Cinta Nabi

A. Cinta Keluarga Nabi

محبة الآل

يجب كل مكلف حب آل النبي صلى الله عليه و آله وسلم و أزواجه و ذريته و أصحابه و تعظيمهم واحترامهم و توقيرهم و إكرامهم ، لقوله تعالى { قُل لاَّ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى } و لقوله صلى الله عليه وآله وسلم ” لا تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدكم و لا نصيفه “
Sumber : Web Fiqih Nabi: https://hasansaggaf.wordpress.com/

CINTA KELUARGA NABI
Cinta kepada Ahlul Bait adalah hal yang wajib dan disarankan oleh agama, tidak sempurna agama seseorang jika tidak dikaitkan kecintaanya kepada Nabi saw, keluarga dan sahabatnya. Ahlul Bait Nabi saw adalah orang yang paling dekat dengan beliau, yang secara khusus dicintai, dihormati, dan dipeliharanya. Allah memuliakan mereka dan secara khusus dijaga agar tetap suci dan dijauhkan dari kekejian.

”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab, 33)

Telah sama kita maklumi, Rasulullah adalah nabi dan rasul Allah kepada seluruh manusia. Keberadaan beliau merupakan rahmat bagi alam semesta. Ayat Al-Quran secara tegas menyatakan hal tersebut, “Dan kami tidak mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Al-Anbiya’,: 108).

Beliau juga rasul yang paling dicintai oleh Allah dan diberi gelar Al-Habib Al-A`zham (Kekasih yang Teragung). Kecintaan Allah kepada beliau telah dibuktikan dari akhlaq beliau yang begitu luhur. Dalam ayat lain dikatakan, ”Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Al-Qalam: 4).

Tak ada yang mengingkari betapa besar jasa yang telah diberikan oleh Rasulullah saw kepada umat manusia bahkan kepada alam semesta. Dengan risalah yang Allah perintahkan untuk disampaikannya, beliau telah menunjukkan jalan yang lurus, telah mengalihkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Beliau telah berjasa membawa umat manusia untuk mengenal Allah, Pencipta mereka.

Melalui beliaulah kita mengenal Allah dan mengenal apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarang Allah. Melalui beliau pula kita mengetahui bagaimana cara-cara mendekatkan diri kepada-Nya. Bahkan, bagaimana menjalani kehidupan sehari hari dalam segala segi. Makanya kita tidak akan sanggup menghitung jasa saja Nabi saw yang sangat besar bagi umat manusia. Sekarang, apa balasan setimpal yang patut diberikan kepada beliau atas jasa jasa yang telah diperbuatnya dalam menyampaikan risalah? Allah berfirman:

قُل لاَّ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى
“Katakanlah Wahai Muhammad, aku tidak minta balasan apapun atas risalah yang aku sampaikan pada kalian kecuali kecintaan kalian terhadap keluargaku” (as-Syuro, 23)

Ayat ini menjelaskan bahwa satu-satunya balasan setimpal yang harus dipersembahkan kepada Rasulallah saw atas jasa jasa beliau yang begitu besar dalam penyampaian risalah Allah adalah kecintaan terhadap keluarga beliau,

Atau dapat pula disimpulkan bahwa kecintaan kepada mereka adalah kewajiban ilahi sebagai balasan umat atas risalah yang telah disampaikan oleh beliau. Allah menjadikan kecintaan pada Ahlul Bait adalah jalan menuju kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, barangsiapa yang ingin berjalan menuju Allah hendaklah melalui kecintaan terhadap Rasul saw dan keluarga, karena mereka adalah manusia-manusia yang terdidik di dalam naungan wahyu dan risalah.

Ahlul-Bait dalam bahasa ahlu artinya ahli, penghuni, keluarga, famili atau penduduk. Sedang bait artinya rumah. Jadi ahlul bait adalah penghuni atau keluarga rumah. Dalam tradisi Islam alhul bait artinya keluarga atau sanak famili Rasulallah saw yang memiliki tali kekeluargaan dengan beliau. Banyak terjadi perbedaan penafsiran, ada yang menafsirkan ahlul bait itu adalah lima keluarga Nabi saw yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan beliau yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husen dan beliau sendiri. Ada lagi yang menafsirkan ahlul bait adalah keluarga Nabi saw dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga terkadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.

Mereka yang menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Nabi saw yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.

Adapun hadits yang terkuat dalam hal yang bersangkutan denga alhul Bait adalah hadits atsaqalain yang disebut dibawah ini ”Kutinggalkan di tengah kalian dua peninggalanku: Kitabullah, sebagai tali yang terentang dari langit sampai ke bumi, dan keturunanku, ahlul baitku. Dua-duanya itu sungguh tidak akan terpisah hingga saat kembali kepadaku di haudh (telaga di surga).”

Pekembangan Ahlul Bait tidak bisa dibendung walaupun sepanjang sejarah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah mengalami penindasan luar biasa, tapi mereka tetap berkambang dan didapatkan di mana saja di seluruh dunia. Ini kemungkinan karena do’a Rasulallah saw kepada siti Fatimah putri beliau dan sayyidina Ali ra di saat pernikahan mereka yang sangat sederhana.

