zamzam. Mereka pun saling bersalaman dan berpelukan. Nabi Ibrahim berkata, "Allah memerintahlan aku agar membangun Baitullah untuk-Nya". Ismail berkata, "Laksanakanlah perintah Rabbmu, aku akan membantu ayah dalam urusan agung ini."

Nabi Ibrahim pun mulai membangun Ka'bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu untuknya. Ibrahim berkata pada Ismail, "Bawakan batu yang paling bagus, aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar menjadi tanda bagi manusia."Jibril lalu memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad: Batu yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun menyodorkannya dan Ibrahim meletakan pada tempatnya. Selama membangun, mereka berdua senantias berdoa, "Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,"(QS. Al-Baqarah [2]: 127).

Ketika bangunan Ka'bah semakin tinggi, Nabi Ibrahim tidak mampu lagi mengangkat bebatuan. Dia lantas berdiri di atas sebuah batu, yang kemudian disebut maqam Ibrahim, hingga sempurnanya pembangunan Baitullah. Allah kemudian memerintahkan Ibrahim menyeru umat manusia agar melaksanakan ibadah haji. Allah berfirman, "Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan-Nya kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nadzar-nadzar mereka, dan melakukan Thawaf di sekeliling rumah tua (Baitullah)," (QS. Al-Hajj [22]: 27-29).

Sumber :
http://alvinarea.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-dan-kisah-25-rasul.html

Related Posts:

Nabi Luth As

Nabi Luth bin Haran

Garis Keturunan:

Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Haran ⇒ Luth as

Usia: 80 tahun

Periode sejarah: 1950 - 1870 SM

Tempat diutus (lokasi): Sodom dan Amurah (Laut Mati atau Danau Luth)

Jumlah keturunannya (anak): 2 putri (Ratsiya dan Za'rita)

Tempat wafat: Desa Shafrah di Syam (Syria)

Sebutan kaumnya: Kaum Luth

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 27 kali

Dakwah Nabi Luth

Nabi Luth adalah rasul yang tidak termasuk kelompok Ulul Azmi. Beliau diutus Allah pada masa kerasulan pamannya, Nabi Ibrahim. Hal ini sebagaimana terekam dalam firman-Nya, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana," (QS. Al-'Ankabut [29]: 26).

Semula dia menetap bersama pamannya di kota al-Khalil (Hebron). Kemudian, Luth berhijrah ke kota Sodom yang sekarang terletak di wilayah lembah Jordania. Penduduk daerah tersebut biasa berbuat keji dan hina; menyalahi fitrah manusia yang sehat. Mereka biasa melakukan homoseksual. Dalam hal ini, Allah berfirman, "(Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, 'Mengapa kalian melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kalian (di dunia ini)?' Sungguh, kalian telah melampiaskan syahwat kalian kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kalian benar-benar kaum yang melampaui batas. 'Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, 'Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negeri kalian ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci,"(QS. Al-A'raf [7]: 80-82).

Nabi Luth pun mulai berdakwah agar kaumnya menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya, seta meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Namun, di saat beliau berulang kali mengingatkan mereka tentang akibat perbuatan itu, mereka menjawab, "Wahai Luth, jika kami tidak berhenti dari ajakanmu, kamu benar-benar akan diusir dari sini. "Mereka semakin gusar dengan dakwah Nabi Luth dan akhirnya memutuskan mengusir beliau, seperti yang diabadikan dalam al-Qur'an, "Mereka menjawab, 'Wahai Luth, jika engkau tidak berhenti, engkau termasuk orang-orang yang terusir," (QS. Asy-Syu'ara' [26]: 167).

Sebagaimana yang mereka ancamkan, mereka pun mengusir Luth setelah mengobarkan kemarahan atas dakwah Luth. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, 'Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negeri kalian ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci," (QS. Al-A'raf [7]: 82).

Tatkala Allah menghancurkan mereka yang berbuat keji dan hina itu, Dia mengutus para malaikat untuk menghancurkan dan membalikkan kediaman mereka. Kaum Luth memiliki lima desa dan berpenduduk 400.000 jiwa. Di dalam perjalanan, para malaikat berjumpa dengan Nabi Ibrahim dan memberi kabar gembira berupa kelahiran seorang anak yang sangat penyabar. Selain itu mereka juga menginformasikan bahwa mereka sedang menuju perkampungan kaum Luth, penduduk Sodom dan Amurah. Allah memerintahkan mereka untuk menghancurkan tempat tersebut penduduknya yang berbuat hina dan nista.

Mendengar informasi itu, Nabi Ibrahim mengkhawatirkan keponakannya, Nabi Luth, dia termasuk di antara mereka yang terkena imbas bencana tersebut. Beliau pun berkata kepada malaikat bahwa Luth berada di sana. Para malaikat mengatakan bahwa Allah akan menyelamatkan dia beserta keluarga dan pengikutnya yang beriman dari adzab yang akan menimpak kaum nya yang ingkar, sebagaimana firman Allah, "Ketika utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengatakan. 'Sungguh, kami akan membinasakan penduduk kota (Sodom) ini karena penduduknya sungguh orang-orang zhalim. 'Ibrahim berkata, "Sesungguhnya di kota itu ada Luth.' Mereka (para malaikat berkata, kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami pasti akan menyelamatkan did adan para pengikutnya kacuali istrinya. Dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).' Dan ketika para utusan kami (para malaikat) datang kepada Luth, dia merasa bersedih hati karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak mempunyai kekuatan untuk melindungi mereka, dan mereka (para utusan) berkata, 'Janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedihhati. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkanmu dan pengikut-pengikutmu kecuali istrimu. Dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).' Sesungguhnya Kami akan menurunkan adzab dari langit kepada penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik. Dan sungguh tentang itu telah Kami tinggalkan suatu tanda yang nyata bagi orang-orang yang mengerti," (QS. Al-'Ankabut [29]: 31-35).

Daerah Sodom dan Amurah saat ini

Daerah yang tertimpa azab yaitu daerah Sodom dan Amurah, saat ini dikenal dengan "Laut Mati" atau "Danau Luth". Sebagian ilmuwan mengatakan bahwa sebelum terjadi peristiwa tersebut, Laut Mati belum ada. Laut Mati terbentuk dari gempa yang membalik negeri itu dan posisinya menjadi lebih rendah dari permukaan laut. Para arkeolog telah menemukan sebagian peninggalan dari kota-kota yang dijungkirkan tersebut di pesisir pantai Laut Mati.

Nabi Luth diutus Allah

Luth adalah salah satu nabi yang diutus untuk negeri Sodom (Sadum). Ia adalah anak keponakan dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Haran bin Azar adalah saudara sekandung dari Nabi Ibrahim. Ia beriman kepada bapa saudaranya Nabi Ibrahim mendampinginya dalam semua perjalanan dan sewaktu mereka berada di Mesir berusaha bersama dalam bidang perternakan yang berhasil dengan baik. Semula dia menetap bersama pamannya di kota al-Khalil (Hebron). Kemudian, Luth berhijrah ke kota Sodom yang sekarang terletak di wilayah lembah Jordania.

Masyarakat Sodom adalah masyarakat yang rendah paras moralnya dan rusak akhlak. Masyarakat Sodom tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Maksiat dan kemungkaran bermaharajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan perampasan harta milik merupakan kejadian hari-hari di mana yang kuat menjadi kuasa sedang yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseksual di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua-dua jenis kemungkaran ini begitu bermaharajalela di dalam masyarakat sehinggakan ianya merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sodom.

Seorang pendatang yang masuk ke Sodom tidak akan selamat dari diganggu oleh mereka. Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia akan menjadi rebutan di antara mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan muda maka ia menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.

Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian paras penyakit sosialnya diutuslah nabi Luth sebagai pesuruh dan Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah kenistaan ,kejahilan dan kesesatan serta membawa mereka alam yang bersih ,bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan yang diilhamkan oleh iblis dan setan. Ia memberi penerangan kepada mereka bahwa Allah telah mencipta mereka dan alam sekitar mereka tidak meredhai amal perbuatan mereka yang mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal kebajikan mereka. Yang berbuat baik dan beramal soleh akan diganjar dengan syurga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan di balaskannya dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.

Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan iaitu melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung didalam penciptaan manusia menjadi dua jenis iaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di beri nasihat dan diajukan supaya menghormati hak dan milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perompakan serta pencurian yang selalu mrk lakukan di antara sesama mereka dan terutama kepada pengunjung yang datang ke Sodom. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mereka sendiri, karena perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam hidupnya.

Demikianlah Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya.Ia tidak henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau secara berseorangan mengajak agak mereka beriman dan percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya Luth terhadap kaumnya untuk melakukan amal soleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah hidup lama di dalam pergaulan sosial mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan setan sudah begitu kuat menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakkan Nabi Luth yyang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tempat di dalam hati dan pikiran mereka dan berlalu laksana suasana teriakan di tengah-tengah padang pasir .Telinga-telinga mereka sudah menjadi pekak bagi ajaran-ajaran Nabi Luth sedang hati dan pikiran mereka sudah tersumbat rapat dengan ajaran -ajaran setan dan iblis.

Akhirnya kaum Luth merasa dan kesal hati mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putus itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusir dirinya dari Sodom bersama semua keluarganya. dari pihak Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan lagi masyarakat Sodom dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan pikiran serta mensia-siakan masa. Ubat satu-satunya, menurut pikiran Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak itu yang sudah parah itu menular kepada tetangga-tetangga dekatnya, ialah dengan membasmikan mereka dari atas bumi sebagai pembalasan ke atas terhadap kekerasan kepala mereka juga untuk menjadi ibrah dan pengajaran umat-umat disekelilingnya. beliau memohon kepada Allah agar kepada kaumnya masyarakat Sodom diberi pengajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.

Kisah tamu misterius

Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah SWT. Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertemu kepada Nabi Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishak, dan memberitahu kepada mereka bahwa dia adalah utusan Allah dengan tugas menurunkan azab kepada kaum Luth penduduk kota Sodom. Dalam kesempatan pertemuan mana Nabi Ibrahim telah mohon agar penurunan azab keatas kaum Sodom ditunda, kalau-kalau mereka kembali sadar mendengarkan dan mengikuti ajakan Luth serta bertobat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim mohon agar anak saudaranya, Luth diselamatkan dari azab yang akan diturunkan ke atas kaum Sodom permintaan mana oleh para malaikat itu diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak akan terkena azab.

Para malaikat itu sampai di Sodom dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berparas tampan dan badan yang berotot, tegap dan sasa tubuhnya. Dalam perjalanan mereka hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan seorang gadis yang cantik dan ayu sedang mengambil dari sebuah perigi. Lelaki muda (malaikat) bertanya kepada si gadis kalau-kalau mereka diterima di rumah sebagai tamu. Si gadis tidak berani memberi keputusan sebelum ia beruding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditngglkanlah para lelaki muda itu oleh lalu pulang ke rumah cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya (Luth).

Mendengar kabar berita anak perempuannya, Nabi Luth menjadi bingung, jawaban apa yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima tamu yang berparas tampan dan kacak akan mengundang risiko gangguan kepadanya dan kepada tamu dari kaumnya yang tergila-gila untuk melakukan hubungan seks sejenis dengan anak muda yang mempunyai tubuh bagus dan paras wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.

Nabi Luth memutuskan untuk menerima lelaki-lelaki muda itu sebagai tetamu di rumahnya. Luth hanya pasrah kepada Allah dan berlindung sekiranya terdapat segala rintangan yang akan datang. Lalu pergilah ia sendiri menjemput tamu yang sedang menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah. Ketika itu, kota Sodom sudah diliputi kegelapan dan manusianya sudah nyenyak tidur di rumah masing-masing.

Nabi Luth telah pun berpesan kepada isteri dan kedua puterinya agar merahasiakan kedatangan anak-anak lelaki muda itu. Jangan sampai terdengar dan diketahui oleh kaumnya. Namun, kedegilan isteri Nabi Luth, yang juga sehaluan dan sependirian dengan penduduk Sodom, telah membocorkan berita kedatangan tetamu Luth kepada mereka. Berita kedatangan tamu Luth tersebar karena isteri Nabi Luth. Datanglah beramai-ramai lelak-lelaki Sodom, yang buta seks ini, ke rumah Nabi Luth, berhajat untuk memuaskan nafsu seksual mereka, setelah lama tidak mendapat anak muda. Berteriaklah mereka memanggil Luth untuk lepas anak-anak muda itu, agar diberi kepada mereka untuk memuaskan nafsu.

Dengar teriakan mereka, Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka dan berseru agar mereka kembali ke rumah masing-masing dan jangan menggunggu tamu yang datangnya dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Mereka diberi nasihat agar meninggalkan perbuatan kebiasaan mereka yang keji itu. Perbuatan mereka yang bertentangan dengan fitrah manusia dan kodrat alam di mana Allah telah menciptakan manusia berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk menjaga kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai mahluk yang termulia di atas bumi. Nabi Luth berseru agar mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang tidak senonoh, sebelum mereka dilanda azab dan seksaan Allah.

Seruan dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dihiraukan dan dipedulikan, mereka bahkan mendesak akan menolak pintu rumahnya dengan paksa dan kekerasan jika pintu tidak di buka dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang lelaki kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan berkatalah Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya: "Sesungguhnya aku tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak pula mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani mereka yang dapat aku mintai pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghalaukan gangguan terhadap tamu di rumahku sendiri. Mendengar keluh-resah Nabi Luth, lantas anak-anak muda itu memberitahu hal yang sebenar, mereka adalah malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya karena segala kemungkaran dan kemaksiat yang keji dan kotor.

Malaikat-malaikat itu menyuruh Nabi Luth membuka pintu rumahnya seluas mungkin agar dapat memberi kesempatan bagi orang-orang yang hauskan seks dengan lelaki itu masuk. Namun malangnya apabila pintu dibuka dan para penyerbu memijakkan kaki untuk masuk, tiba-tiba gelaplah pandangan mereka dan tidak dapat melihat sesuatu. Malaikat-malaikat tadi telah membutakan mata mereka. Lalu, diusap-usap dan digosok-gosok mata mereka, ternyata mereka sudah menjadi buta.

Sementara para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau berbentur antara satu dengan lain berteriak-teriak bertanya-tanya gerangan apa yang menjadikan mereka buta dengan mendadak berseru kepada Nabi Luth agar segera meninggalkan perkampungan itu bersama keluarganya, karena masanya telah tiba bagi azab Allah yang akan ditimpakan. Para malaikat berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar perjalanan ke luar kota jangan seorang pun dari mereka menoleh ke belakang.

Nabi Luth keluar dari rumahnya sehabis tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak menoleh ke kanan mahupun ke kiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang menjadi tamunya. Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi Luth tidak tergamak meninggalkan kaumnya. Ia berada di belakang rombongan Nabi Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak henti-henti menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan menimpa atas kaumnya, seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat yang telah didengarnya sendiri. Dan begitu langkah Nabi Luth berserta kedua puterinya melewati batas kota Sodom, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sodom, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafiq itu. Getaran itu mendahului suatu gempa bumi yang kuat dan hebat disertai angin yang kencang dan hujan batu sijjil yang menghancurkan dengan serta-merta kota Sodom berserta semua penghuninya. Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah SWT di kota Sodom, dan hancurlah kota tersebut yang berada di laluan manusia yang lalu-lalang. Namun, masih ditinggalkan kesan-kesan kehancuran kota tersebut oleh Allah SWT, sebagai peringatan kaum yang kemudian yang melalui di jalan tersebut. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.