Doa Nabi saw adalah,”Semoga Allah memberkahi kalian berdua, memberkahi apa yang ada pada kalian berdua, membuat kalian berbahagia dan mengeluarkan dari kalian keturunan yang banyak dan baik”

B. Cinta Sahabat Nabi
Disamping kewajiban kita sebagi muslim mencinta Ahlul Bait, kita diharuskan pula mencintai para sahabat Nabi saw. Karena mereka adalah manusia manusia mulia yang hidup di zaman Nabi saw, mengenal dan melihat Nabi saw, membela Nabi saw di saat kesusahan dan kesenangan, dan mereka wafat dalam keadaan muslim.

Bahkan diantara mereka ada mempunyai hubungan karabat dengan Nabi saw misalnya empat khulafur Rasyidin, terutama Ali bin Abi Thalib ra disamping ia adalah menantu Nabi saw (menikah dengan siti Fatimah puteri Nabi saw) juga ia adalah sepupu Nabi saw. Begitu pula Utsman bin Affan yang merupakan putra dari sepupu Nabi saw yakni Arwa (putri dari bibi Nabi saw, al-Baidha’ binti Abdul Muththalib), ia juga menikah dengan dua putri Nabi saw secara bergantian yaitu Ruqayyah dan Ummu Kaltsum ra . Sedangkan Umar bin Khattab merupakan mertua Nabi saw. Beliau menikah dengan Hafshah binti Umar bin Khattab ra. Begitu pula Abu Bakar Siddiq merupakan mertua Nabi saw, karena ’Aisyah putri Abu Bakkar ra dinikahi Nabi saw.

Mereka semua sahabat Nabi saw yang sangat dekat hubungannya dengan Nabi saw. Mereka semua mencintai Nabi saw. Inilah salah satu alasan mengapa Nabi saw sangat mencintai para sahabatnya. Beliau tidak segan-segan memuji para sahabatnya dan menyebutnya sebagai generasi terbaik dalam sejarah Islam.

“Dari sahabat ‘Imron bin Hushain ra ia berkata. Nabi SAW bersabda, ”Sebaik-sebaik generasi adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya lalu generasi sesudahnya”. (Shahih al-Bukhari).

Sebagai manusia tentu para sahabat Nabi saw tidak luput dari kesalahan dan terjadi antara mereka perselisihan faham bahkan sampai terjadi kekhilafan. Tapi semua ini tidak bisa dijadikan tanda kalau di antara para sahabat tidak terjalin persaudaraan yang sangat erat, tidak terjalin persahabat yang akrab, atau tidak terjalin rasa cinta antara mereka. Justru sebaliknya, jalinan persahabatan dan kecintaan atara mereka tidak putus. Berapa banyak hadits Nabi saw yang meriwayatkan indahnya pergaulan antara sahabat Nabi yang harus diteladani oleh umat Islam.

Antara khulafa ar-Rasyidin, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra tidak sedikit terjalin hubungan kecintaan antara mereka, bahkan sampai terjadi tali kekeluargaan yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun. Contohnya Ali bin Abi Thalib ra memberi nama dari putra putranya dengan nama Abu Bakar, Umar dan Utsman. Dari putra putra Hasan bin Ali ra ada yang diberi nama Abu Bakar dan Umar. Dari 9 putra Husen Bin Ali bin Abi Thalib ra ada yang bernama Abu Bakar dan Utsman. Sekarang kita pikir saja dengan pikiran yang waras tidak mungkin mereka memberi nama nama putra putra mereka dengan nama nama orang yang mereka benci atau tidak mungkin mereka memberi nama nama anak anak mereka dengan nama nama musuh mereka. Mustahil kan? Pasti mereka memberi nama nama putra putra mereka dengan nama nama orang yang mereka cintai dan sukai. Ini sudah pasti. Yang saya heran ada yang mengatakan cinta mereka kepada sahabat sahabat Nabi saw adalah cinta berpura pura atau taqiyah. Sikap yang tidak mungkin terjadi bagi sosok manusia seperti Ali bin Abi Thalib ra, seorang pemberani, pahlawan perang dan berhati bersih ,memiliki sifat berpura pura. Dan tidak mungkin beliau memiliki sifat balas dendam atau mengajarkan orang untuk berbalas dendam. Sejara logika, ini adalah hal yang mustahil dilakukan seorang seperti Imam Ali bin Abi Thalib ra.

Jadi apa yang sebenarnya diajarkan oleh Ahlul Bait? Mereka mengajarkan kecintaan, persahabatan dan penghormatan yang dalam kepada para sahabat Nabi saw terutama kepada khulafa Ar-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra, bukan menanamkan kebencian dan penghinaan apalagi melaknat atau mengkafirkan (al’iyadu billah). Rasulallah saw bersabda ”Jangan kamu mencaci sababat sahabat-ku. Demi yang diriku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang menginfakan hartanya berupa emas sebesar gunung Uhud (untuk membalas jasa jasa mereka), maka apa yang diinfakan tidak sampai bebesar mud atau setengah mud dibanding dengan jasa mereka.

Maka mari kita hindari berbantah-bantahan dan perdebatan yang tidak mengajak kepada iman. Apalagi di depan kita sudah tersedia sabda Nabi saw yang tidak mungkin diingkari lagi. Tidak ada pilihan lain kecuali kita mengimaninya dengan sepenuh hati. Janganlah kita bermental seperti ahli kitab yang mengingkari nabinya serta membangkang terhadap petunjuknya.


Related Posts:

0 Response to "Cinta Nabi"

Posting Komentar