Sumber :
http://alvinarea.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-dan-kisah-25-rasul.html

Related Posts:

Nabi Ibrahim As

Nabi Ibrahim bin Azar

Garis Keturunan:

Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒Ibrahim as

Usia: 175 tahun

Periode sejarah: 1997 - 1822 SM

Tempat diutus (lokasi): Ur di daerah selatan Babylon (Irak)

Jumlah keturunannya (anak): 13 anak

Tempat wafat: Al-Khalid (Hebron, Palestina/Israel)

Sebutan kaumnya: Bangsa Kaldan

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 69 kali

Ibrahim (tahun 1997 SM s/d 1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi, dan sering disebut sebagai "bapak para nabi". Ia mendapat gelar Khalil Allah atau Sahabat Allah. Selain itu beliau bersama anaknya, Nabi Ismail terkenal sebagai pengasas Kaabah.

Ibrahim, Bapak Para Nabi

Nabi Ibrahim al-Khalil dilahirkan di Ur, daerah bagian selatan Irak. Beliau lahir di kalangan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung pada zaman Raja Namrud bin Kan'an. Ayahnya, Azar adalah seorang yang cukup pandai dalam membuat berhala yang menyesatkan ini. Dia lalu memerintahkan Ibrahim untuk menjualnya ke pasar. Ibrahim pun membawanya dan berteriak di pasar, "Siapa yang mau membeli benda berbahaya dan tidak bermanfaat ini?!"

Ketika Ibrahim beranjak dewasa, beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah berhala-berhala itu. Hal ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh, sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).

Dalam benaknya, terlintas beragam pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka hidup dalam kelalaian dan kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap berhala, patung, dan bintang. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata," (QS. Al-An'am [6]: 74).

Setelah Ibrahim bersenjatakan kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa sebab itu untuknya, pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang kafir serta orang-orang yang sesat.

Beliau pun mengingatkan ayahnya dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan tetapi, sang ayah bersikeras berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi Ibrahim tetap mengajal kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan menghancurkan berhala.

Berita tentang beliau lalu tersebar ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud mengajaknya berdebat. Mereka berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan berbagai argumen dan dalil-dalil sehingga dapat mematahkan semangat lawannya. Ini tercatat dalam firman Allah, "Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim," (QS. Al-Baqarah [2]: 258).

Pada suatu hari, Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan salah satunya (yang paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika orang-orang berdatangan ke tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur berantakan, mereka pun marah, dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada orang yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari pelakunya, mereka mengetahui bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya. Setelah itu, mereka pun menyidangnya. Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara. 'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, 'Sesungguhnya kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS. Al-Anbiya' [21]: 62-64).

Semuanya terdiam setelah mendapat tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut. Bagi mereka, tidak ada cara lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka berada dalam kebuntuan yang paling buruk.

"Mereka berkata, 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak berbuat. 'Kami (Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi," (QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).

Disinilah, Ibrahim dengan kecemerlangan pikirannya memandang perlu untuk berhijrah membawa kemurnian agamanya. Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan keponakannya (Luth) ke tempat yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam. Allah berfirman, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana," (QS. Al-Ankabut [29]:26).

Adzab yang menimpa Penduduk Babylon setelah Nabi Ibrahim berhijrah

Dr. Jamal Abdul Hadi menyebutkan dalam kitabnya, Jazirah al-'Arab bahwa naskah-naskah Sumeria kuno telah diungkap melalui gubahan seorang penyair Sumeria. Naskah tersebut menceritakan tentang berakhirnya kota Ur (Babylon) yang diperintah Raja Namrud pada pertengahan abad ke-20 SM, yaitu saat kepergian Nabi Ibrahim beserta keponakannya Luth. Ur, kota tempat kelahiran Nabi Ibrahim itu mengalami dua kekalahan telak dari bangsa Ailam dan Amorite. Allah berfirman, "Demikianlah Kami menjadikan sebagian orang-orang zhalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan," (QS. Al-An'am [6]: 129).

Penyair itu mengungkapkan, "Kuda jantan terpisah dari habitatnya. Kawanannya pun tercerai berai bersama angin." Dia juga menyebutkan sejumlah nama-nama kota besar Sumeria, lalu mengisahkan akhir kematian kota tersebut. Kemudian, dia menjelaskan ketetapan langit tentang kehancuran kota itu, pertumpahan darah penduduknya, isak yang berkepanjangan, bangkai manusia yang berserakan karena tertembus tombak atau hantaman peluru batu. Demikianlah yang terjadi, hingga sengatan matahari melunturkan lemak-lemak mereka. Mereka yang selamat menjadi hina dan kelaparan. Sang ibu kehilangan anaknya. Sang ayah meninggalkan darah dagingnya. Para istri berpisah dari suaminya. Mahabenar Allah yang berfirman, "Betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Rabb mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan (di akhirat). Sehingga mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka, itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan adzab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian," (QS.Ath-Thalaq [65]: 8-10).

Pembangunan Ka'bah

Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa Nabi Adam adalah orang pertama yang membangun Baitul Atiq. Sementara itu, Nabi Ibrahim yang membangun kembali Baitul Atiq dengan mengangkat fondasinya bersama Ismail setelah peristiwa banjir besar.

Nabi Ibrahim, istrinya Hajar, dan anak mereka yang masih menyusu, Ismail, berjalan ke suatu tempat yang diperintahkan Allah. Ibrahim diperintahkan untuk berhenti di sebuah lembah yang tandus. Hal itu dilakukan setelah beliau menunaikan kewajiban dan mensyukuri semua nikmat Allah. Beliau lalu kembali pulang ke kota al-Khalil (Hebron) di Palestina dengan meninggalkan Hajar dan anaknya di lembah tersebut. Dengan bertawakal, berharap Allah melindungi anak dan istrinya, Ibrahim berdoa seperti yang tertuang dalam firman Allah, "Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur," (QS. Ibrahim [14]: 37).

Allah mengeringkan air di tempat Hajar dan bayinya berada hingga mereka sangat kehausan. Hajar segera mencari air dari sumber yang ada. Dia bolak-balik antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Saat dia kembali menemui Ismail, dia melihat percikan air dari bawah tungkai kaki anaknya. Air tersebut terpancar melalui perantara Jibril.

Abu Syuhbah berkata dalam bukunya, "Jibril turun menyerupai seekor burung. Dia lalu mengepakkan sayapnya ke bumi, ada juga yang berpendapat dengan tungkainya, maka keluarlah air Zamzam. Karena sangat senangnya, Hajar lalu mengumpulkan tanah untuk membendung aliran air itu seraya berseru, 'Zami zami ('Berkumpullah, berkumpullah').' Dia dan bayinya pun lantas minum hingga dahaga mereka hilang dan tidak merasakan haus lagi setelah itu. Pada saat demikian, Hajar mendengar suara yang berkata, 'Janganlah kamu takut terlantar. Sebab, di sini akan ada Baitullah yang hendak dibangun anak ini beserta ayahnya. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya.'"

Setelah itu, datanglah sekelompok kabilah Jurhum yang merantau dari Yaman. Mereka tinggal di dekat tempat yang kemudian menjadi kota Mekah dan minta izin kepada Hajar agar diperbolehkan tinggal di sana. Hajar senang dan tidak lagi merasa sepi di tempat yang gersang itu. Mereka bermukim di sana dan membangun tempat tinggal. Ketika Ismail beranjak dewasa, dia mampu berbahasa Arab sehingga menjadi leluhur orang-orang Arab Musta'rabah (pendatang). Hal ini seperti yang disebutkan Ibnu Syuhbah di dalam kitabnya.

Al-Azraqi berkata dalam Tarikh Makkah, "Setelah peristiwa banjir besar, lokasi Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna merah yang tidak terjangkau oleh aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu bahwa di sana ada tempat yang amat bernilai, tanpa mengetahui pasti lokasinya. Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizhalimi, menderita, dan butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa, dan doa mereka pun dikabulkan. Manusia pun selalu mengunjunginya hingga Allah memerintahkan Ibrahim untuk membangun Ka'bah kembali. Sejak Nabi Adam diturunkan ke bumi, Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus oleh setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat itu juga selalu dikunjungi para malaikat sebelum Nabi Adam turun ke bumi."

Nabi Ibrahim berulang kali mengunjungi keluarganya. Suatu hari, beliau bermimpi menyembelih putranya, Ismail. Ismail pun memenuhi perintah itu, Namun, Allah menggantikannya dengan seekor sembelihan yang besar seperti tercantum dalam firman-Nya, "Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! ' Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. 'Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu Kami panggil dia, 'Wahai Ibrahim, sungguh, engkau membenarkan mimpi itu. 'Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 'Selamat sejahtera bagi Ibrahim. 'Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman," (QS. As-Shaffat [37]: 102-111).

Ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun Ka'bah, beliau bergegas ke Mekah. Saat itu, Ibrahim melihat Ismail tengah meruncingkan anak panah di dekat sumur Zamzam. Mereka pun saling bersalaman dan berpelukan. Nabi Ibrahim berkata, "Allah memerintahlan aku agar membangun Baitullah untuk-Nya". Ismail berkata, "Laksanakanlah perintah Rabbmu, aku akan membantu ayah dalam urusan agung ini."

Nabi Ibrahim pun mulai membangun Ka'bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu untuknya. Ibrahim berkata pada Ismail, "Bawakan batu yang paling bagus, aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar menjadi tanda bagi manusia."Jibril lalu memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad: Batu yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun menyodorkannya dan Ibrahim meletakan pada tempatnya. Selama membangun, mereka berdua senantias berdoa, "Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,"(QS. Al-Baqarah [2]: 127).

Ketika bangunan Ka'bah semakin tinggi, Nabi Ibrahim tidak mampu lagi mengangkat bebatuan. Dia lantas berdiri di atas sebuah batu, yang kemudian disebut maqam Ibrahim, hingga sempurnanya pembangunan Baitullah. Allah kemudian memerintahkan Ibrahim menyeru umat manusia agar melaksanakan ibadah haji. Allah berfirman, "Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan-Nya kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nadzar-nadzar mereka, dan melakukan Thawaf di sekeliling rumah tua (Baitullah)," (QS. Al-Hajj [22]: 27-29).

Pembangunan Masjidil Aqsha

Palestina merupakan daerah Arab sejak lebih dari 5000 tahun lalu ketika bangsa-bangsa Semit bermigrasi ke wilayah tersebut. Bangsa Kan'an bermukim di sana dan kemudian menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama mendiami daerah Syam selat (Palestina dan Yordania Timur) dan mereka disebut bangsa Kan'an). Sementara itu, kelompok kedua tinggal di daerah pantai Syam di antara Gunung Amanos dan Gunung Karmel. Mereka lalu disebut sebagai bangsa Kan'an Laut atau bangsa Fenisia.

Bangsa Kan'an memiliki kerajaan-kerajaan yang unggul dalam bidang pertanian dan perdagangan. Pada saat mereka yang berdomisili di wilayah Palestina ini mulai membangun peradaban sejarah mereka di sana, Nabi Ibrahim dan keponakannya, Nabi Luth berhijrah ke sana, seperti yang telah kami sebutkan tentang dakwah beliau pada bab sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah, "Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam," (QS. Al-Anbiya' [21]: 71).

Masjidil Adsha yang diklaim Zionis Yahudi sebagai tanah dan sejarah mereka secara dusta adalah nama tempat suci umat Islam di bumi Palestina. Masjidil Aqsha adalah masjid kuno yang telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim hingga masa Nabi Muhammad. Di dalam as-Shahihain disebutkan satu hadits riwayat Abu Dzar al-Ghifari yang pernah bertanya, "wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama dibangun di muka bumi?" Beliau menjawab, "Masjidil Haram." Dia bertanya lagi, "Lalu?" Beliau menjawab, "Masjidil Aqsha." "Berapa lama jarak (pembangunan) keduanya?" tanya Abu Dzar lagi. Beliau menjawab, "Empat puluh tahun."

Menurut para cendekiawan, Masjidi Aqsha lebih luas cakupannya daripada sekadar bangunan yang memiliki nama tersebut. Menurut syariat, semua bangunan yang berada di dalam pagar besar yang memiliki beberapa pintu itu termasuk masjid. Ke lokasi masjid inilah disunahkan bepergian dan di sanalah digandakan pahala shalat. Masjid ash-Shakhrah (Masjid Kubah Batu [Dome of The Rock]) juga termasuk di dalamnya. Batu tersebut memiliki sejarah leluhur. Orang pertama yang shalat di sana adalah Nabi Adam. Nabi Ibrahim menjadikan tempat itu sebagai tempat ibadah dan tempat sembelihan. Allah menyifati Nabi Ibrahim ini di dalam firman-Nya, "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik," (QS. Ali 'Imran [3]: 67).

Di tempat itu pula, Nabi Ya'qub membangun masjidnya setelah melihat tiang dari cahaya di atasnya. Di sanalah Nabi Yusya' mendirikan kubah zaman atau kemah tempat berkumpul yang dibuat oleh Nabi Musa di bumi Tih (Sinai) sebagai tempat menerima wahyu. Di sana pula Nabi Daud membangun mihrabnya dan Nabi Sulaiman membangun masjid besar yang dinisbahkan pada namanya sebagai tempat beribadah dan mengesakan Allah.

Batu itulah yang menjadi tempat berpijak Nabi Muhammad ketika beliau diperjalankan pada malam mi'raj. Orang pertama yang membangun masjid di atasnya pada periode keislaman adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan al-Umawi, Ibnu Taimiyah berkata, "Masjidil Aqsha telah dibangun pada zaman Nabi Ibrahim dan direnovasi megah oleh Nabi Sulaiman."

Kisah Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim adalah putera Aazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan Babilonia yang saat itu diperintah oleh seorang raja zalim bernama Namrudz bin Kan'aan. Sebelum itu tempat kelahirannya berada dalam keadaan kucar-kacir. Ini adalah karena Raja Namrud mendapat petanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan disana dan bayi ini akan tumbuh dan merampas takhtanya. Antara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi yang dilahirkan di tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama setahun.

Walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang berhampiran. Selepas itu, dia memasuki batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya telah pulang ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibubapanya berani membawanya pulang kerumah mereka.

Nabi Ibrahim mencari Tuhan yang sebenarnya

Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.

Dalam al-Quran Surah al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang sesat". Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku? Ini lebih besar". Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya)". Inilah daya logika yang dianugerahi kepada beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang sebenarnya.

Melihat tanda Kekuasaan Allah

Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calun pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "

Nabi Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada Allah: "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim menjawab:"Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala-ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan agar semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."

Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung, lalu setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu, ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian tubuh burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.

Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata "Kun Fayakun", maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.

Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya

Aazar, ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.

Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu, tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."

Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.

Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala

Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.

Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahwa mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.

Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut serta.

"Inilah dia kesempatan yang ku nantikan." kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:"Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu." Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.

Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: "Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mrk ini?" Berkata salah seorang diantara mrk:"Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu." Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.

Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.

Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrudz yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mrk. Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:"Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya." Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?" Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja Namrud itu:"Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berpikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."

Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."

Nabi Ibrahim Dibakar Hidup-hidup

Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.

Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung yang tinggi lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:"Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."

Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.

Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri Razia mula mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahwa tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan tentara untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun meluru ke arah api yang besar itu lalu berkata "Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku". Puteri Razia pun turut terselamat dari terbakar dan dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan durhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Sebaik sahaja puteri Razia keluar dari api tersebut beliau serta tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati bahwa Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud kian gelisah karena rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau berazam pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.

Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi Ibrahim.

Kisah Nabi Ibrahim di dalam Al-Quran

Di dalam Al-Quran, nama Ibrahin as, disebutkan 69 kali yang tersebar di 25 surat, yaitu pada QS. 2:124, 2:125, 2:126, 2:130, 2:131, 2:132, 2:135, 2:136, 2:140, 2:258, 2:260, 3:65, 3:67, 3:68, 3:84, 3:95, 3:97, 4:54, 4:125, 4:163, 6:74, 6:75, 6:76, 6:77, 6:78, 6:79, 6:80, 6:83, 6:161, 9:70, 9:114, 11:69, 11:70, 11:74, 11:75, 11:76, 12:6, 12:38, 14:35, 15:51, 16:120, 16:123, 19:41, 19:46, 19:58, 21:51, 21:60, 21:62, 21:69, 22:26, 22:43, 22:78, 26:69, 29:16, 29:31, 33:7, 37:83, 37:104, 37:109, 43:26, 51:24, 53:37, 57:26, 60:4, 78:19.



Sumber :
http://alvinarea.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-dan-kisah-25-rasul.html

Related Posts:

Nabi Sholeh As

Nabi Shalih ‘Alaihi Ssalam Shalih bin Ubaid

Garis Keturunan: Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ Amir ⇒ Tsamud ⇒ Hadzir ⇒ Ubaid ⇒ Masah ⇒ Asif ⇒ Ubaid ⇒ Shalih as

Usia: 70 tahun

Periode sejarah: 2150 - 2080 SM

Tempat diutus (lokasi): Daerah al-Hijr (Mada'in Salih, antara Madinah dan Syria)

Jumlah keturunannya (anak): -

Tempat wafat: Mekah al-Mukarramah

Sebutan kaumnya: Kaum Tsamud

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 10 kali


Dakwah Nabi Saleh (Shalih/Shaleh)

Kaum Tsamud bermukim di daerah al-Hijr. Saat ini daerah tersebut dinamakan dengan Mada'in Salih: satu wilayah pegunungan diantara Madinah dan Syam (Syria). Allah berfirman, "(Terhadap) kaum Tsamud yang memotong batu-batuan besar di lembah," (QS. Al-Fajr [89]: 9).

Mereka ahli dalam memahat batu pegunungan dan menjadikannya sebagai tempat tinggal. Selain itu, mereka juga pandai mengolah tanah datar dan mengubahnya menjadi istana. Alla berfirman, "Ingatlah ketika Dia menjadikan kalian khalifah-khalifah setelah kaum 'Ad dan menempatkan kalian di bumi. Di tempat yang datar kalian dirikan istana-istana dan bukit-bukit kalian pahat menjadi rumah-rumah, Maka, ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kalian membuat kerusakan di bumi," (QS. Al-a'raf [7]: 74).

Negeri mereka memiliki keistimewaan dengan kesuburan tanahnya, selain posisi geografisnya yang berada di jalur perdagangan antara Syam dan Yaman. Hal itu, membuat sumber kehidupan mereka melipah dan makmur. Namun, kaum Tsamud membalas semua kenikmatan itu dengan menyimpang dari jalan Allah. Mereka akhirnya diadzab seperti kaum Hud karena kekufuran dan pengingkaran mereka terhadap nikmat Allah.

Allah lalu mengutus rasul-Nya dari kalangan mereka sendiri, yaitu Nabi Shalih. Beliau memberikan peringatan kepada mereka tentang akibat dari buruknya perbuatan itu. Akan tetapi, mereka mengejek, mendustakan, dan meminta bukti yang tak dapat dibantah sebagai pembenaran terhadap kenabian beliau. Nabi Shalih pun mendatangkan seekor unta yang menjadi mukjizatnya. Beliau lantas meminta mereka agar tidak menyakitinya. Hal ini terekam dalam firman Allah, "Sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Rabb kalian. Ini (seekor) unta betina dari Allah sebagai tanda untuk kalian. Biarkanlah ia makan di bumi Allah, janganlah disakiti, nanti akibatnya kalian akan mendapatkan siksaan yang pedih,"(QS. Al-A'raf [7]: 73)

Unta betina tersebut tinggal beberapa waktu di perkampungan kaum Tsamud. Ia pun makan tumbuh-tumbuhan dan minum air pada satu hari dan meninggalkannya pada hari yang lain. Ini merupakan suatu hal yang mendorong sebagian mereka untuk percaya dengan mukjizat Nabi Shalih. Kaum Tsamud lantas khawatir akibat semua itu serta bahaya yang mengancam kekuasaan mereka. Tampaklah rasa hasut dan kedengkian mereka ketika sembilan orang diantara mereka bersekongkol untuk membunuh unta tersebut. Kisah ini disebutkan dalam firman Allah, "Di kota itu ada sembilan orang laki-laki yang berbuat kerusakan di bumi, mereka tidak melakukan perbaikan. Mereka berkata, 'Bersumpahlah kalian dengan (nama) Allah bahwa kita pasti akan menyerang dia bersama keluarganya pada malam hari, kemudian kita akan mengatakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kebinasaan keluarganya itu, dan sungguh, kita orang yang benar.' Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun membuat tipu daya, sedang mereka tidak menyadari. Maka, perhatikanlah akibat dari tipu daya mereka, bahwa kami membinasakan mereka dan kaum mereka semua. Maka, itulah rumah-rumah mereka yang runtuh karena kezhaliman mereka. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengetahui," (QS. An-Naml [27]: 48-52).

Demikianlah siksaan pedih yang menimpa kaum Tsamud. Semua itu akibat kekufuran mereka kepada Allah dan penyembelihan terhadap unta mukjizat Nabi Shalih. Allah menyelamatkan Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman, dari adzhab yang menimpa kaum itu. Keutuhan sebagian tempat tinggal mereka pun bisa menjadi pelajaran dan peringatan.

Ibnu Katsir meriwayatkan di dalam Tarikh-nya bahwa Rasulullah menutup kepala dan mempercepat kendaraannya ketika melewati pemukiman kaum Tsamud di al-Hijr (Mada'in Salih). Selain itu, beliau juga melarang para sahabatnya untuk masuk ke pemukiman mereka, kecuali dalam keadaan menangis. Di dalam sebuah riwayat disebutkan "Jika kalian tidak bisa menangis, paksalah untuk bisa menangis karena merasa takut tertimpa (adzab) seperti yang menimpa mereka."

Kisah Nabi Saleh (Shalih/Shaleh)

Shaleh (Shalih) merupakan salah seorang nabi dan rasul dalam Agama Islam yang telah diutus kepada kaum Thsamud. Nabi Shaleh telah diberikan mukjizat yaitu seekor unta betina yang dikeluarkan dari celah batu dengan izin Allah untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT kepada kaum Thsamud. Malangnya kaum Thsamud masih mengingkari ajaran Nabi Saleh, malah mereka membunuh unta betina tersebut. Akhirnya kaum Thsamud dibalas dengan azab yang amat dahsyat yang menyebabkan tubuh mereka hancur berkecai.

Tsamud adalah nama suatu suku yang dimasukkan bahagian dari bangsa Arab oleh ahli sejarah dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam bangsa Yahudi. Mereka bertempat tinggal di suatu dataran bernama " Alhijir " terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang dikirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud.

Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud. Tanah-tanah yang subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan dan lemak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah, bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang rata dan dipahatnya dari gunung. Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram, sejahtera, dan bahagia, merasa aman dari segala gangguan alam dan mengaku bahwa kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan mereka.

Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berkorban, tempat mereka meminta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan. Mereka tidak dapat melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dapat mereka jangkau dengan pancaindera.

Nabi Saleh dan Kaum Tsamud

Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya pesuruh disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum mereka diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mereka telah diutuskan Nabi Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas, cerdik, pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.

Dikenalkan mereka oleh Nabi Saleh kepada Tuhan yang sepatutnya mereka sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mereka dan dengan demikian memberi kepada mereka kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan batin. Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari ketakutan dan bahaya.

Nabi Saleh memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang daripada mereka, terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mereka adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mereka. Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka dan sesekali tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mereka. Ia menerangkan kepada mereka bahwa dia adalah pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan mereka semasa hidup dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Dia berharap yang kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan bersungguh-sungguh apa yang dia serukan dan anjurkan agar mereka segera meninggalkan penyembahan kepada patung berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa seraya bertaubat dan mohon keampunan kepada-Nya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah mereka lakukan. Allah maha dekat kepada mereka dengan mendengarkan doa mereka dan memberi keampunan kepada yang bersalah apabila dimintanya.

Terperanjatlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri. Maka serentak ditolaknya ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka kepadanya:"Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, pikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbanganmu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpin kami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan kesusahan. Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Engkau menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya. Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai cakap-cakap kosongmu bahkan meragui kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan mengikuti jejakmu."

Nabi Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mereka rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah kaum-kaum yang mendapat seksaan dan azab dari Allah karena menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi ke atas mereka jika mereka tidak mahu menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mereka dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah daripada mereka atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada mereka.

Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakannya terdiri dari orang-orang yang berkedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mereka yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya dan berkata kepadanya:

"Wahai Saleh! Kami kira bahwa engkau telah dirasuk syaitan dan terkena sihir. Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan pikiranmu sudah kacau sehingga engkau tidak sedar yang engkau telah mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu daripada kami semua sehingga engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul daripada engkau. Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu. Jika engkau merasa bahwa engkau cerdas dan cergas dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencerca penyembahan kami dan nenek moyangmu sendiri. Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.

Nabi Saleh menjawab: " Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun daripadamu sebagai balasan atas usahaku memberi penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan daripada-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku, padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku. Janganlah sesekali kamu harapkan bahwa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan penyembahan nenek moyang kami yang jahil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu."

Setelah gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutnya dan berpihak kepadanya, para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendapat perhatian terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. Mereka menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.

Allah memberi mukjizat kepada Nabi Saleh

Nabi Saleh sadar bahwa tentangan kaumnya yang menuntut bukti daripadanya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka apabila dia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan meninggalkan agama dan penyembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadanya.

Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdapat di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.

Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.

Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka: " Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah dia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah, dia mempunyai giliran untuk mendapatkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendapatkan minuman bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya apabila kamu mengganggu binatang ini." Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendapat gangguan dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum, tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.

Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pengaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilangkan banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang bermaharajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.

Unta Nabi Saleh Dibunuh

Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh apabila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya yang akan menyerah dirinya kepada siapa yang dapat membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.

Dua macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda' bin Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.

Dengan bantuan tujuh orang lelaki bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya dilalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempat ia minum dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda' yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.

Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendapat sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang- gemilang. Berkata mereka kepada Nabi Saleh:" Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cobalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya."

Nabi Saleh menjawab:" Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah telah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset. Kamu boleh bersuka-ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan takdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang."

Ada kemungkinan menurut ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya, Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mereka sadar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada risalahnya.

Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.

Turunnya azab Allah yang dijanjikan

Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mereka akan didahului dengan tanda-tanda, yaitu pada hari pertama bila mereka terbangun dari tidur, wajah mereka menjadi kuning dan akan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.

Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaum kelompok sembilan orang yaitu kelompok pembunuh unta merancang melakukan pembunuhan ke atas diri Nabi Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu. Mereka mengadakan pertemuan rahasia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identitas mereka sebagai pembunuhnya. Rancangan mereka ini dirahasiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapapun kecuali kesembilan orang itu sendiri.

Ketika mereka datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di malam yang gelap-gelita dan sunyi-senyap jatuhlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang datang dari langit dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindungi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.

Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestina, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.

Kisah Nabi Saleh dalam al-Quran

Kisah Nabi Saleh telah diceritakan dalam 9 ayat, yaitu surah Al-A'raaf [7]: ayat 73, 75, dan 77; surah Hud [11]: ayat 61, 62, 66, dan 89; surah Asy-Syu'araa [26]: ayat 142 dan 155; surah Al-Naml [27]: ayat 45.

Pengajaran dari kisah Nabi Saleh

Pengajaran yang menonjol yang dapat dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat yang negatif dapat membinasakan masyarakat itu seluruhnya.

Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur, bahkan tersapu bersih di atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa orang pembunuh unta Nabi Saleh as Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf, nahi mungkar. Ini karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan perlindungan kita, kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu.

Bersikap acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.



Sumber :
http://alvinarea.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-dan-kisah-25-rasul.html

Related Posts:

Nabi Hud As

Nabi Hud 'Alaihi Ssalam Hud bin Abdullah

Garis Keturunan:

Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ 'Aush ('Uks) ⇒ 'Ad ⇒ al-Khulud ⇒ Rabah ⇒ Abdullah ⇒ Hud as

Usia: 130 tahun

Periode sejarah: 2450 - 2320 SM

Tempat diutus (lokasi): Al-Ahqaf (lokasinya antara Yaman dan Oman)

Jumlah keturunannya (anak): -

Tempat wafat: Bagian Timur Hadramaut (Yaman)

Sebutan kaumnya: Kaum 'Ad

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 7 kali


Dakwah Nabi Hud

Kaum 'Ad tinggal di daerah al-Ahqaf, tepatnya diantara ar-Rub' al-Khali dan Hadramaut. Allah berfirman, "Ingatlah (Hud) saudara kamu 'Ad, yaitu ketika dia mengingatkan kaumnya tentang bukit-bukit pasir," (QS.al-Ahqaf [46]: 21).


Allah telah memberikan mereka tubuh besar dan kuat, sebagaimana terekam dalam firman-Nya, "Ingatlah ketika Dia menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kalian dalam kekuatan tubuh dan perawakan," (QS. Al-A'raf [7]: 69).

Kaum 'Ad adalah kabilah Arab yang tinggal di bagian selatan Jazirah Arab setelah kaum Nabi Nuh yang beriman selamat dari banjir dahsyat. Mereka lalu membangun rumah, perindustrian, dan memiliki peradaban maju yang belum pernah ada sebelumnya. Allah melukiskan kota mereka dalam firman-Nya, "Tidakkah engkau (Muhammad) memerhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) 'Ad? (Yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum 'Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,"(QS. Al-Fajr [89]: 6-8).

Para sejarawan menggambarkan secara detail kota ini dengan menyebutkan berbagai istana mereka yang begitu besar, megah, dihiasi batu-batu permata, dan dikelilingi pagar-pagar tinggi. Beragam nikmat dan kebaikan yang melimpah ruah ini selayaknya mereka syukuri. Akan tetapi, mereka justru tenggelam dalam kenikmatan-kenikmatan fisik dan kesenangan duniawi. Mereka lantas menyembah tiga berhala, yaitu Shada, Shamud, dan Haba.


Allah kemudian mengutus Nabi Hud untuk mengajak mereka ke jalan yang lurus setelah sebelumnya menyekutukan Allah. Mereka menyekutukan Allah tanpa didasari bukti nyata. Kaum 'Ad pun menyingkirkan syariat Allah dari kehidupan mereka. Allah berfirman, "(kaum) 'Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka, 'Mengapa kalian tidak bertakwa?Sungguh, aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan, aku tidak meminta imbalan kepada kalian atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Rabb seluruh alam. Apakah kalian mendirikan istana-istana pada setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati, dan kalian membuat benteng-benteng dengan harapan kalian hidup kekal? dan, apabila kalian menyiksa, maka kalian lakukan secara kejam dan bengis. Maka, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan, tetaplah kalian bertakwa kepada-Nya yang telah menganugerahkan kepada kalian apa yang kalian ketahui.Dia (Allah) telah menganugerahkan kepada kalian hewan ternak, anak-anak, kebun-kebun, dan mata air," (QS. Asy-Syu'ara [26]: 123-134)


Nabi Hud mengajak kaumnya dengan cara yang baik, tetapi mereka justru menentang ajakan beliau. Allah berfirman, "Mereka berkata, 'Apakah kedatanganmu kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka, buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!' "(QS. Al-A'raf [7]: 70).


Ketika Hud menggunakan segala cara yang meyakinkan untuk memberi petunjuk kepada kaumnya, tanda-tanda kesombongan dari mereka pun mulai tampak dalam menentang ajaran beliau. Mereka berkata kepada beliau sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an, "mereka menjawab, 'sama saja bagi kami, apakah engkau memberi nasihat. (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu. Dan kami (sama sekali) tidak akan diadzhab,"(QS. Asy-Syu'ara' [26]: 136-138).


Allah pun meng-adzhab mereka dengan adzhab yang sangat pedih setelah Nabi Hud beserta pengikutnya yang beriman diselamatkan. Peristiwa tersebut terekam dalam Al-Qur'an, "Maka ketika mereka melihat adzhab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata, 'Inilah awan yang akan menurunkan huja kepada kita.' (Bukan!) Tetapi itulah adzha yang kalian minta agar disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang mengandung adzab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, sehingga mereka (kaum 'Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa,"(QS. Al-Ahqaf [46]: 24-25).

Wilayah Kaum 'Ad

Al-Qur'an menyebutkan wilayah kaum 'Ad terbatas di daerah al-Ahqaf. Al-Ahqaf ialah jamak dari hiqf yang berarti padang pasir. Al-Qur'an tidak menentukan lokasi tepatnya. Akan tetapi beberapa ahli menyebutkan bahwa wilayah itu berada diantara Yaman dan Oman.

Majalah A m'intresse Prancis menjelaskan motif hancurnya peradaban kota Iram atau Ubar. Kota tersebut telah dilanda badai pasir yang sangat dahsyat. Badai pasir itu telah mampu menimbun kota tersebut dengan ketebalan mencapai sekitar 12 meter. Peristiwa ini dikuatkan juga oleh Al-Qur'an dalam surah Fushshilat.

"Maka, Kami tiupkan angin yang sangat bergemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang nahas, karena Kami ingin agar mereka itu merasakansiksaan yang menghinakan dalam kehidupan di dunia. Sedangkan adzhab akhirat pasti lebih menghinakan dan mereka tidak diberi pertolongan," (QS. Fushshilat [41]: 16).

Data sejarah mengungkapkan bahwa di wilayah al-ahqaf telah terjadi perubahan iklim dari tanah subuh menjadi gurun sahara. Sebelumnya, daerah tersebut merupakan tanah yang produktif; wilayahnya luas dan membentang hijau, seperti yang diinformasikan Al-Quran labih dari 1400 tahun yang lalu.

Gambar yang diperoleh salah satu satelit buatan milik Badan Antariksa Amerika Serikat (USA), NASA tahun 1990 telah mengungkap tentang sistem saluran dan bendungan kuno yang pernah dipergunakan kaum 'Ad sebagai irigasi. Bendungan dan saluran air ini mampu memasok kebutuhan air untuk masyarakat sampai 200.000 orang. Hal itu sebagaimana pengambilan gambar aliran dua sungai kering yang berada di dekat pemukiman kaum 'Ad. Salah seorang peneliti yang melakukan penelitian di wilayah tersebut menyebutkan bahwa wilayah yang berada di sekitar kota Ma'rib sangat subur. Dipastikan seluruh daerah yang membentang antara kota Ma'rib dan Hadramaut adalah perkebunan.

Kisah Nabi Hud dan Kaum 'Ad

'Ad adalah nama bapak suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama Al-Ahqaf terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Umman, yang termasuk suku tertua sesudah kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang besar dan kuat. Mereka dikarunia oleh Allah tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehinggakan memudahkan mereka bercocok tanam untuk bahan makanan mereka. dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Berkat karunia Tuhan itu mereka hidup makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.

Sebagaimana kaum Nabi Nuh, kaum Hud (suku 'Ad) ini tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran Nabi Idris as dan Nabi Nuh as sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Mereka tenggelam dalam kenikmatan hidup, berkat tanah yang subur dan memberikan hasil yang melimpah ruah. Menurut anggapan mereka adalah karunia dan pemberian kedua berhala yang mereka sembah. Karenanya mereka senantiasa sujud kepada kedua berhala itu, mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.

Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu, pergaulan hidup mereka dikuasai oleh tuntutan dan pimpinan Iblis, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang. Tetapi kebendaan dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah, yang besar memperkosa yang kecil, dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu yang merajalela dan menguasai penghidupan mereka, sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayangi, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku 'Ad tatkala Allah mengutus Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.

Nabi Hud bersama Kaumnya

Sudah menjadi sunnah Allah sejak diturunkannya Adam ke bumi bahwa dari masa ke semasa jika hamba-hamba-Nya sudah berada dalam kehidupan yang sesat, sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya diutuslah seorang Nabi atau Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang sebelumnya. Dan mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalan yang lurus dan benar, serta mencuci bersih jiwa manusia dari segala tahayul dan syirik. Kemudian menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid dan aqidah yang sesuai dengan fitrah.

Demikianlah, maka kepada suku 'Ad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenal Tuhannya yang mengurniakan itu semua. Di utuslah kepada mereka, Nabi Hud seorang dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan berpengaruh serta terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang baik, budi pekerti yang luhur dan sangat bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya. Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Ad kepada tanda-tanda adanya Allah, yang berupa alam sekeliling mereka. Dan bahwa Allahlah yang menciptakan mereka semua serta memberi karunia kepada mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah subur, air yang mengalir serta tumbuh-tumbuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri sujud menyembah batu-batu yang dapat mereka hancurkan sendiri.

Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah utusan Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka, menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka terhadap ajakan dan dakwahnya. Maka mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah akibat kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh, serta tetap bertahan pada kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung yang mereka sembah dan puja itu.

Bagi kaum 'Ad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mereka dengar. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka serta mengubah peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka serta menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru, yang tidak mereka kenal dan tidak diterima oleh akal pikiran mereka. Dengan serta-merta ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan negatif terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.

Berkatalah kaum 'Ad kepada Nabi Hud:"Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang engkau hendak anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan sesembahan kami kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini, dan menyembah tuhan mu yang tidak dapat kami jangkau dengan pancaindera kami dan tuhan yang menurut kamu tidak bersekutu. Cara persembahan yang kami lakukan inilah yang telah kami warisi dari nenek moyang kami dan tidak sesekali kami akan meninggalkannya, bahkan sebaliknya engkaulah yang seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu dan jangan mencederai kepercayaan serta agama kami dengan membawa suatu agama baru yang tidak kami kenal.

"Wahai kaumku! jawab Nabi Hud, Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan ini kepada kamu untuk menyembah-Nya, walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu, namun kamu dapat melihat dan merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai ciptaannya. Dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintangnya, serta bumi dengan gunung-gunungnya, sungai, tumbuh-tumbuhan, dan binatang-binatang yang kesemuanya bermanfaat bagi kamu sebagai manusia. Dan membuat kamu dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Tuhan itulah yang harus kamu sembah dan menundukkan kepala kamu kepada-Nya.Tuhan Yang Maha Esa tiada bersekutu, tidak beranak dan tidak diperanakan. Walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu, Dia ada didekatmu, serta mengetahui segala gerak-gerik dan tingkah lakumu, mengetahui isi hatimu, denyut jantungmu dan jalan pikiranmu. Tuhan itulah yang harus disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada KeEsaan-Nya dan kekuasaan-Nya, dan bukan patung-patung yang kamu buat dengan tanganmu sendiri, kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu barang yang pasif, tidak dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya dan dangkalnya pikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu dan menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa itu."

"Wahai Hud!" jawab kaumnya,"Gerangan apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan berpikiran lain daripada yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu kala dan menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri. Bahkan membuatmu menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami, serta membodohi kami dan menganggap kami berakal sempit dan berpikiran dangkal? Engkau mengaku bahwa engkau terpilih menjadi rasul utusan Tuhanmu untuk membawa agama dan kepercayaan baru kepada kami, dan mengajak kami keluar dari jalan yang sesat menurut pengakuanmu ke jalan yang benar dan lurus. Kami merasa heran dan tidak dapat diterima akal kami sendiri bahwa engkau telah dipilih menjadi utusan Tuhan. Apakah kelebihan kamu di atas seseorang daripada kami, engkau tidak lebih tidak kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami, hidup makan minum dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh Tuhanmu? Sungguh engkau menurut anggapan kami, seorang pendusta besar atau mungkin engkau berpikiran tidak sehat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu engkau ejek hina dan cemoohkan."

"Wahai kaumku!" jawab Nabi Hud, "aku bukanlah seorang pendusta dan pikiranku tetap waras dan sehat tidak kurang sesuatu pun dan ketahuilah bahwa patung-patung yang kamu pertuhankan itu tidak dapat mendatangkan gangguan atau penyakit bagi badanku atau pikiranku. Kamu kenal aku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kalian, bahwa aku tidak pernah berdusta dan berbohong. Sepanjang pergaulanku dengan kalian, tidak pernah terlihat pada diriku tanda-tanda ketidak wajaran perlakuanku atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan pikiranku dan kesempurnaan akalku. Aku adalah benar utusan Allah yang diberi amanat untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat dan sudah jauh menyimpang dari jalan yang benar, yang diajar oleh nabi-nabi yang terdahulu. Karena Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terlalu lama terlantar dalam kesesatan, dan hidup dalam kegelapan tanpa diutus-Nya seorang rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang diridhai-Nya. Maka percayalah kamu kepadaku, gunakanlah akal pikiranmu, berimanlah dan bersujudlah kepada Allah Tuhan seru sekalian alam, Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan langit dan bumi, menurunkan hujan dan menyuburkan tanah ladangmu, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Bersembahlah kepada-Nya dan mohon ampunlah atas segala perbuatan salah dan tindakan sesatmu. Agar Dia menambah rezekimu dan kemakmuran hidupmu dan terhindarlah kamu dari azab dunia sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Nuh dan kelak azab di akhirat. Ketahuilah bahwa kamu akan dibangkitkan kembali kelak dari kuburmu, dan dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu di dunia ini, dan amalanmu yang baik mendapat ganjaran baik, serta yang hina dan buruk akan mendapat ganjaran api neraka. Aku hanya menyampaikannya risalah Allah kepada kamu, dan dengan ini telah memperingati kamu akan akibat yang akan menimpa dirimu jika kamu tetap mengingkari kebenaran dakwahku."

Kaum 'Ad menjawab: "Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahwa engkau telah mendapat kutukan tuhan-tuhan kami, sehingga menyebabkan pikiran kamu kacau dan akalmu berubah menjadi sinting. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran hidup kami dan bahwa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan menerima segala ganjaran atas segala amalan kami. Mungkinkah kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami setelah kami mati dan menjadi tulang-belulang. Dan apakah azab serta siksaan yang engkau ancamkan kepada kami? Semua ini kami anggap bohong belaka. Ketahuilah bahwa kami tidak akan menyerah kepadamu dan mengikuti ajaranmu karena bayangan azab dan siksa yang engkau bayang-bayangkan kepada kami. Bahkan kami menentang kepadamu, datangkanlah apa yang engkau ancamkan itu, jika benar kata-katamu dan bukan seorang pendusta."

"Baiklah!", jawab Nabi Hud," Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap berkeras kepala tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu kepada berhala-berhala itu. Maka tunggulah saat tibanya pembalasan Tuhan di mana kamu tidak akan dapat melepaskan diri dari bencananya. Allah menjadi saksiku bahwa aku telah menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepada mu, dan akan tetap berusaha sepanjang hidupku memberi penerangan dan tuntunan kepada jalan yang baik, yang telah digariskan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya."

Pembalasan Allah Atas Kaum 'Ad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum 'Ad yang tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. Sehingga mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya. Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan. Dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan sesembahan mereka yang batil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Sehingga hujan turun kembali dan terhindar dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.

Tantangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud, segera mendapat jawapan dengan datangnya musibah tahap kedua. Yaitu dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka, yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira. Karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum 'Ad yang sedang bersuka ria itu, berkatalah Nabi Hud: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu, tetapi mega yang akan membawa kehancuranmu sebagai pembalasan Allah untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dustai".

Sesaat kemudian menjadi kenyataanlah apa yang disampaikan Nabi Hud itu, bahwa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu. Tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya, membawa berterbangan semua perabot-perabot dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum 'Ad menjadi panik, mereka berlari kesana sini mencari perlindungan. Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya, sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung selama delapan hari tujuh malam, sehingga menamatkan riwayat kaum 'Ad dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan bagi umat-umat yang akan datang.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Ad, pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, sekitar 50 km dari kota Siwun, dikunjungi para penziarah yang datang dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Sya'ban.

Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran

Kisah Nabi Hud diceritakan dalam 7 ayat, yaitu Surat Hud [11]: ayat 50, 53, 58, 60, dan 89, Surat Al-A'raaf [7]: ayat 65, Surat Asy-Syu'araa [26]: ayat 124.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud

Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik serta patut ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama. Beliau menghadapi kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan hal yang serupa. Tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus, yang menunjukkan bahwa beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.

Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu dengan berkata:"Aku tidak gila dan bahwa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu pikiranku sedikit pun, aku ini adalah rasul utusan Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang yang jujur bagimu, menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu, agar kamu terhindar dan selamat dari azab dan siksaan Allah di dunia maupun di akhirat."

Dalam berdialog dengan kaumnya, Nabi Hud selalu berusaha mengetuk hati nurani mereka dan mengajak mereka berpikir secara rasional, menggunakan akal dan pikiran yang sehat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya, kesesatan jalan mereka. Juga hidayah itu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia kehendakinya.



Sumber :
http://alvinarea.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-dan-kisah-25-rasul.html

Related Posts: